Seorang teman pemilik online shop mengeluh, harus melayani sms bolak balik dari seorang pelanggan hanya untuk membeli 1 item saja. Meski bisa saja tak dilayani karena dalam ketentuan pembelian sudah disebutkan tata caranya, tapi tetap saja dilakukan untuk menjaga nama baik online shopnya. Pelanggan tersebut rupanya hendak memastikan bahwa harga di online shop teman saya itu adalah yang termurah didunia. Wkwkwkkk....
Kalau kata ibu saya, gara-gara harga cabe selisih 500 perak saja, ibu-ibu bisa pindah tukang sayur. Tapi memang demikianlah persaingan dunia usaha. Keras dan tak mau tahu. Kadang konsumen tidak mau capek-capek berpikir bahwa mungkin perbedaan harga juga berpengaruh pada kualitas. Ana rega, ana rupa. Yang mereka tahu adalah jika mereka membayar 100 perak saja lebih mahal dari toko sebelah, berarti mereka telah tertipu. Segitunya? Iya, segitunya. Kecuali konsumen premium tentu saja, yang tidak peduli berapa harganya asal sesuai dengan kualitasnya.
Jadi apa yang dilakukan? Banyak! Pengusaha melakukan berbagai cara untuk mereduksi harga dalam mengatasi persaingan. Masih ingatkah ketika tiba-tiba di pesawat tidak ada makan dan minum? Masih ingatkah ketika menatap geli mbak-mbak pramugari yang cantik menawarkan minuman seperti pedangan asongan karena tidak lagi gratis? Itu adalah salah satu upaya drastis untuk menekan harga. Meski pertamanya agak canggung, tapi lama kelamaan konsumen terbiasa.
Saya dan anak-anak sempat menjadi pengamat cream soup sebuah restoran fastfood. Pertama kali dikenalkan, cream soup ini mengisi penuh wadah cup-nya. Tiap kali kami kesana, dalam selang waktu lama, tinggi cream soup itu selalu berkurang. Terakhir kesana, cream soup itu tinggal separuh cup. Entah nanti jika kami kesana lagi. Kami rasa, wadah itu sudah kebesaran. Itu juga merupakan cara untuk tidak menaikkan harga terkait dengan melambungnya bahan makanan.
Tadi saya membeli bebek hidup dan kemudian disembelih oleh penjual bebeknya tentusaja. Heheheee... Biasanya saya membeli matang, karena mengolah bebek lebih sulit dari ayam, lagipula penjual bebek hidup memang jarang. Saya menghindari bebek dan ayam potong atau yang tinggal masak. Ternyata harganya Rp 40.000. Padahal di rumah makan, harga matang dan utuh berbulan-bulan lalu sekitar Rp 80.000. Nah, ditambah bumbu, bahan bakar dan tenaga kerja, berarti kecil sekali keuntungannya. Lalu apa yang dilakukan? Rumah makan tersebut selalu menjawab habis jika saya minta bebek goreng utuh. Yang tersedia dalam potongan-potongan, yang jika ditotal, harganya selisih banyak dari yang utuh, alias lebih mahal. Mungkin inilah caranya untuk tidak tampak menaikkan harga.
Masih banyak cara lain yang dilakukan pengusaha untuk mereduksi harga. Mereka adalah orang-orang ulet yang banyak akal. Misalnya packaging disederhanakan, pilihan disempitkan, memerinci biaya (tidak lagi lumpsum/total) dan sebagainya. Yang pangsa pasarnya premium pastilah tidak mempertimbangkan itu, penampilan tetap yang utama.
Namun ada reduksi harga yang menurut saya kebablasan, seperti mobil murah itu, yang salah satu tipenya ditawarkan tanpa AC. Tujuan mobil angkutan penumpang berbeda dengan angkutan barang. Mobil angkutan penumpang ditujukan untuk kenyamanan manusia. Bayangkan jika diluar penuh asap atau hujan deras sehingga kaca harus ditutup rapat. Mau sauna berjalan? Mau keplepeken?
2 Comments
mobil tanpa AC yang ada keburu teler ya mbak penumpangnya :)
ReplyDeleteBanyak cara yang dilakukan pedagang agar barang dagangannya bisa dijual dengan harga murah dan terjangkau. Malah pedagang2 makanan kecil itu, berani menambahkan bahan2 yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk makanan. Mereka tidak peduli jika itu berbahaya bagi kesehatan.
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji