Menggugat kuasa atas ruang dan indeks kebahagian muncul dalam diskusi kelompok pemerintahan di Urun Rembug Nasional Strategi Kebudayaan.
Diskusi tersebut menghadirkan narasumber Dr. Nasir Tamara, DEA. DESS. dan Dr.(Ing) Greg Wuryanto, M.Arch, dengan moderator M. Arief Budiman.
Peserta diskusi cukup beragam, dari yang muda hingga yang sudah sepuh, dari mahasiswa hingga para dosen dan budayawan. Ada pula dari kalangan yang "berbeda", antara lain dari Rumah Budaya Petani Nusantara, Perempuan Berkebaya dan Kumpulan Emak Blogger (Ya, itu saya sendiri.)
Beberapa teman yang tadinya saya ajak hadir mengucapkan pertanyaan saya sama, "Wah seharian ya, acaranya?"
Ternyata waktu seharian itu tidaklah cukup, sangat singkat hingga tidak semua buah pikiran tertampung. Hanya empat penanya yang bisa mendapatkan kesempatan karena terbatasnya waktu. Tiga diantaranya adalah mahasiswa, yang kebetulan dari luar Jawa semua. Mereka menceritakan kondisi kepemimpinan di daerahnya, termasuk perkara bupati OKI yang ditahan karena narkoba. Namanya mahasiswa, semangat mudanya menggelegak ketika membicarakan kepemimpinan.
Sedangkan pak Biwa, yang mengaku dari petani, tapi gelarnya mantap dan sudah keliling dunia, berbicara lebih runtut. Beliau memberi gambaran yang jelas apa yang diinginkan oleh petani dan bahkan menawarkan panitia untuk bersinergi dalam aktiitas selanjutnya. Sebelum acara, saya sempat berkenalan dulu dengan beliau sambil coffee break. Ternyata beliau sudah mengenal bapak saya, meski tidak secara langsung, berhubungan dengan kamus-kamus yang diterbitkan oleh bapak saya. Memang, coffee break itu sebaiknya digunakan untuk menambah teman, jangan bergerombol saja dengan gank atau malah nunduk terus lihat gadget.
Saat coffee break itu, saya berkenalan pula dengan mbak Flora dan mbak Vero dari Perempuan Berkebaya. Mereka sangat ramah dan apa adanya. Mereka berani rempong ala ibu-ibu kondangan, dan bersedia membantu siapapun juga yang pengin berdandan ala Jawa. Mereka juga tidak keberatan duduk lesehan sambil makan jika tidak ada kursi. Padahal udah cantik-cantik gitu, mbak e. Dalam diskusi, mbak Flora duduk disamping saya. Beliau membuktikan, bahwa kalau mau, jarikan itu tidak susah, bisa tertutup dan aman bersetagen.
Jadi apa sebenarnya inti diskusinya?
Dr. Nasir Tamara, DEA. DESS.
Beliau banyak memberikan contoh negara berkembang di Amerika Latin yang secara ekonomi setara dengan Indonesia tapi memiliki tata kelola kota yang lebih baik, antara lain Bogotta, kota di Kolombia yang terkenal dengan perdagangan narkotikanya.
Beliau mengutip Thomas Jefferson bahwa kemerdekaan itu adalah kemampuan menciptakan kebahagiaan bagi warganya. Sayangnya, indeks kebahagiaan Indonesia berada di nomor 79 dari 154 negara. Indeks kebahagiaan yang rendah antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah menciptakan hak publik atas ruang. Sedangkan untuk Indonesia, nilai terendah terletak pada freedom to make life choices.
Beliau kembali menyitir ucapan Jeffrey Sachs, seorang ekonom Amerika, bahwa kebahagian dan kebebasan tak bisa dipisahkan.
Bahagia itu juga harus berada didalam ruang.
Karena itu pertanyaannya, bagaimana Jogja bisa nyaman ditinggali?
Dr. (Ing) Greg Wuryanto M.Arch.
Greg sudah menyiapkan makalah yang dibagikan. Membacanya seperti makalah di kampus-kampus ya? Tapi jangan khawatir, mamah yang satu ini bisa mengerti, kok. Makalahnya berjudul Menggugat Kuasa Atas Ruang dan Waktu.
Namun demikian, Greg tetap memberikan pendapatnya secara lisan. Nggak cuma meminta kami membaca makalah itu sendiri. Ya iyalah, diskusi kok diem-dieman? Arsitek lulusan Jerman ini punya gaya bicara yang lugas sehingga membuat suasana segar.
Mungkin karena latar belakang yang mendukung, Greg cenderung menyoroti ketidakmampuan pemerintah memilik kontrol terhadap ruang. Greg menujukkan photo slide papan iklan yang menjulang sehingga mengabaikan hak warga atas langit, pasar tiban yang berada dibawah papan dilarang berjualan, dan sebagainya.
Kalau teman-teman berminat dengan makalah Greg, silakan email ke saya, akan saya scan untuk teman-teman. Tapi yang saya kirimi email hanya yang benar-benar menunjukkan minat untuk memahami keadaan, bukan cuma untuk koleksi, ya. Koleksi kok makalah sih, bu.
Urun Rembug Saya
Meski saya tidak mendapat kesempatan untuk berbicara walaupun sudah ngacung tinggi sekali, tapi saya masih beruntung punya blog untuk memberikan urun rembug. Sudut yang saya ambil sesuai dengan bidang saya, yaitu blogger dan media social enthusiast. Jaman sekarang, blogger dan media social enthusiast itu sudah sepaket karena sering ada dalam kerangka kerjasama dengan pihak lain.
Di akhir presentasi, Greg menunjukkan beberapa visualisasi nyentik ala Jogja, yang sebenarnya merupakan bentuk sindirian dan protes agar kita semua bersikap lebih berbudaya. Foto-foto tersebut diambil oleh warga, meski bukan sembarang warga, dan mendapat respon yang sangat antusias dari masyarakat. Bagus kan? Tapi apa yang hilang?
Benar, tidak ada pemerintah di tengah-tengahnya yang melakukan kontrol. Di era digital ini, penting sekali untuk memanfaatkan teknologi agar pemerintah selalu terasa berada ditengah warga. Teknologi jika dimanfaatkan dengan baik sebenarnya tidak selalu memusnahkan sebuah kebudayaan tapi justru bisa dijadikan alat bantu untuk mempertahankannya.
Saat ini makin banyak pemimpin daerah yang sadar akan hal itu. Sebagai contoh, Ridwan Kamil berhasil menaikkan rasa memiliki masyarakat Bandung terhadap kotanya. Mereka turut menjaga tatanan kota melalui media sosial. Mereka berani melakukan kritik dan tak segan melontarkan pujian.
Semoga kita bisa mencari cara untuk mempertahankan budaya sesuai dengan tantangan masing-masing daerah dan dipercepat dengan bantuan teknologi.
Saat ini makin banyak pemimpin daerah yang sadar akan hal itu. Sebagai contoh, Ridwan Kamil berhasil menaikkan rasa memiliki masyarakat Bandung terhadap kotanya. Mereka turut menjaga tatanan kota melalui media sosial. Mereka berani melakukan kritik dan tak segan melontarkan pujian.
Semoga kita bisa mencari cara untuk mempertahankan budaya sesuai dengan tantangan masing-masing daerah dan dipercepat dengan bantuan teknologi.
19 Comments
Diskusi tentang budaya selalu menarik. Istilah indeks kebahagiaan jadi ingat Kang Emil dengan program Bandungnya. Teringat saya punya bukunya yg belum juga dibaca :(.
ReplyDeleteBtw, kayaknya postingannya kepotong ya...
Betuuul. Sudah saya lengkapi tapi nggak sama dengan kemarin. Hiks. Nggak tau kemana potongannya. Trima kasih diperingatkan.
DeleteSetuju banget kalonkemerdekaan itu sebenar nya adalah dimana rakyat nya kerasakan bahagia
ReplyDeleteUdah bahagia belum cum?
Deletedi era digital ini peranan media sosial jadi sangat penting yah Mbak :)
ReplyDeletebanget dengan penggunaan tepat
Deletegreget kalau kayak gitu :D
ReplyDeletebaca tulisanmu rada-rada piye gitu, mak...tapi ya, kira2 mudeng lah aku walaupun harus bolak-balik baca:D
ReplyDeleteBerarti kalau emak-emaknya masih galau, negaranya belum bisa dikatakan merdeka#eaa
setuju kemerdekaan harus membuat rakyatnya bahagia dan tidak hanya dalam bentuk uang tapi keamanan dan kenyamanan (lingkungan) hidup
ReplyDeleteTricky bener memang tinggal di kota cantik yang banyak diminati turis seperti Jogja mba. Di sini juga banyak kota yg didatangi turis tapi tetep nyaman mba. Semoga solusinya dapet yaa
ReplyDeleteBerharap apa yang telah diusahakan ridwan kamil bisa diduplikasi di daerah lain.
ReplyDeletediskusi mengenai budaya emang tiada bosannya, banyak pikiran kita jadi terbuka
ReplyDeleteWaktu baca judulnya, wah agak berat nih. Tapi, tulisannya mengalir jadi asik dibaca. Satu kalimat yang saya garisbawahi dan 100% setuju!
ReplyDeleteTeknologi jika dimanfaatkan dengan baik sebenarnya tidak selalu memusnahkan sebuah kebudayaan tapi justru bisa dijadikan alat bantu untuk mempertahankannya.
Teknologi itu baik adanya, hanya tergantung kita saja sebagai penggunanya. Budaya nggak akan tergerus dengan teknologi justru bisa menjadi mutualisme.
menarik kak, semoga di indonesia banyak pemimpin sepereti ridwan kamil... dapat meningkatkan kepuasan dan kebahagiaan :)
ReplyDeleteSetuju poin tech membantu preservasi budaya (dll). Nyatanya mmg sekarang tech bantu di banyak bidang ya, Mak. Makin progresif nih, kadang bikin merasa left behind *___*
ReplyDeleteperanan sosmed penting untuk mempromosikan budaya, gencarin budaya aja lewat sosmed
ReplyDeleteemang asik klw udah ngomongin masalah kebahagian masyarakat daan Strategi Kebudayaan. :D
ReplyDeletesetuju Mbak, meningkatkan rasa memiliki sebuah tempat itu susah bagi sebagian orang *
ReplyDeletepemimpin daerah juga harus dekat dengan warganay ya mbak, dan ada di tengah2
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji