Photo by Bernard Hermant on Unsplash |
Teman saya, seorang pemilik perusahaan kontraktor bersyukur bahwa diawal pekerjaannya dulu setelah lulus kuliah, sempat menjadi seorang salesperson. Produk yang dijualnya pun sembarang, termasuk MLM yang ngehit saat itu, Amway. Prinsip dia waktu itu adalah pokoknya kerja, tidak boleh menganggur seharipun karena waktunya sudah berbalik untuk meringankan beban orangtua. Buah dari kegigihannya itu dirasakan sekarang ketika mencari kontrak bagi perusahaannya. Semangat yang tak pernah putus untuk mencari peluang membuatnya sukses, bahkan bisa mempekerjakan teman-teman lainnya.
Seorang top manager perusahaan wajib menguasai bidang ini. Pernah lihat serial The Apprentice? Pada babak awal selalu diberi tugas menjual dan hanya menjual sampai pertengahan episode. Baru setelahnya diberi proyek yang memerlukan konsep marketing. Bisa dilihat bagaimana pentingnya salesperson. Dialah tulang punggung sebuah usaha.
Beda salesperson dan marketer itu apa sih? Definisinya beragam sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Diskusinya bisa dilihat di www.linkedin.com ini. Mungkin secara garis besar bisa saya tarik kesimpulan bahwa seorang marketer adalah konseptor, sedangkan salesperson adalah eksekutornya. Si marketer adalah pembuat pancing yang sesuai dengan karakter sungai dan ikannya, salesperson yang pergi ke sungai tersebut. Salesperson akan pulang membawa ikan untuk dimasak bagian produksi. Hihihiiii... harap maklum analoginya tidak jauh dari makanan.
Lalu mengapa banyak salesperson bikin jengkel calon konsumen? Seorang salesperson sebenarnya tidak hanya perlu ngotot dan nyerocos, tapi juga perlu kecerdasan sosial. Gampangnya, mengerti etika. Sudah lama saya ingin menulis ini tapi segan, takut menyinggung, karena dua pihak yang menjadi tokoh tema ini adalah teman-teman saya juga. Pihak pertama adalah calon konsumen yang sebel tersebut. Pihak kedua adalah teman-teman saya yang sedang berjuang menjual produknya. Namun akhirnya saya tidak tahan dipicu oleh peristiwa keterlaluan beberapa hari lalu.
Ceritanya saya menumpang sholat di mushola Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru. Mushola cukup ramai karena memang waktunya sholat dhuhur. Di pojok belakang duduklah dua orang salesperson sedang menyerocos menerangkan bantal leher kepada ibu-ibu yang sedang duduk disana. Tentusaja suaranya sangat menganggu karena mushola itu kecil saja. Dari segi coaching, trainernya berhasil karena salesperson itu tenang luar biasa meskipun saya pelototi. Tapi dari segi etika, saya kira, siapapun yang sedang berusaha khusyu' beribadah akan marah.
Lain waktu seseorang add friend saya di facebook. Karena mutual-nya banyak, akun tersebut langsung saya confirm. Bukannya kenalan dulu, say hi atau assalamu'alaikum, saya langsung mendapat inbox yang isinya mau mengajari saya "bisnis". Inbox tersebut tidak saya jawab sama sekali. Semoga dia mengerti bahwa cara tersebut tidak dapat saya terima karena tidak etis. Tapi kami tetap berteman karena satu komunitas. Memang banyak salesperson yang menggunakan komunitas untuk menambah jaringan. Saya kira itu tidak apa-apa asal dia bisa mengikuti tata tertib komunitas tersebut dan mengerti etika.
Selain itu masih banyak hal lain yang mengganggu, misalnya mencegat dan mengejar-ngejar di mall, broadcast di BlackBerry, pura-pura test contact BlackBerry padahal cari perhatian supaya kita memperhatikan profile picture-nya, tidak bisa menerima "tidak" ketika dibukakan pintu, tag iklan suka-suka dan sebagainya.
Jika melihat akun-akun motivator, sebenarnya kita bisa menemukan dua jenis motivator juga, yaitu motivator yang selain menularkan semangat juga mengajari membaca situasi dan motivator yang hanya mendorong intensitas alias hajar terus.
Banyak lo teman saya yang terus-menerus berpromosi tapi kesannya enggak nyebelin, malah seneng aja seperti melihat iklan TV, tidak mengganggu sama sekali. Itu gabungan antara bakat dan kecerdasan sosial. Kalau saya masih belajar karena dasarnya memang tidak punya bakat, hanya suka berteman dan kebetulan ada peluang. Nanti kalau saya sudah dapat ilmu dari mereka, akan saya share lagi disini dan kita sama-sama berlajar, ya. :D
9 Comments
Menyimak Mak.
ReplyDeletesebetulnya saya orang yang kadang gampang terpengaruh sama salesperson. Kalau cara promosinya gak enak, saya juga cepet bete sama tuh salesperson. Begitu juga sebaliknya :)
ReplyDeleteOke
ReplyDelete*ih komen apa ya pendek amat hihi*
Sy ingat waktu masih di Minas. Lagi bobo siang, tiba2 di datangi saleswoman asuransi yang langsung nyerocos. Karena baru bangun dan masih pening, kesadaran belum balik 100% ya langsung saja saya tolak :D
Banyak tuh yang suka datang pada waktu2 tidur siang. Emak2 macam kita yang seharian sudah "banting tulang" dengan PR yang menumpuk kan biasanya mau leyeh2 dulu, eeh didatangi mereka mana mau beli, pasti langsung defensif. Antibodi langsung menyuruh menolak mereka.
Ada juga yang promo peralatan kompor gas dengan mengatakan di rumah A tabungnya meledak karena pakai peralatan yang buruk, di sana juga meledak. Intinya, di mana2 meledak deh kalo gak pakai peralatan yang dia jual. Eeh, sama ibu saya langsung deh dia diamuk. Ibu saya stres mendengarnya :D
Mungkin buat mereka itulah kegigihan dan itulah jam kerja ya. Tapi yang mereka datangi kan orang yang sedang butuh istirahat pas saat mereka sedang bekerja. Mereka memang msh banyak yang harus belajar.
Iya emang nyebelin kalo ketemu orang yang asal jual barang tanpa menjaga aturan main :)
ReplyDeleteMungkin juga itu trik menjual agar laris, meski bikin bete.
Wah, padahal salesperson itu harusnya tahu kalau di masjid tidak boleh terjadi transaksi jual beli kecuali membayar hutang.
ReplyDeleteada banyak yang add aku di fb mbak, setalah aku lihat mutualnya banyak aku confirm, eh gak lama menawarkan MLM :)
ReplyDeletewaktu masih kuliah, saya kerja sampingan jadi wiraniaga di toko souvenir salah satu mall di Bandung. Disana diajarin cara jualan yang gak 'ganggu', daripada heboh nawarin barang dagangan, saya nyapa dulu, nanya kebutuhannya apa, ngajak ngobrol (kalo orangnya keliatan suka ngobrol). kalo mereka ga tertarik, ga saya desak2 harus beli.
ReplyDeletewah, coba sambil saya inget2 dikit , nih. hehehe
ReplyDeletepertama-tama sikap badan. kalo ada yg datang ke toko, saya ga boleh duduk, tapi harus berdiri. ngeliatin antusias.
kedua, gak boleh ngintilin. cukup ngamatin aja dari jarak yang 'aman', biar pembeli ga ngerasa diikuti.
ketiga, kalo ada tanda2 orangnya mau bertanya baru kita samperin sambil nyapa duluan.
keempat, kalo ga ada pertanda, samperin aja sekedar menyampaikan kalo dia butuh bantuan. misalnya nyari produk apa, ukuran berapa, warnanya apa. tapi tetap ambil jarak.
kelima ajak ngobrol. cari celah dimana kita bisa bikin pendekatan secara personal. Misalnya tinggal dimana, kerja dimana, atau kalo dia pake kaos identitas tertentu saya suka iseng2 sok tau juga sih berasa kenal hahaha :D yg penting membatasi diri buat ga banyak ngomong berlebihan.
keenam, ga sok tau nawar2in barang tanpa tau apa yang dia mau. ini yg paling penting nih.
ketujuh, bisa jawab kalo dia nanya bagusan warna yg mana. soalnya rata2 penjual suka jawab 'dua-duanya bagus kok'. alhasil yg mau beli bingung sendiri. jadi saya, sebagai pegawai, juga dikasih tau pengetahuan tentang warna kaos (waktu itu produknya kaos yg kebanyakan laku) yg cocok dengan pribadi orangnya.
kedelapan, bisa berteman dengan pembeli. ngegambarinnya gimana ya, mungkin bersikap ramah tapi ga textbook bgt ngomongnya kayak sales asuransi atau mobil atau bank. Santai aja, kayak ke temen yg penting sopan.
apalagi ya, saya lupa2 inget nih. hahahaha. moga2 ga salah nulis euy :D
ahaha.. pengalaman jadi salesperson beberapa bulan lalu, pameran franchise di balai kartini, dari tiga hari pameran aku cuma dapet pegel karena seharian lebih banyak berdiri. hmm... ya, jadi sales person kudu cerdas sosial emang. seperti beberapa teman saya yg dengan gampangnya 'klik' dan closing. dapet deh komisi. :D
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji