Setelah postingan serius tentang gen Z, persoalan prapatan alias perempatan di Jogja ini bisa untuk meredakan keseriusan meski sebenarnya penting juga.
Dua ibu ini tidak mau maju karena sedang ngiyup. Asik juga sepoi-sepoi sambil ngobrol. |
Dibelahan dunia sana, tepatnya di kota Jakarta, Bandung dan Solo, telah disosialisasikan tentang yellow box junction (YBJ). YBJ ini dijadikan sebagai semacam kotak pengontrol kepadatan. Jik sedang antri di lampu merah, pengendara tidak boleh maju dan masuk kedalam kotak. Jika lampu hijau, tapi di kotak tersebut masih ada kendaraan, kitapun tidak boleh maju. Meski prakteknya kalau nggak segera terbang di detik pertama lampu hijau, pasti di belakang kita akan klakson-klakson memaksa kita segera bergerak. Semoga sosialiasinya digencarkan ya, karena maksudnya bagus.
Di Jogja belum menemukan YBJ. Sebabnya entahlah mengapa belum dibuat di Jogja, padahal sebagai kota pelajar mestinya masyarakat lebih mudah diedukasi.
Sambil menunggu hadirnya YBJ, yuk kita simak apa yang unik di perempatan atau prapatan (bahasa Jawa) di Jogja.
Ngiyup atau Berteduh
Suatu kali saya jalan terus di lampu merah karena belok kiri. Ketika melintasi pinggir antrian untuk belok ke kiri, saya heran melihat bagian depan kosong. Biasanya kan berdesakan didepan nggak peduli ada kotak di cat hijau untuk sepeda, bahkan maju sampai depan zebra cross. Area kosong itu sekitar 2-3 meter di belakang zebra cross. Ajaib!
Ketika melirik dari kaca spion sambil belok, barulah saya mengerti, mereka semua ngiyup atau berteduh dari sengatan matahari sambil menunggu lampu merah berganti hijau yang kadang mencapai 2 menit lamanya. Di bawah pohon yang tegak di median jalan itulah, mobil dan motor rapi mengantri ke belakang. Kalau motor ngiyup itu wajar ya. Tapi mobil bagus yang ada ACnya? Hmmm mungkin takut catnya cepat kusam karena nggak pakai sunscreen.
Maunya Paling Depan
Ini dimana-mana ada ya, nggak cuma di Jogja. Pengendara yang maunya paling depan. Biasanya satu pengendara akan membuat pengendara lain ikut-ikutan berhenti didepan zebra cross. Namun, selalu ada yang paling depan seorang diri. Seperti tak mau kalah, pokoknya dia pemimpinnya. Bahkan jika perempatannya cukup besar, dia bisa nyaris ditengah-tengah perempatan. Entahlah mengapa begitu. Mungkin dia mengidap sindrom juara, maunya juara terus, paling depan. Tapi jangan coba-coba seperti itu di simpang taman parkir Abu Bakar Ali, ya. Polisinya disitu galak-galak, eh bukan galak ding tapi disiplin. Bisa kena marah atau kena tilang.
Salip Dari Segala Jurusan
Umumnya orang mau belok kanan akan berhenti di kanan, mau lurus berhenti di tengah. Tapi itu selalu ada orang-orang yang hobi menyalip di tikungan seperti Michael Schummahcer (Bagaimana kabarnya, ya? Mereka ini (pengendara sepeda motor dan mobil) bisa menyelip dan menyalip dari mana saja. Paling umum mengincar dari sisi untuk "belok kiri jalan terus". Di jalur itu dia akan super pelan sambil menunggu hitungan mundur lampu merah sehingga menghalangi arus belok kiri. Begitu lampu hijau, dia bisa lo dari kiri tiba-tiba kasih sign mau belok kanan. Ngeselin yang sudah antri rapi dan juga bahaya.
Kendaraan Tak Bermotor
Di Jogja masih banyak sepeda, becak dan andong. Karena merasa selalu kalah dengan kendaraan bermotor, kadang mereka tidak mempedulikan warna traffic light. Patokan mereka adalah kondisi sepi di tempat yang sedang lampu hijau. Mereka memperkirakan dari arah lain tidak akan ada kendaraan karena tidak ada yang antri. Lalu mereka menyeberang. Ini sangat berbahaya karena pernah ada yang ketabrak karena kendaraan dari arah lain dipacu dengan kecepatan tinggi untuk mengejar lampu hijau.
Nyuri Detik
Ini sangat menjengkelkan, tidak mencerminkan pengguna jalan yang baik. Jadi, yang berada di posisi merah seringkali mencuri detik dengan berjalan lebih dulu sekian detik sebelum lampu hijau menyala. Sebaliknya, meski lampu sudah merah, pengemudi bandel ini malah tancap gas karena menurutnya, ada beberapa detik sebelum lampu merah menyala. Hasilnya, macet total di perempatan karena semua maju..
Sajen
Pernah melihat sajen pas ditengah perempatan di Jogja?
Kalau belum, berarti anda belum beruntung. Meski tak seheboh di Bali, orang Jogja juga mengenal sajen atau sesajian. Saya sudah beberapa kali melihatnya. Yang diletakkan sebagai sajen, antara lain berbagai ketan, urap dan makanan lainya. Isi sajen tersebut diletakkan dalam satu wadah dihiasi dengan janur. Nggak menganggu kok. unik saja.
Pengamen, Pengemis dan Pengasong
Dilema yang pernah terjadi itu ketika uang pas-pasan, tidak butuh koran, lalu datanglah pengemis tua dan loper koran. Pengin ngasih pengemis tapi kok terasa tidak adil bagi si loper koran yang sudah bekerja. Di perempatan dalam kota umumnya terdapat loper koran, pengemis dan pengamen. Sedangkan pengasong agak keluar kota. Kalau malam, barulah bencongnya keluar. Tapi di Jl Adi Sucipto ada pula bencong siang. Meskipun tidak memberi tidak apa-apa, tapi tampilan intimidatif mereka bikin takut juga.
Bersabarlah ketika sedang berada di perempatan atau prapatan di Jogja karena sebenarnya ramainya hanya di waktu-waktu tertentu, terutama jam 6.30 - 07.30, 16.00 - 17.30 serta hari libur. Jam lain biasa saja. Namun ada yang unik, yaitu jika hujan, orang-orang malah seperti tumpah ruah di jalan, bukannya berteduh. Akibatnya bisa macet total karena mencuri detik seperti diatas. Selamat menikmati Jogja.
24 Comments
Belum pernah ke jogja ;)
ReplyDeleteMasa? Ayo kesini
DeleteBekasi kacauu,,,yg jago selap selip yang nguasai jalan. Paling sebel nglawan arus
ReplyDeleteselalu ada yg anti mainstream doh
Deletewah kalok ngeliat sajen di tengah jalan, hawa jadi merinding akuh hihi
ReplyDeleteAda fotonya, tapi blus, nggak jadi aku upload
DeleteYang ngiyup itu saya tau banget Mak. Bingung sih, terus aku ngakak. Nggak taunya waktu dibonceng temenku, dia melakukan hal yang sama :)))
ReplyDeleteIya, lucu juga lihatnya. Kalau panas aja pd rapi ngiyup
DeleteBenci banget lah kalo ada yg jalan2 pelan2 gitu tetiba ngasih tanda mo belok kiri. Suka aku klakson keras klo lg bete.
ReplyDeleteEh sajen di peeempatan..semarang juga masih ada kya gtu mbak
Main potong gitu kalau kita nggak siap, ntar drama deh kalau ketabrak
Deletebaru tahu tentang sajen, dulu waktu aku di Jogya, belum ada sajen...
ReplyDeleteNggak lihat aja, ini kan tradisi nenek moyang, bukan adanya baru sekarang :))
DeleteEntah napa, aku kok gak kapok ke yogya berulang kali. Kemarin itu sebulan aja ampe empat kali, saking cintanya kayaknya ya, hehehe
ReplyDeleteKarena memang ngangenin :))
Deletesaya termasuk yg suka ngeyup kalau lg panas
ReplyDeletebukan sajen, mungkin kembar mayang orang mantenan itu mb
Kembar mayang juga ada. Kalau sajen tergantung acaranya. Aku pernah disuruh naruh sajen waktu ada yang sakit.
Deleteaiihh, banyak persoalannya ya mbak lus di prapatan jogja, dan unik, ada sajennya segala
ReplyDeleteIYa nih, pengamat prapatan yg kurang kerjaan wkwkwkk
Deletewaduh aku diingatkan mbak lusi nih kalau pas lampu merah jangan nyuri detik dan mendahului ehhe, suka gak sabaran soale mbak
ReplyDeleteSelain diklaksonin dr belakang juga kan disuruh cepet. Aku ngeyel, kalau blm ijo blm jalan
DeleteOh iya saudaraku yang di Solo juga bilang tentang YBJ itu.
ReplyDeleteKalo di perempatan memang suka sebel kalo ada banyak pengamen, ada juga itu yg bawa botol sabun cair, main semprot kaca mobil aja, atau bawa kemoceng, ujung2nya minta duit.
Iya, kan gak jelas itu cairan apa, kemocengnya bagaimana, ntar malah baret2
DeleteJarang sih liat ada sajen di prapatan, tapi pernah liat sekali di prapatan tukangan...
ReplyDeletemaunya didepan supaya lampu hijau langsung negbut ya, padahal kan antri juga sama aja
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji