Hari Sabtu kemarin datang kembali ke kompleks Taman Budaya Yogyakarta (TBY) untuk ikut workshop yang diadakan Yogyakarta Gamelan Festival. Di twitter sih infonya jam 14.00 tapi disana masih sepi dan diminta datang kembali jam 15.00. Waktu sejam saya gunakan untuk jajan (lagi) di Pasar Kangen Jogja yang berada dalam satu halaman. Sambil jajan, saya melihat atraksi hari itu, Jathilan Krido Manunggal Kulonprogo.
Untuk jathilan live, saya baru nonton hari itu. Sebelumnya, beberapa kali nonton reog. Puncak atraksi tersebut adalah kesurupan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Nah, berikut jalannya jathilan tersebut. Yang manja, penakut apalagi jantungan, jangan nonton ya. :D
Jathilan dibuka dengan panari-penari perempuan diiringi gamelan, ditambah drum. Mungkin maksudnya modernisasi biar lebih seru suaranya. Bunyi gamelan dan gerakan tarian terdengar monoton, mungkin untuk menjaga tempo atraksi. Tarian ini berlangsung cukup lama dan selama itu para penari membelakangi penonton. Setelah itu diteruskan oleh penari laki-laki yang memainkan kuda lumping. Inipun bunyinya monoton dan cukup lama, tapi tidak selama yang perempuan.
Para dukun / pawang terus mengawal dan mengamati. Yang terlihat ada tiga pawang, 2 laki-laki dan 1 perempuan. Sepertinya ketuanya yang sudah sepuh pakai kacamata itu. Sedangkan ibu-ibu itu tampaknya berperan sebagai pengasuh atau perawat. Beberapa kali beliau tampak mengecek kondisi para penari, baik merapikan baju penari, maupun memeriksa kondisi badan penari apakah ada yang luka.
Naga-nagaan ini awalnya menari kesana-kemari, lalu ndeprok di pojokan yang sangat panas. Lama-lama mereka pun tepar. Perlahan tempo gamelan meningkat.
Keadaan kacau ketika memasuki fase trance. Para penari kuda lumping menerkam naga-nagaan tadi. Kasihan juga sih, naganya cuma 2, penari kuda lumpingnya 6. Para pawang segera bertindak memisahkan. Terjadilah pergumulan didekat panggung. Sang pawang berusaha keras menggiring para penari ke pojokan. Di pojokan tersebut telah disiapkan sesajen. Sepertinya mereka memakannya. Lalu sang pawang menari bersama si penari sambil pelan-pelan berdiri. Itulah yang disebut, ndadi. Meski trance, dalam kondisi tersebut penari manut kepada pawang, tidak main terkam saja seperti tadi. Kemudian tempo gamelan diturunkan, atraksi yang serem-seremnya dimulai.
Untuk atraksi seremnya, apakah makan beling atau ngupas kelapa, saya tidak tahu, karena harus segera menuju gedung sebelah untuk mengikuti workshop. Terakhir saya lihat sih saling pukul dengan bilah bambu. :)
Saya sudah googling ternyata semua atraksi ini ada maknanya, yang menyiratkan kehidupan kelas pekerja, termasuk mengapa gamelannya harus monoton. Tapi tentang kebenarannya harus saya crosscheck dulu.
3 Comments
Kalo aku ngeri banget liat beginian mak. Melipiiirrr deh. *tapi sempatin komen*
ReplyDeleteAku ngeri lihatnya mak. Kemarin aku di deket yang makan bunga. Sisi barat panggung.
ReplyDeletegak bisa bawa anak2 kecil ya kalau nonton atraksi seramnya
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji