Beratus-ratus tahun yang lalu... heheheee... enggak sampai segitu lama, tapi memang sudah lama, yaitu ketika saya kuliah dulu. Karena saya termuda di kos dulu, saya sering ditinggal pergi sendirian oleh mbak-mbak kos. Waktu itu saya kesulitan menyesuaikan diri dengan mbak-mbak kos yang sangat gaul. Untungnya saya hobi nonton film lepas di tv. Film lepas adalah film bioskop atau film rumah produksi yang tidak serial, baik film asing maupun Indonesia. Film jaman dulu bagus-bagus, digarap dengan serius dari berbagai segi, enggak ada yang cemen.
Salah satu yang tonton adalah Bulan Tertusuk Ilalang. Saya tidak ingat persis kisahnya seperti apa, tapi ada satu adegan yang benar-benar membuat saya terpesona hingga sekarang. Adegan itu adalah tari bedaya yang dibawakan dengan sangat halus dan dalam oleh seorang perempuan. Meski lewat layar kaca, getaran dan tarikan napas penarinya seolah menjalar ke seluruh tubuh kita, membawa kita ke alam mimpi. Saya terbius. Lalu, dor! Seorang pengintip ditembak mati oleh penari bedaya itu.
Tarian (beksan) yang berakhir sangat dramatis itu menggambarkan perempuan yang memiliki dua sisi berlawanan, lembut dan tegas, impian dan kenyataan, terhanyut dan waspada. Dan perempuan bergelut diantara dua sisi itu sepanjang hidupnya.
Srimpi adalah tarian keraton Jawa, baik Jogja maupun Solo. Meski tariannya sangat pelan, ritmis dan dibawakan oleh perempuan seperti halnya tari bedaya, tapi didalamnya terdapat simbol dan kisah kepahlawanan. Lagi-lagi kita harus melihat dua sisi perempuan, bukan sekedar perempuan ayu yang sangat gemulai.
Beberapa waktu lalu saya mengunggah foto Gusti Pembayun, putri sulung Sultan Hamengku Buwono X, sedang menarikan tari Srikandi-Mustokweni. Banyak teman-teman yang menanyakan bagaimana caranya saya bisa berada disana. Caranya, simak akun-akun twitter berita Jogja, yah. Heheheee.... Gratis untuk umum.
Tarian dimulai dengan sangat pelan. Tiap langkah dihayati dan banyak gerakan diresapi. Pada bagian inti tarian, dikisahkanlah perang tanding antara Srikandi dan Mustokoweni. Mustokoweni adalah tokoh jahat yang berhasil mencuri Jamus Kalimasada yang berada dalam panjagaan Srikandi. Perebutan pun terjadi. Gerakan yang tadinya sangat halus menjadi dinamis. Gusti Pembayun menarikannya dengan sempurna sebagai hasil gemblengan kraton sejak beliau kecil. Penonton terpesona.
Gusti Pembayun adalah contoh putri raja yang peduli dengan budayanya dan memiliki sikap keputrian yang nyata. Tapi jangan lupa, beliau adalah putri sulung Sultan, yang semua anaknya adalah perempuan. Gusti Pembayun nantinya akan menjadi penentu kelangsungan sebuah kerajaan paling berpengaruh di Indonesia. Apakah Ngayogyakarta akan menobatkan seorang ratu ataukah mengangkat putra beliau sebagai raja berikutnya, kita tunggu saja.
Dua sisi perempuan. Jika mampu menggunakan yang mana di saat yang tepat, perempuan bisa meraih apa saja.
6 Comments
Saya suka segala jenis budaya...terima kasih ceritanya.
ReplyDeleteYang juga menarik adalah, bagaimana kelanjutan tahta..apakah seorang ratu atau raja? saya menunggu cerita mbak ya
Salut dengan Gusti Pembayun, sepanjang yang Fenny tahu beliau juga penyuka sastra. Urusan tari menari Fenny juga kalah telak, SD belajar nari Srimpi jadi encok :D
ReplyDeleteBerarti, saya pun kudu bergegas follow twitter berita jogya...agar bisa apdet semua hot news-nya JOgya.
ReplyDeleteNyesel nggak bisa ikutan nonton acaranya.
ReplyDeleteDua sisi perempuan, bisa lembut, kalau keras bikin sakit kepala :D
Nyesel nggak bisa ikutan nonton ini.
ReplyDeleteDua sisi perempuan, satu sisi lembut, kalau keras bikin sakit kepala :D
budaya memang harus di show up terus ya mak, ini aja saya baru tau tentang Gusti pembayun :D
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji