Seharian ini adalah perjalanan yang sangat random tapi penuh kontemplasi bersama teman saya ke beberapa pengrajin, sampai tidak tahu ada serangan teroris di Jakarta.
Sebelum cerita, saya ingin menyampaikan simpati kepada para korban dan terima kasih kepada kepolisian RI serta dukungan kepada bangsa Indonesia yang pemberani. Semoga kedepannya kita lebih waspada dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Ceritanya seharian ini kencan dengan teman saya, seorang pengusaha wanita yang sudah malang melintang di ekspor kerajinan tangan. Kencan ini memang saya inginkan, karena sejak menutup outlet di mall dan pikiran terokupasi oleh masalah lain, saya jadi kurang kreatif, hanya mengandalkan pelanggan-pelanggan made to order. Saya berharap kencan ini menginspirasi saya. Sekedar ngobrol soal kerajinan pun sudah membuat saya sangat senang.
Persoalan Order Entah
Jadi kami mendatangi seorang supplier tas, sebut saja mbak Mawar. Tepatnya mengantarkan teman saya mengambil pesanan sebanyak 20 tas. Motif tasnya bagus, pengerjaannya juga bagus. Hanya saja bahannya memang bukan bahan premium untuk menekan harga semurah mungkin karena akan digunakan sebagai gift. Lalu saya bertanya pada mbak pemilik kios.
Saya: Ini bahannya apa mbak?
Mbake: Bahan jok, mbak.
Saya: Apik yo.
Mbake: Tapi saya nggak tahu bahane masih ada apa nggak yang seperti itu di toko. Biasane susah dibaleni.
Saya: Wooo. Kalau saya bawakan bahan sendiri, minimal order berapa?
Mbake: Itu juga susah mbak. Wong penjahite itu sak penake dhewe. Kalau mbake mau, ya seadanya yang disini saja.
Kelihatannya lucu tapi ini persoalan nyata bagi penjual garda depan seperti saya. Penjual seperti saya tidak suka diberi batasan. Kalau ngeblast ya seluas-luasnya. Tapi sayang, ketika sudah nemu produk bagus dan kita tawarkan kesana-kemari, seringkali malah dari pengrajinnya yang tidak siap.
Saya dan teman saya itu sudah menganggap hal seperti ini sebagai masalah klasik yang entah kapan tidak terdengar lagi. Kami hanya tertawa-tawa, lalu menyelesaikan persoalan mbulet itu dengan makan soto.
Mbak, Aku Dijothak
Percayalah, ngobrol dengan orang kreatif itu bikin betah, nggak ada habisnya. Senangnya lagi, sambil ngobrol kami membolak-balik design dan membersihkan beberapa stock kap lampu goni milik seorang ibu muda, sebut saja Melati. Dia adalah jenis dari kebanyakan pengrajin disini. Tangguh, kreatif, pekerja keras dan jujur. Kebanyakan mereka juga sangat low profile meski sudah mengirim produknya ke luar negeri dan menyuplai perusahaan-perusahaan ternama.
Bagaimana menemukan mereka? Banyak-banyaklah berteman, karena mereka tidak muncul ke permukaan, kitalah yang harus menggali kedalam-dalam sana.
Bukannya mereka tidak ingin mobil atau rumah bertingkat supaya dibawahnya bisa dibikin workshop. Mereka sangat ingin bahkan mengkonfirmasi ke saya, apakah benar jualan online bisa kaya raya? Saya bilang, kalau niat tentusaja bisa, yang penting nggak kebanyakan urusan seperti saya.
Mbak Melati ini sudah berusaha ikut pameran asosiasi dan pemerintah. Masalahnya, dan ini masalah banyak pengrajin, pemerintah melalui dinas terkait seringkali memilih tempat yang tidak stategis. Kata teman saya, pokoknya buyer sudah capek deh sesampainya di stan mereka. Sedangkan asosiasi kebanyakan hanya menanggung sewa stan, selebihnya harus membayar sendiri. Ini tentu berat bagi pemula seperti mereka. Itupun mereka harus baik-baik dengan pengurusnya. Jika tidak, maka kejadianlah seperti yang dialami Melati. "Mbak, aku ketoke dijothak. Soale aku orang diajak pameran meneh. (Mbak, sepertinya saya dimusuhi. Karena saya tidak diajak pameran lagi.)"
4L
4L alias loe lagi loe lagi itu juga terjadi di industri kerajinan. Meski awalnya tidak kenal, setelah ngobrol akhirnya ketemu juga simpulnya. Ternyata si itu anunya ini dan si ini anunya itu. Lha si ini itu teman saya. Misalnya si Melati tadi, ternyata ayahnya adalah rekan seperguruan supplier saya yang lain, sebut saja pak Slamet. Bapak Melati dan pak Slamet adalah generasi pertama masa kejayaan kerajinan di wilayah itu. Iya, kayak pencak silat, memang. Bapak Melati ini akhirnya tidak akur dengan pak Slamet karena perbedaan prinsip kerja.
Tadi saya sempat ngobrol dengan bapaknya Melati yang datang membawa sample tas kambium untuk disablon, pesanan orang Inggris. Sepertinya beliau normal saja. Tapi mungkin kalau pas mengerjakan order, tanduknya keluar ya?
Setelah itu berturut-turut saya diberi nomor kontak adik Melati yang mengerjakan semua hal yang printing. Kemudian datang lagi satu tamu, ibu-ibu, yang ternyata seorang pembuat dompet. Acara lihat-lihat barang berubah jadi ngeteh sambil ngobrol tentang beberapa designer kerajinan top disana dan jatuh bangun para pemilik usaha kerajinan.
Kerajinan Vs Kuliner
Era media sosial ditandai dengan word to mouth things, termasuk soal motret dulu baru makan.
Teman-teman boleh nyinyir ini hanya persoalan pamer. Tapi sebenarnya ini berdampak luar biasa pada pergeseran tingkat konsumerisme wisatawan. Wisatawan semakin suka berburu kuliner unik sehingga menghabiskan sebagian besar waktu di rumah makan sepulangnya dari obyek wisata.
Teman saya menunjukkan bagaimana sepinya sentra-sentra kerajinan yang dulunya menjadi primadona wisata. Lalu bagaimana pengrajin tetap bisa hidup? Disinilah online shop turut membantu memperpanjang napas mereka.
Tahan Banting
Dua syarat utama jika berusaha dibidang kerajinan adalah tahan banting dan kreatif. Banyak yang bangkrut, banyak yang pecah kongsi. Tapi mereka selalu kembali lagi dengan hal baru. Yang beberapa waktu lalu nyaris gulung tawar dan hendak menjual workshopnya, bisa moncer lagi dengan penemuan sepele dengan barang bekas pula. Laki-laki dan perempuan sungguh tak ada beda di industri kerajinan. Sama kuat. Pengusaha perempuan banyak pula yang produk utamanya dari batu, salah satunya yang punya ide sedekah makanan di sebuah iklan air mineral itu.
Maunya Yang Itu
Pengrajin terakhir yang kami temui adalah pembuat gerabah. Kami ditemui oleh sepasang suami istri. Teman saya akan memesan beberapa pot besar seperti yang diinstruksikan buyernya. Ketika memesan, teman saya memastikan mereka telah mencatat semua detil. Sebelumnya, yang mereka buat berbeda dengan pesanan. Kata mereka, yang mereka buat lebih bagus. Masalahnya, buyernya tidak mau yang bagus, tapi mau yang seperti biasanya.
Hal seperti ini juga persoalan klasik yang sering saya alami.
Saya sudah bosan menjual produk yang itu-itu saja, sibuk membuat inovasi, tapi pembeli maunya masih yang itu-itu juga.
Teman saya berungkali meyakinkan bahwa pendapat kita tidak penting jika pembeli sudah punya kesukaan. Obrolan kami ini cukup seru karena dilakukan dengan volume tinggi. Ya begitulah jika biasa ke sawah atau kebun, biasa bicara keras di ruang terbuka. Yang tidak terbiasa akan mengira sedang bersitegang, padahal kami tertawa-tawa.
Baca juga: Workshop 9 Sentra Kerajinan Jogja
Dipaksa Selfie
Perjalanan hari ini ditutup agak aneh. Ceritanya, di sebelah pengrajin gerabah tadi ada sebuah rumah yang kelihatan rindang dari luar. Bagian dalam tidak terlihat. Saya dan teman saya celingukan. Tiba-tiba si bapak pengrajin menghampiri mobil saya yang siap pergi. Rupanya beliau tahu kami penasaran. Lalu si bapak berkata, "Mbak itu didalam bagus lo, rumah pelukis. Ayo kita selfie disana."
What?
Meski ragu, tapi berhubung si bapak tampak antusias, kami pun menurut. Si bapak menunjukkan beberapa pohon dan patung yang bisa kami gunakan untuk berpose. Teman saya tampak riang, sedangkan saya bolak-balik melongo. Melongo karena melihat semangat selfie si bapak dan khawatir dimarahi karena itu properti orang.
Makin kedalam, tata tamannya makin bagus meski tak terlalu luas. Rindang dan sangat instagramable. Kalau itu sih saya setuju dengan si bapak. Setelah berkali-kali selfie dari depan hingga belakang, kami pun pamit pada orang-orang disana. Entah siapa, mungkin tukang renovasi dan beberapa pelukis. Si bapak sempat memberi ide pada kami untuk foto di pendopo seolah sedang menawar lukisan. Ah, si bapak nih.
Lha terus, foto selfienya mana? Nanti ya kalau ada lomba blog dikeluarin. Heheee....
19 Comments
hahaha yang ujung gak nahan...niat banget yaaks buat lomba hihih
ReplyDeletepdhal penasaran pingin liat photo selfiemu yg instagramble itu mak
tp industri kreatif ini memang butuh orang2 yg tangguh mbak... kontinyuitas dan daya kreatid yang tak habis2.
sayangnya nda muncul foto selfinya di sini hihiii
ReplyDeleteSabar ya :))
DeleteSukaaa banget kalau bahas masalah yang kreativeable (halah)
ReplyDeleteSepertinya sesekali halan-halan ketempat pengrajin memang perlu nih :D
Asik ketemu orang kreatif. Ide jadi terpancing
DeleteIni mbak Lusi jalan2 kmn aja, penasaran. Ktmunya macem2 pngrajin...dari tas mpe grabah... Dan sama seperti tmn2...diriku penasaran juga ma selfie nya.... :-)
ReplyDeleteWahahaha, diajak selfie sama bapak-bapak.. hehehe
ReplyDeleteSemoga next time kalo ada workshop bareng Mak Lusi bakal dapet free kerajinan tangan juga..
ReplyDeleteSeru yah mba ke pengrajin2 gituu...tahan banting selalu kreatif
ReplyDeleteseru ceritanya berkunjung ke pengrajin-pengrajin.
ReplyDeletekok foto selfienya gak nongol?
aduuh si bapak yg ngajak selfi itu lucu banget..
ReplyDelete1001 kisah buat sukses ya mbak..., sangat menarik ceritanya, bisa ketemu pribadi beraneka.
si bapak pede banget selfie terus di tempat orang
ReplyDeletemenarik banget mbak.., ketemu banyak orang dengan berbagai kisahnya
Kadang kita sudah berharap banyak, hasil kerajinannya diomongin kemana-mana agar dikenal. Tapi ya itu, kalau pangrajinnya sak penak e dhewe, jadi sering dikecewakan.
ReplyDeleteseorang pengerajin selalu identik dengan seni kreatif :D salut deh :D
ReplyDeleteBapak nya narsis juga yaaa mau selfie
ReplyDeleteBikin penasaran sama fotonya, keluarin dong fotonya hihi.
ReplyDeleteKalo aku bisa diitung jari deh selfie, lebih suka difotoin aja. Kalo selfie tuh suka bingung kamera :D
ayooo semangaat mba. Berada di sekitar yang orang kreatif dan penuh energi positif memamng menyenangkan. Aku yakin pasti seruuu ngobrol dengan para ahli yang passionate seperti mereka.
ReplyDeletejadi ingat penjahit yang jahitannya bagus disini, dia suak seenaknya aja kalau terima order, sayang banget padahal
ReplyDeletekalau ngobrol dengan pengrajin atau pengusaha2 UKM itu menyenangkan mbak, bisa panjang soalnya pasti cerita dari awal berdiri susah bangunnya sampai berhasil, tapi justru ini yang menginspirasi
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji