Stay at home mom (SAHM) sudah menjadi pilihan sebagian perempuan, sedangkan sebagian lagi sedang memikirkannya.
Illustration: La_Petite_Feme pixabay.com |
Saya ingin berbagi beberapa hal pada yang masih memikirkannya karena masih ada kesempatan untuk melakukan berbagai pertimbangan. Sedangkan bagi yang sudah memutuskan menjadi SAHM, mungkin bisa membantu berbagi pengalaman. Karena tujuannya menyodorkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan, maka keputusan tetap di tangan teman-teman, tidak ada benar atau salah karena semua dikondisikan dengan keadaan saat ini dan life goal masing-masing.
Kebanyakan memutuskan menjadi SAHM berdasarkan dengan kondisi pada saat mengambil keputusan, padahal itu akan mempengaruhi kehidupan 10 atau 20 tahun mendatang. Sebelum memutuskan, lebih baik tanyakan dulu pada diri sendiri, mau jadi apa 10 atau 20 mendatang. Ini sama dengan pertanyaan wawancara kerja. Anggap saja SAHM itu sama seperti karier lainnya, harus dipikirkan secara sistematis.
Perlu dicatat, sharing ini bukan merupakan klaim bahwa saya sudah sukses sebagai SAHM tapi justru karena saya menemui banyak hal yang tidak terbayangkan sebelumnya, maka saya bisa berbagi pengalaman.
1. Punya tujuan hidup yang jelas. Banyak yang memutuskan menjadi SAHM (termasuk saya) karena situasi mendesak, misalnya anak tak terurus, rumah berantakan, kelelahan dan sebagainya. Keputusan yang diambil akhirnya merupakan solusi tercepat yang bisa mengatasi masalah tersebut pada saat itu. Ketika masalah sudah teratasi, barulah merasa seharusnya bisa berprestasi lebih tinggi, sinis dengan teman-teman yang bisa hangout, menyepelekan pencapaian orang lain yang sebelumnya tak lebih hebat dari dirinya, dan berbagai pikiran negatif lainnya.
Karena itu, pertimbangan harus dilakukan dalam situasi normal, bukan ketika putus asa. Jika sedang dalam masalah yang kurang menguntungkan, cobalah minta bantuan dahulu. Setelah keadaan bisa dinormalkan, barulah dipikirkan apa rencana jangka panjang selanjutnya. Meskipun sudah jelas peran dan tanggung jawab ibu dalam keluarga, tapi tak sedikit yang mempersoalkan hal itu ketika benar-benar menjalaninya. Mudah tersinggung jika membicarakan status pekerjaan dan mengharapkan penghargaan yang berlebihan atas "pengorbanan"nya itu adalah contoh mereka yang tidak sepenuhnya siap dengan keputusan tersebut. Dengan tujuan hidup yang jelas, maka keputusan tersebut menjadi sesuatu yang sudah sewajarnya dan kita akan bisa menjalani dengan mantap sekaligus santai.
2. Repot anak hanya sementara. Meski usia kemandirian anak berbeda-beda, tapi biasanya usia masuk SD sudah membuat rumah sepi. Durasi rumah sepi akan semakin panjang seiring dengan makin tingginya sekolah anak. Setelah itu yang mereka perlukan hanya sopir atau tukang antar jemput pada jam tersebut dan akan membutuhkan ibu lagi sekembalinya dari sekolah, dimana itu sama saja pas dengan jam pulang kerja kantoran jika sekolah si anak full day. Coba pikirkan, seandainya bisa minta bantuan dan berusaha bertahan hingga usia SD, apakah masih tetap ingin menjadi SAHM? Jika iya, maka berarti itu memang keputusan yang sudah diperhitungkan, bukan semata-mata emosional.
3. Bekerja kembali setelah anak-anak mandiri. Tak sedikit para ibu yang berusaha memikirkan win-win solution macam ini. Berhenti bekerja kantoran sementara waktu sampai keadaan memungkinkan. Jika "keadaan memungkinkan" ini tidak diterjemahkan dengan tegas kapan, biasanya itu tidak akan pernah terjadi. Sekali masuk ke urusan dalam rumah, akan sulit keluar jika tidak ada target jelas karena anak-anak sudah terbiasa dengan ibu-ibu yang standby 24 jam, sebaliknya si ibu juga sudah telanjur merasa keluarga tidak bisa apa-apa tanpa dirinya meski hanya ditinggal 8 jam sehari untuk bekerja.
Belum lagi ketika anak-anak sudah mandiri, para ibu akan sulit bersaing dengan angkatan kerja yang lebih fresh dan tangkas. Kemampuan yang sudah lama tidak diasah juga menjadi rintangan tersendiri. Masa vakum yang terlalu lama akan membuat curriculum vitae tampak tidak bagus. Makanya sebagian perempuan menyiasatinya dengan kuliah mengambil degree yang lebih tinggi untuk mengisi kolom kosong di tahun yang bersangkutan. Jika ini adalah life goal yang dipilih, rencanakan suatu kegiatan untuk diri sendiri sebelum memutuskan menjadi SAHM agar pada saatnya nanti tetap kompetitif didunia kerja, jangan sampai tenggelam dengan urusan domestik.
Belum lagi ketika anak-anak sudah mandiri, para ibu akan sulit bersaing dengan angkatan kerja yang lebih fresh dan tangkas. Kemampuan yang sudah lama tidak diasah juga menjadi rintangan tersendiri. Masa vakum yang terlalu lama akan membuat curriculum vitae tampak tidak bagus. Makanya sebagian perempuan menyiasatinya dengan kuliah mengambil degree yang lebih tinggi untuk mengisi kolom kosong di tahun yang bersangkutan. Jika ini adalah life goal yang dipilih, rencanakan suatu kegiatan untuk diri sendiri sebelum memutuskan menjadi SAHM agar pada saatnya nanti tetap kompetitif didunia kerja, jangan sampai tenggelam dengan urusan domestik.
4. Usaha untuk menambah penghasilan. Banyak perempuan yang membayangkan, kondisi paling ideal adalah dirumah mengurus anak tapi masih punya penghasilan. Ketika anak-anak sekolah dan rumah sudah dipel, bisalah mengurus usaha sampai waktunya anak-anak pulang nanti. Padahal memiliki usaha, baik mandiri atau reseller, juga butuh dedikasi. Kadang tak cukup dilakukan di sela-sela pekerjaan rumah dan harus punya alokasi waktu tersendiri. Karena itu rencanakan, jika perlu rintis, dahulu usaha yang akan dijalankan sebelum menjadi SAHM, bukan sesudah menjadi SAHM. Dengan demikian kita sudah membangun etos kerja yang disiplin lebih dulu sebelum disibukkan dengan kegiatan domestik yang seolah tak ada habisnya.
5. Punya hobi atau komunitas. Ketika seorang ibu memutuskan menjadi SAHM, rata-rata dia sedang dalam kondisi sibuk yang luar biasa. Bahkan setelah berjalan selama 5 tahun menjadi SAHM, tetap saja ada keluhan capek, ingin membelah diri, tidak tahu mana yang harus dikerjakan dulu dan sebagainya. Namun 15 tahun kemudian, apa yang terjadi? Tiba-tiba rumah sepi. Jam 08.00 rumah sudah kinclong. Mau masak anak-anak tidak makan dirumah. Mau nongkrong dengan teman-teman tapi mereka sedang berada di puncak karier. Terus kita ngapain? Maka dari itu, penting sekali punya hobi atau komunitas. Jika ibu tipe penyendiri, tidak suka ubyang-ubyung, bisa asik mengerjakan hobi dirumah. Hobi juga menjaga agar pikiran tetap positif dan tidak cepat pikun. Jika ibu tipe orang yang suka bergaul bisa aktif di komunitas. Komunitas ini bukan dalam arti yang harus besar dan gegap gempita. Pengajian rutin di kampung juga komunitas.
Menjadi atau tidak menjadi SAHM bukan urusan saya. Itu terkait dengan kondisi keluarga masing-masing. Saya tidak berani mengatakan menjadi SAHM itu adalah sebaik-baiknya seorang ibu.
22 Comments
Iya juga ya mbak, kalau anak-anak uda gede, bisa galau sendiri kalau ga punya komunitas... Thanks insightnya mbaa :)
ReplyDeletegalau to demax :))
DeleteHemm okay akan jadi pertimbangan buatku. Kalau liat ibuku...malah capekan beliau. Sehari bisa ubyabg ubyung ampe 2x
ReplyDeleteIbumu aktivis ya? Sungkem buat ibu :))
DeleteHihihi mamaku pernah cerita ttg awal2 beliau jadi SAHM. Ternyata cuma bertahan 3 tahun setelah aku balita. Kemudian Mama bekerja lagi, akhirnya karena sakit jadi 'terpaksa' jadi SAHM ... Keputusan dan kadang menjadi sebuah 'tuntutan' kala kesehatan gak memungkinan untuk jadi wanita karir.
ReplyDeleteIya, sehat2 ya bu. Memang tak semua orang bisa betah dirumah terus. Ada yg malah masuk angin kalau nggak kerja.
DeletePertimbangan emang harus mateng bgt, kalo aku skrg sahm, mau jd wm bnyak takutnya, tapi alhamdulillah pnya hobi, jd lebih tenang dan pnya waktu produktif
ReplyDeleteSemua pilihan ada konsekuensinya. Semoga yang terbaik untuk keluarga ya mbak.
Deletebangga menjadi SAHM.
ReplyDeleteGa seburuk yg dikira koq. Asik malah bisa ngacak2 rumah bareng anak2
Wah, semoga nggak ada yg bilang buruk ya
DeleteMenjadi stau at home mom itu bukan berarti ngga bisa eksis dan kreatif, ya kan mba Lusi? Buktinya mereka jadi lebih fokus dan bisa memilih kegiatan yang disenanginya. Akupun memutuskan untuk ngga kerja kantoran lagi. Tapi tetap mengisi dengan kegiatan yg bermanfaat supaya tetap update ;).
ReplyDeleteIya. Yang penting tetap berkarya ya mbak.
Deletekalau bekerja kembali setelah anak-anak sudah bisa mandiri, rasanya hanya sedikit perusahaan yang mau nerima "emak-emak" ya Mba..hehe..
ReplyDeleteyang paling memungkinkan buat saya ya membuka usaha, dan punya hobi/ikut komunitas. :)
Setuju dengan ini Mbak :Tidak ada ibu yang sempurna.
ReplyDeleteYang ada adalah para ibu yang berusaha keras untuk menjadikan keluarganya nyaman dan bahagia tanpa melupakan jika dirinya (ibu) sendiri juga perlu bahagia.
Setuju dengan ini Mbak :Tidak ada ibu yang sempurna.
ReplyDeleteYang ada adalah para ibu yang berusaha keras untuk menjadikan keluarganya nyaman dan bahagia tanpa melupakan jika dirinya (ibu) sendiri juga perlu bahagia.
Yang paling nggak ngenakin itu kalau stay at home mom sering dianggap kasta bawah/diremehin mbak.. Paling nggak nyaman kalau berada dilingkungan keluarga besar suami, dan berdampingan dengan para ipar yang berstatus wanita karier. Nanti klo pada ngomongin pkerjaan..sensinya kumat😀
ReplyDeleteyang mau berhenti bekerja setelah bekerja memang butub kegiatan di rumah ya yg sesuai passion shg gak bete di rumah saja
ReplyDeleteKeputusan untuk bekerja tetap, ketika si bungsu sudah disapih. Belum lama kerja, dikasih lagi. Jadi mulai dari nol lagi untuk menyesuaikan, membesarkan hati, dan melewati kegalauan dan kebaperan jika menitipkan si kecil.
ReplyDeleteAlhamdulilah sekarang galaunya udah berkurang hehe. TFS, mak Lus...
Kalo anak2 udah gede memang terasa sepinya. Untung mau punya bayi lagi #eh :D Yang penting tetap punya waktu utk diri sendiri, Mak :)
ReplyDeleteSatu hal yang pasti.. Kita harus nyaman dan komit dengan pilihan yang kita ambil. Semua ada konsekuensinya :)..
ReplyDeleteIya sih kalau mau jadi SAHM memang harus dipikir matang-matang. Soalnya banyak konsekuensi yang harus di ambil dalam memilih keputusan tersebut.
ReplyDeletePengin sih punya satu usaha yang menghasilkan, tapi apa ya masih bingung.
ReplyDeleteYup bener, mulai anak masuk SD, rumah jadi sepiiii, ntar kalo sudah pulang sekolah baru rame lagi hahaha.
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji