Image by bingngu93 from pixabay |
Coach Rene Suhardono mengatakan, "Your job is not your career".
Wah, sepertinya berat sekali ya, emak-emak bicara karir? Tapi sebagai orang yang telah menjalani banyak pilihan, pernah jadi career girl dengan kerja kantoran, pernah jadi ibu rumah tangga saja dan sekarang menjalankan usaha dari rumah, saya paham bagaimana rasanya. Oleh karena itu pula saya selalu menolak membenarkan atau menyalahkan semua pilihan tersebut. Tiap pilihan didasarkan pada prioritas dan keyakinan yang berbeda, yang hanya diketahui oleh orang yang menjalaninya. Namun, ada beberapa hal yang bisa saya share dari interaksi saya dengan teman-teman yang telah menentukan pilihan.
Suatu hari saya melempar sebuah topik di obrolan twitter tentang kesempatan-kesempatan yang bisa kita ambil manfaatnya dari kesempitan orang lain. Kesempatan-kesempatan yang saya maksud tentunya yang baik-baik, yang selain mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kita juga membantu menyelesaikan kerepotan orang lain. Salah satu yang saya usulkan adalah memasak ekstra. Ibu rumah tangga memasak dengan porsi lebih besar dari biasanya. Menu tetap sama, masakan rumah sehari-hari. Masakan ibu itu bisa ditawarkan pada ibu tetangga yang seharian di kantor. Ibu kantoran itu mungkin saja bosan dengan menu warteg, kantin atau katering, lagipula gizi dan kebersihannya pasti lebih terjamin dibandingkan masakan bibi. Jadi si ibu rumah tangga mendapat penghasilan tambahan, hanya dengan mengubah sedikit porsi. Sedangkan si ibu kantoran bisa lebih tenang memikirkan kesehatan keluarganya.
Tak disangka ada yang merespons sangat antusias. Intinya tak perlu lagi ada pertentangan antara ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja di kantor. Semua harus saling bantu, berdamai dengan pilihan masing-masing. Saya heran, memangnya ada yang mempertentangkan?
Setelah respons tak terduga itu, saya mulai mengamati komentar teman-teman. Ternyata memang benar, kedua pihak sama-sama saling menjustifikasi dengan kalimat-kalimat, "Enak dong jadi bla bla bla, bisa santai, ngobrol sana sini. Coba jadi aku."
Pertama yang ada di pikiran saya adalah, "Kalau memang enggak enak jadi dirimu, mengapa dulu memilih jadi yang seperti sekarang ini?"
Rene melanjutkan, "Your strenght is not what you good at, but it is what you enjoy most."
Kadang, entah karena terpaksa dengan pilihan tersebut atau berusaha menjalani kebenaran umum, kita salah paham mengartikan karir dan pekerjaan. Saya punya teman, calon profesor, punya empat anak dan sering bepergian keluar negeri. Dia menjalani dengan senang dan didukung penuh keluarganya. Apakah itu membuatnya enak-enakan bekerja tanpa perlu pusing urusan anak-anak? Tidak! Anak-anak tetap diantar-jemputnya sendiri jika tidak senang keluar kota. Jika berlibur, dia sering ketinggalan pesawat karena tidak berhasil menyiapkan anak-anak sendiri karena selalu berlibur tanpa pembantu. Tapi dia senang, tak pernah mengeluh.
Saya juga punya teman, ibu rumah tangga dengan lima anak. Semua ditangani sendiri tanpa pembantu. Suaminya jarang membantu karena tugas kantor. Pernah ketika kembali dari rumah sakit setelah melahirkan anak ke-5, dia harus segera setrika hingga dinihari. Tapi dia senang. Dia giat di pengajian. Dia selalu datang paling awal jika bertakziah. Dia tidak mengeluh.
Dalam masyarakat, kebenaran umumnya adalah jika sarjana maka harus bekerja di kantor, jika ingin mulia harus jadi ibu rumah tangga.
Padahal tidak semestinya seperti itu. Untuk apa bekerja di kantor jika tiap pagi malas bangkit dari tempat tidur, di jalan menyumpahi kemacetan, di kantor mengutuki kerja lembur, di socmed menyindir atasan, dan sebagainya. Seolah tak ada yang bagus dari hidup ini. Mengeluh terus-menerus. Sebaliknya, untuk apa pula menjadi ibu rumah tangga jika mengeluh capek terus-menerus, berlebihan dengan me-time, mencemooh "kebebasan" orang lain dan sebagainya.
Jika kita tidak menikmati pilihan kita, coba lihat ke diri sendiri, pasti kita telah membuat keputusan yang salah, karena pilihan yang benar seharusnya membuat kita nyaman. Membandingkan pilihan sendiri dengan pilihan orang lain itu buang energi dan emosi karena kita toh tidak tahu apa latar belakang pilihan orang lain. Menilai orang lain itu hanya pengalihan atau pelarian dari keadaan diri yang tak puas terhadap pilihan yang telah dilakukan.
Ayolah, lihat pilihan pekerjaan yang telah kita jalani sekarang, apakah membuat anda mengeluh atau tidak? Jika anda memiliki karir diluar rumah dan merasa nyaman, teruskan saja, jadi yang terbaik. Jika anda ibu rumah dan anda bahagia, ya teruskan saja, jadi ibu yang membanggakan. Tapi jika pilihan tersebut membuat anda ngomel melulu di socmed, ya sebaiknya berganti status pekerjaan saja. Jika sudah yakin dengan pilihan tersebut, fokus dengan diri sendiri. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan ngedumel dan menilai orang lain karena tak akan membuat diri kita lebih baik daripada pilihan karier yang telah kita putuskan, dan jelas tak akan lebih hebat daripada orang lain yang kita nilai tersebut.
6 Comments
mbaaaak...suka dan sangat setuju sm tulisan ini :D
ReplyDeleteSgt bijak skali utk tdk menilai orang lain,apalgi sdah menentukan pilihan, tgal djalani tanpa keluhan :D
5 jempoooool !!!!
yup, gak usah menjudge pilihan org lain atau selalu melihat rumput tetangga lebih hijau. Cr passion mu sendiri. KAlo passion udah ketemu, insya Allah biasanya kita lebih bahagia
ReplyDelete=> Mak, saya ijin share quote yg ini "Dalam masyarakat, kebenaran umumnya adalah jika sarjana maka harus bekerja di kantor, jika ingin mulia harus jadi ibu rumah tangga." Krn sy jadi teringat sm crt teman saya :)
Kerennn banget mak, setujuuuu bangett.
ReplyDeleteHidup itu pilihan, dan setiap pilihan menanggung resiko. Yg terbaik tentu saja menjalani pilihan kita dgn bertanggung jwb dan menjalaninya dgn suka cita. udh dipilih kok msh ngedumel...tul mak ?
*kiss... ^^
Mak Lusi, tulisan ini menggambarkan kejadian yang emang kadang mbikin gak enak antara stay at home mom sama ibu bekerja tapi gak nge-judge. Saya SUKA~! *lopelope*
ReplyDeleteSaya juga suka ditanyain tentang kegiatan di rumah sama temen-temen yang kerja. Yang mana pas saya ceritain dan kita bahas, sebenernya mah kagak ada mana lebih enak mana gak. Enaknya laen-laen. :D
Sesama ibu masak mau nge-judge sih Kagak asyik ah! ^.^v
suka suka suka :D
ReplyDeleteAssalamu'alaykum mbak, salam kenal. saya suka baca tulisan2nya, tapi jarang ninggalin jejak :-)
ReplyDeletesangat bermanfaat tulisanny Mbak, terima kasih
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji