Tadinya mau saya kasih judul "Kencan Dengan Pak Nazmi" tapi enggak jadi karena tidak ada candle light dinner-nya. Heheheee.... Tidak hanya dalam usaha, dalam kehidupan sehari-hari, kita tak lepas dari bekerjasama dengan orang lain. Ada yang pengaruhnya kurang signifikan sehingga kita sebut teman dan ada yang sangat signifikan sehingga kita sebut sahabat. Sedangkan yang secara ekonomi berpengaruh dalam karya atau usaha, sering kita sebut partner.
Beberapa dari kenalan saya menyebut partner dengan supplier, reseller atau agent, sesuai dengan jasa mereka. Kadang saya begitu juga loh, biasanya karena secara pribadi kurang akrab. Partner sering dihubungkan dengan kepemilikan bersama dalam satu usaha. Jadi sifatnya egaliter. Diluar itu, sebutan mengacu pada jasa-jasa yang disediakan tadi. Bagi saya, asal akrab pasti saya sebut partner. Akrab maupun tidak. Akrab disini bukan berarti sering hang out bareng ya. Masa saya hang out bareng Pak Nazmi. :D
Suasana egaliter membuat suatu kerjasama lebih menyenangkan. Ada pengertian satu dengan yang lain. Rejeki memang tak sama, tergantung ketekunan masing-masing. Tapi setidaknya, dengan situasi yang demikian, kita saling memberi semangat untuk maju. Beda antara "partner" dan penyedia jasa lainnya adalah suasana dalam menggali ide. Rasanya betah sekali berlama-lama mengobrol tentang apa yang bagus untuk kita kembangkan.
Pak Nazmi sudah sering saya sebut di blog ini. Nah, supaya teman-teman tidak penasaran, kali ini saya sertakan fotonya. Biasanya pak Nazmi-lah yang mendatangi saya sambil kerepotan dengan anak-anaknya. Kali ini sayalah yang memaksa datang kerumahnya. Begitulah profil pengrajin Melayu. Beliau dengan tegas mengatakan pada saya, sudah telanjur cinta pada kerajinan. Kecintaan beliau itu sangat didukung oleh sang istri yang seorang pegawai kecamatan. Beliau menjadi bapak rumah tangga, berkarya dirumah.
Sebagai pengrajin kecil dan sudah dua tahun berpartner dengan saya, beliau tidak pernah menyerah untuk menghaluskan dan memperbaiki karyanya. Kualitas dan design yang dihasilkannya sudah amat jauh lebih baik dari pertama kali kami bertemu. Beliau juga sudah bisa membeli berbagai peralatan kerajinan. Namun demikian karena produknya bukan produk premium, omsetnya termasuk kecil karena harga produk yang murah. Alhamdulillah, belakangan ada juga pengrajin songket yang harganya jutaan per lembar, memesan souvenir pula pada beliau untuk tambahan karena tak setiap hari kain tersebut dibeli orang.
Di negeri minyak ini, pengrajin seperti anak tiri saja, kurang mendapat bimbingan. Meski begitu, beliau tidak tetap mencoba jujur, tidak pernah mau merekayasa penghasilannya untuk kepentingan bantuan modal maupun penghargaan-penghargaan. Semoga beliau bisa bertahan lama dengan sikap seperti itu.
Kencan, eh silaturahim, itu diakhiri dengan saya mengacak-acak hasil kerajinannya. Sebagian saya bawa pulang dan saya posting, sebagian untuk persiapan pameran yang diselenggarakan ibu-ibu Salimah tanggal 19-21 April nanti. Karena sudah akrab, cieeeh, pak Nazmi tidak mau menerima pembayaran penuh dari saya. Kata beliau, " Belum laku kok sudah bayar?'
Yo wes, nanti saya lunasi setelah pameran ya, Pak. :D
1 Comments
semua nanti laku banyak ya mbak. Aku intip ladaka lagi ah siapa tau ada yang baru :)
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji