Buat saya, naik gunung itu enggak banget. Jangankan naik gunung, ke warung ujung gang saja harus sekaligus lewat waktu mau keluar rumah, jadi tidak terpaksa jalan kaki heheheee.... Tapi, sebenarnya saya hobi sekali jalan ke desa, asal tidak naik gunung. Sekarang ini sih gunung tidak identik dengan pedesaan, banyak yang sudah berubah menjadi kota-kota kecil.
Pengalaman saya yang paling berkesan adalah ketika Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa di Purworejo. Untuk mencapai desa ini, jalanan berliku-liku dan curam. Apalagi jika hujan, sangat berbahaya! Tukang ojek desa tidak lagi menggunakan sepeda motor biasa, tapi yang sudah dimodifikasi seperti sepeda motor yang digunakan untuk rally motor. Bahkan, tukang ojek desa tersebut ada yang menjadi juara rally se kabupaten saking sudah ahlinya melewati medan penuh tantangan tiap hari.
Desa tersebut terletak di perbatasan Magelang dan Purworejo, tepatnya di pucuk Menoreh. Menoreh tampak jelas dari arah Borobudur. Pak Lurah sering bercerita bahwa puncak Menoreh dari sisi desa itu masih bisa didaki, tapi tidak bisa dari sisi Magelang karena konturnya yang tegak lurus seperti tembok. Para pehobi panjat tebing pasti suka deh. Cerita tersebut membuat saya penasaran, pengin lihat.
Maka dipersiapkanlah pendakian sehari, berangkat pagi dan harus sudah sampai di rumah pak lurah pada sore hari karena didesa tesebut belum ada listrik alias tak ada lampu. Supaya bisa berjalan cepat, tidak boleh membawa barang terlalu banyak. Bahkan tidak boleh bawa nasi. Kalau lapar, bisa numpang makan dirumah warga. Beneran mereka baik-baik, tapi adanya nasi dan sayur saja, jarang ada lauk. Atas nasehat teman saya, saya hanya membawa coklat. Kok coklat? Karena kandungan energi coklat cukup tinggi meski tak banyak yang dimakan.
Ketika berangkat, saya melihat adik-adik penunjuk jalan hanya membawa bekal gula aren dan kelapa! Kata mereka, perpaduan gula dan kelapa merupakan sumber energi yang awet, lagipula mudah dibawa, tinggal dikantongi. Ini adalah kearifan lokal yang kelihatannya sederhana tapi terbukti membuat warga desa sehat, kuat beraktivitas fisik, tidak mudah sakit seperti masyarakat perkotaan. Adik-adik itu hanya membawa seperempat bagian kelapa dan setangkup gula aren.
Dari googling saya jadi tahu bahwa gula aren atau palm sugar itu adalah pemanis sehat yang memiliki kandungan vitamin B Kompleks, glukosa, garam dan kalori yang cukup tinggi dengan kadar glisemik gula terendah. Keunggulannya, tidak secara langsung larut dalam tubuh, namun diserap secara perlahan sehingga mampu bertahan cukup lama didalam tubuh. Jadi, itu toh sebabnya mengapa gula aren cocok untuk dibawa naik gunung, yaitu karena mampu melepaskan energi dalam waktu yang cukup lama.
Saat ini sudah ada inovasi untuk membuat gula aren mudah disimpan dan mudah dikonsumsi dimanapun juga. Enggak perlu takut pliket atau belepotan. Contohnya seperti dibawah ini.
Sebelumnya, saya mau cerita dulu tentang gula aren didesa tersebut. Salah satu program KKN adalah melakukan pertemuan dengan warga untuk menyampaikan pengetahuan kami yang sekiranya bisa dimanfaatkan warga. Ketika pertama kali diadakan, kami memilih sore hari yang kami perkirakan merupakan waktu senggang warga. Itu adalah kesalahan karena kami berpikir ala orang kota. Tepat jam 15.00, warga yang laki-laki meninggalkan pertemuan. Kami pun melongo, mengira mereka bosan atau tidak melihat manfaat apapun dari pertemuan tersebut. Selidik punya selidik ternyata mereka pergi ke hutan mengambil peralatan deres yang mereka tinggalkan di puncak pohon aren pagi harinya. Wadah-wadah bambu yang mereka pasang sudah penuh dan dibawa turun untuk diolah menjadi gula aren. Tapi entah mengapa waktu itu saya tidak mencari dan mengunjungi pembuatnya. Melihat hampir seluruh laki-laki meninggalkan pertemuan tersebut, ada kemungkinan desa ini adalah penghasil gula aren yang cukup banyak.
Kembali ke pendakian, puncak Menoreh tersebut diberi nama Banyak Angkrem yang artinya angsa mendekam. Kalau dilihat foto diatas tidak tampak seperti itu ya, tapi kalau dari jauh seperti sesuatu yang mendekam, meski tidak persis seperti angsa. Di desa itu tidak ada jalan konvensional seperti yang kita biasa temui, kebanyakan hanya jalan setapak, jadi kalau tanpa guide susah juga.
Kami berjalan kaki cukup lama, sekitar tiga jam karena bolak balik istirahat ambil napas heheheee.... Ketika semakin tinggi, saya takjub karena sampai ketinggian tersebut dan tidak ada fasilitas umum apapun, masih ada rumah penduduk. Kegiatan mereka siang itu adalah membuat kerajinan anyaman bambu. Sekembalinya dari Banyak Angkrem, mereka mencegat kami (mas dan mbak KKN hihihiii...) dan kami diberi gorengan tempe benguk. Waaah... mantap!
Subhanallah, pemandangan diatas sana sungguh luar biasa. Pandangan lepas sampai jauuuh sekali ke arah Magelang lantaran puncak itu seperti tembok, tidak ada halangan apapun disisi sebaliknya. Yang tampak adalah dataran yang luas. Sayang, kami tidak bisa berlama-lama disana karena harus turun sebelum gelap. Foto? Begini ya, jaman saya dulu belum ada smartphone dan tidak semua punya kamera. Tahunnya rahasia aja deh ya, ketahuan generasi dinosaurusnya ntar.
Kami tiba di rumah pak lurah dengan selamat pas Ashar. Kami langsung ambruk kecapekan, terus tidur deh. Sementara guide kami? Adik-adik tetap bugar dan bersiap untuk mengaji di mesjid. Dan sebagai bukti kedahsyatan gula aren tadi adalah karena adik-adik tersebut masih kelas 6 SD!
Ikutan Menulis Tentang Pemanis Sehat Yuuuuk...
Sumber pendukung:
http://gulaaren.org/gula-aren/
Note: pemenang hiburan.
14 Comments
Terima kasih sudah turut menyemarakkan Lomba Blog Peduli Pemanis Sehat mbak Lusi
ReplyDeleteKalau bisa anchor linknya kasih satu "Palm Sugar" ya... matur nuwun sudah tercatat oleh saya sebagai peserta
Udah kok uncle. Hayo dilihat lagi :))
Deletepernah dneger juga mbk,memang gula aren cocok bt nambah stamina org yg naik gunung,,,sluurrrppptt jadi penasaran sama gula aren cair^^
ReplyDeleteIya, tinggal dikasih cabe + cuka jadilah cuko empek2. Aduuuh kepingin banget ^.^
DeleteTerima kasih atas partisipasinya, Mbak Lusi..
ReplyDeleteSalam hangat
Sama2. Salam hangat mbak :))
Deletesaya juga mendengar bahwa gula aren itu lebih sehat dari pada gula pasir yang biasa dikonsumsi kebanyakan orang.
ReplyDeleteselain itu gula aren juga cepat memulihkan tenaga.
sewaktu dikdas dulu (pelatihan penerimaan karyawan baru) di kantor dulu, kami mendaki bukit cimumput purwakarta, dan dikala kelelahan kami diberi semacam gula merah, namun menurut hemat saya itu gula aren. tenaga kami menjadi cepat pulih & makin semangat :)
yang saya agak bingung, gula aren vs gula kelapa vs gula merah apakah sama ya?
Naaah itu aku juga bingung heheheee.... Kalau gula aren disadap di pohon nira.
DeleteAku juga ada pengalaman serupa Mbak, pas naik gunung dikasih gula aren sama teman. E beneran lho habis makan gula aren badan jadi kuat lagi..
ReplyDeleteApa kabar Mbak Lusi? :D
Oh, berarti bener ya. Alhamdulillah kabar baik. Semoga ada yang sponsori kita naik gunung bareng ya :D
DeleteAku baru tau loh...
ReplyDeleteWah enak juga ya kalau begitu.
Iya heheeee
DeleteAku mau dong di kasih gulanya mbak...sukses GA nya mbak Lusi.. wah ternyata pernah ke Purworejo juga ya mbak..
ReplyDeletePemanis itu memang diperlukan mba utk pendakian. katanya sich buat penetralisir saat hiportemia mulai melanda, tapi gula aren dengan kemasan seperti itu sepertinya cukup praktis ya :D
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji