Adakah ibu-ibu pengunjung blog ini yang punya kisah balada kurang piknik?
Bagaimana perasaan ibu-ibu melihat foto-foto kece teman-teman blogger traveller? Sedih? Mupeng? Pengin rasanya meninggalkan semua dan nyusul teman-teman itu kan? Heheheee.... Tak semua ibu punya kesempatan untuk bebas bepergian. Tiap-tiap keluarga telah membuat komitmen yang berbeda, sehingga ada yang bisa bolak balik bepergian, ada yang nyaris tak pernah pergi kemana-mana. Yaaa paling-paling mudik doang. Hihihiii.... Dan komitmen itu tidak melulu terhadap keluarga sebagai ibu rumah tangga, tapi termasuk terhadap pekerjaan atau kegiatan sosial lainnya. Contohnya polwan, dokter, pengasuh panti asuhan, dan sebagainya. Terus gimana dong? Terima nasib aja?
Ya iyalah, terima nasib aja. Mau menggugat siapa coba, kan sudah komitmen? Yang penting, hal itu tidak boleh membuat ibu-ibu yang jarang bepergian ini jadi nyebelin, nyinyir, suka nyindir, seperti stereotype olok-olok yang sudah telanjur ditempelkan pada mereka yang kurang piknik.
Ibu-ibu kurang piknik yang saya kenal kebanyakan malah santai dan hangat lo.
Atau mungkin kebetulan saya memilih teman-teman yang menyenangkan saja ya? Makanya pandai-pandai pilih teman. Jangan pilih yang bikin kemrungsung. Heheheee....
Dari obrolan dengan sesama ibu-ibu, kami menduga, bukan kurang piknik yang membuat seseorang jadi nyebelin, tapi kurang fleksibelnya menempatkan diri dalam pergaulan sosial media yang berasal dari berbagai macam latar belakang dan hobi. Meski sebenarnya itu bisa terjadi pada siapa saja, anggapan kurang piknik yang membuat seseorang bagai katak dalam termpurung sudah telanjur ada.
Jadi harus bagaimana?
Tidak Pergi Bukan Berarti Tidak Tahu
Tak semua orang suka ngobrol atau berbagi cerita. Namun seandainya harus bicara, bahan-bahan percakapan akan lebih kaya jika kita banyak membaca (dan juga browsing). Sumber bacaan yang beragam akan membuka cakrawala kita sehingga memberikan banyak pilihan agar bisa berkomentar lebih adil dari berbagai sudut pandang.
Harus kita akui bahwa bepergian akan meningkatkan kemanusiaan kita karena lebih banyak yang akan kita lihat, dengar dan rasakan. Sesuatu yang sudah kita yakini sejak lama, bisa berubah ketika kita berada dalam posisi yang berbeda. Tapi jika komitmen sudah diucapkan dan membuat ibu-ibu tak bisa bebas piknik, cari cara agar kita tetap bisa tahu banyak hal. Selain membaca seperti diatas, gunakan pula grup-grup untuk berdiskusi (jangan gosip melulu). Seseorang yang terlatih berdiskusi akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri, diantaranya mengendalikan keinginan untuk nyinyir.
Tak Perlu Memikirkan Masalah Domestik Orang Lain
Dulu saya pikirin banget lo, gimana caranya ibu-ibu lain bisa sering bepergian, sedangkan saya mau datang ke event yang jarang aja kudu ribet ngatur ina inu. Dari ngobrol di grup chat, saya jadi agak mengerti bagaimana seorang ibu dengan 4 anak bisa bepergian sendiri lebih sering dibandingkan saya. Beliau sudah mempersiapkan dan mengkondisikan keluarganya sejak awal menikah. Detilnya tak perlulah saya ceritakan, apalagi itu cerita eksklusif. Gaya heheheee.....
Intinya, apa yang menurut kita mustahil, bisa saja dilakukan oleh orang lain. Jadi, daripada berpikir tentang "bagaimana", lebih baik nggak usah dipikirkan karena tidak ada pengaruhnya terhadap diri kita. Jikapun seandainya kita tahu "bagaimana"nya langsung dari cerita orang tersebut, belum tentu juga kita bisa menjalaninya.
Lingkup Kecil Tidaklah Buruk
Lingkup kecil tidak selamanya buruk. Yang buruk adalah sudah lingkupnya kecil tidak mau membuka diri pula. Lingkup kecil seringkali malah membuat kita lebih menghargai peran orang-orang disekitar diri dan rumah kita, bisa fokus berkarya dan punya banyak waktu untuk ibadah.
Lingkup kecil itu bukan berarti tak bisa menjangkau ujung-ujung dunia juga (ah dimanakah itu), karena internet sudah bisa menghubungkannya. Meski tak bepergian, kita bisa mengenal New York, Jepang, Perancis, Madagaskar, Maluku, Papua dan sebagainya. Memang sensasi dan kesannya akan jauh berbeda dibandingkan dengan datang sendiri kesana, tapi setidaknya kita paham bahwa dunia itu berjuta-juta kali lebih luas dari yang kita hadapi sehari-hari. Karenanya, kita akan berpikir berkali-kali jika melontarkan pendapat dari sudut pandang yang sempit.
Lagipula, sering bepergian tidak serta merta mampu membuat seseorang lebih bersyukur dan rendah hati. Itu juga dipengaruhi oleh karakter, pondasi akhlak dan pengalaman hidup orang tersebut.
Bahagia Dengan Komitmen
Apapun komitmen yang kita buat, apakah boleh sering-sering piknik atau malah nggak bisa piknik sama sekali kecuali Lebaran, yang penting kita harus bahagia menjalaninya.
Kalau masih mengeluh saja, kerepotan bla bla bla, berarti kita salah membuat rencana masa depan atau malah terpaksa. Jika demikian, berarti komitmen tersebut harus dibicarakan lagi dengan pihak-pihak yang terkena dampak dan tanggung jawabnya.
Orang yang bahagia dengan pilihannya tidak akan sempat menyinyiri pilihan orang lain karena baginya hidupnya sudah cukup, tak perlu menggugat orang lain untuk mengikuti jalan pikirannya agar kebahagiaannya terpenuhi. Bentuk bahagia pun tak harus berupa foto keliling dunia atau foto seperti iklan keluarga berencana (KB), karena ukuran bahagia seseorang itu berbeda-beda. Tak jarang saking bahagianya malah sibuk menikmatinya bersama orang-orang tercinta, tak sempat di share.
Hidup yang menyenangkan itu jika kita mampu bersikap adil pada semua pihak. Meski kurang piknik sering dihubungkan dengan sikap nyinyir, ibu-ibu yang kurang piknik dalam artian harafiah tak perlu berkecil hati. Tak perlu pula membuktikan bahwa tidak semua ibu yang kurang piknik itu kurang wawasan dan tidak punya kecerdasan mental. Jiwa yang tenang itu privilege. Pengin punya privilege itu nggak?
18 Comments
Ah, saya senang baca postingan ini. Walau belum jadi ibu-ibu tapi seringkali lihat teman yang suka insecure karena gak bisa ke mana-mana karena sudah berkeluarga. Memang kalau sudah menikah (apalagi punya anak) berarti harus sudah siap komitmen dan bisa menerima kenyataan yang ada. Semangat ya mbak. Nanti kalau anak-anaknya udah gede bisa jadi anaknya yang bawa mbak jalan-jalan. ^^
ReplyDeleteSaya jarang piknik mak, tapi saya bahagia :) heheeh
ReplyDeleteAku kurang piknik huhuhuhu
ReplyDeleteTapi kalo sumpek jalan2 ke alfamart saja aku seneng minta ampun mba :")
Setuju banget Mbak Lus, bahwa kurang piknik tak harus membuat diri kita nyebelin, suk nyindir, dll. Karena tak semua yg suka piknik juga punya perangai menyenangkan. Seseorang yg menarik, menurut saya,adalah yg mau mendidik dirinya sendiri. Pandai menempatkan diri dalam pergaulan dan berwawasan luas. Dan ya, itu semua bisa didapat lewat bacaan. Gak harus pergi piknik ke tempat jauh...
ReplyDeleteAku dong, sering piknik. Di rumah. Hehehe
ReplyDeleteAtuhlaaaah...
ReplyDeleteAku jua pikniknya paling banter cuma ke Indomaret atau ke MTC doang siiih bhahaha...
Aku pun kalo mau hadir ke suatu acara gak bisa dadakan mbak, soalnya harus ngatur supaya anak2 gak pada terlantar & luntang lantung...halah...
Aku kurang piknik, Mak.
ReplyDeleteHahhahaha, aku nyante maaaakkk. Aku sadar dan tau, tiap orang itu seni mengatur keluarganya beda2, ga bisa disamain.
Dan, aku menghormati semua keputusan mereka, mau kurang piknik ato enggak.
Yeayyyy Madagascar disebut!!! Jarang2 soalnya ^^d
ReplyDeleteAku kurang piknik nggak ya? Kalau lagi beririt sihhh paling cari 'piknikan' yang dekat dan gratis, cuma jalan-jalan di seputaran rumah, mbagi senyum sama siapa aja walau nggak kenal.. atau baca-baca novel yang bikin terhibur. Kalau ada dana dan waktu yahhh senang juga sih jalan2 ke tempat yang lebih jauh. Tapi piknik atau enggak, aku nggak nyinyir kok, beneran!
Iya itu tertulis karena ingat dirimu. Kalau bukan krn postinganmu, taunya madagascar yg film kocak itu :D
DeleteAku kebanyakan piknik nih, ke pasar dan ke Jakarta :D
ReplyDeleteTapi aku biasa aja tuh, malah capek.
#opohubungan'e
*timpuk mak indjul pake kutang berlian
DeleteIh, postingannya mewakili banget nih. Iya, saya juga kurang piknik. Awanya kalau lihat teman-teman pada post foto pergi ke sana ke sini aduuhhh iri banget. Tapi saya pikir, mereka itu piknik pake uang sendiri apa ngutang? Ujung-ujungnya nyekik *loh ??
ReplyDeleteKalau saya ada kalanya kebanyakan piknik ada saatnya kurang piknik. Sebenarnya istilah kurang piknik ini karena kebanyakan mikirin hal yang nggak penting jadi sensitif #IMHO :D
ReplyDeletetul...kadang nyinyirnya ituloh mak yg nggak nguatin...nggak usah nyinyir kan mereka bisa ya...bersikap adil ramah senyum dan weslah,,,,semua orang pasti ada kekurangannya :)
ReplyDeleteAku piknik biasanya kalo liburan sekolah saja, piknik ke rumah ortu hihi :D
ReplyDeleteTau nggak Mbak, saya sering sekali menggerutu dalam hati setiap kali ada event yg tidak bisa saya hadiri
ReplyDeleteBelum lagi kotanya jauh, kota yang dekat saja, saya masih harus mengalah dengan prioritas utama (anak dan rumah tangga)
Bahkan saya selalu merasa ibu-ibu lain di sana seperti enak banget hidupnya karena bisa wara-wiri dari satu event ke event lain
Tetapi
Saya akhirnya menyadari bahwa inilah yang terbaik buat saya
Cukup menghadiri event yang semampu saja (dan tidak ngoyo sampe anak dan rumah terlantar)
Dan bersyukur karena semua pasti ada maksud dari Tuhan sehingga saya berada di posisi ini
Well... curcol deh, hihihi
*Saya sangat butuh piknik, sekalipun itu hanya ke taman atau alun-alun*
wah postingan ini menenangkan, tidak memberatkan kedua kubu hehe, saya kurang piknik juga engga, seringnya ke gunung gitu sih itu bukan piknik, alhamdulillah dekat ortu jadi bisa nitip anak pas ke gunung *dikeplak sendal rame2* saya tiap hari sudah piknik soalnya ke sawah mulu mbak
ReplyDeleteSetuju banget mak...saya tidak pernah nyinyir dengan keadaan orang lain, orang lain punya cara sendiri dalam mengelola hidupnya, demikian saya, jadi buat apa mikirin urusan orang hehehe...kalau urusan piknik atau enggak saya tidak terlalu meributkan, meski kadang piknik itu penting tapi kenyamanan keluarga jauh lebih penting
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji