Seringkali group chat menjadi tak nyaman karena sebagian besar anggotanya berhenti saling mendengarkan.
Repotnya, kita tidak bisa keluar begitu saja karena sesekali sangat membutuhkannya, misalnya group kompleks, group orangtua murid atau group alumni. Iya, saya tahu, seringkali group alumni sangat menyebalkan karena didominasi satu kelompok saja yang akrab. Lainnya disuruh jadi penonton.
Dibandingkan dengan group lain, group alumni mungkin paling mudah ditinggalkan karena sudah dianggap masa lalu yang tidak penting. Masing-masing sudah punya kehidupan masa kini. Tapi kadang ada satu dua kebutuhan masakini yang harus dikolaborasikan dengan masa lalu. Misalnya, salah satu teman dalam group adalah partner kegiatan sekarang dan kita sangat membutuhkan dukungannya.
Dibandingkan dengan group lain, group alumni mungkin paling mudah ditinggalkan karena sudah dianggap masa lalu yang tidak penting. Masing-masing sudah punya kehidupan masa kini. Tapi kadang ada satu dua kebutuhan masakini yang harus dikolaborasikan dengan masa lalu. Misalnya, salah satu teman dalam group adalah partner kegiatan sekarang dan kita sangat membutuhkan dukungannya.
Group tetangga dan orangtua murid lebih rumit lagi karena kita sangat membutuhkan informasi yang tersebar disana. Kita punya kepentingan untuk saling jaga dan saling dukung. Tapi namanya juga banyak kepala dalam satu wadah, maka ada saja kemungkinan perselisihan karena perbedaan cara pandang, prioritas, dan juga dominasi. Kebetulan sekali saya mengalaminya di dua group yang berbeda.
Namun demikian, jangan sampai hal-hal seperti itu memenuhi pikiran kita.
Bahasa tulisan itu minim ekspresi. Meski sudah ada emoticon, kita bisa saja memasang emoticon yang berbeda dengan suasana hati sebenarnya. Tapi bagaimana lagi, ngobrol dengan tetangga-pun sekarang sudah lazim menggunakan group chat daripada keluar pintu sebentar untuk mengobrol dekat pagar agar ekspresinya tertangkap dengan benar. Jadi, jangan terpengaruh oleh emoticon yang bertebaran. Tetap fokus pada tema pembicaraan. Jika seharusnya serius malah banyak intermezo, sebaiknya ditinggal cuci baju saja. Jika seharusnya topik santai, tapi malah ada yang sensi, sebaiknya lanjutan cucian yang tadi saja. Setelah situasi tenang, barulah masuk ke percakapan lagi untuk memberikan pendapat yang lebih masuk akal. Kalau group tersebut memang tak bisa mengakomodasi pendapat kita, berarti kita harus membatasi keterlibatan kita dalam diskusi-diskusi agar waktu kita tidak mubazir dan tidak senewen.
Tombol mute itu dibuat bukan tanpa tujuan. Kita sering menggunakan tombol mute untuk menghindari orang yang tata bahasanya menyebalkan tanpa menimbulkan masalah baru, misalnya jadi bulan-bulanan gosiper tentang alasan kita keluar dari group. Namun tombol tersebut juga sangat berguna jika kita sudah patah arang melihat percakapan yang mendominasi dan tak mau mendengarkan usulan lain. Begitu pula dengan group yang kelihatan sangat ramai sampai ratusan percakapan tapi begitu kita masuk tak ada yang merespon kata-kata kita kerena tidak nyambung. Dengan tombol tersebut, kita tidak tergelitik untuk ngintip dan terpancing untuk berpendapat tapi berakhir dengan kekecewaan.
Sesusah apa meletakkan ponsel? Susah banget. Ya kan? Itu perlu latihan. Pertama-tama saya melatihnya dengan mematikan semua notifikasi group chat. Memang ada yang janggal karena suasana jadi sunyi senyap, seolah terputus dari dunia luar. Saya mengatasinya dengan sibuk ngeblog atau setrika. Tahap berikutnya, saya me-release satu group yang benar-benar penting, yaitu group tetangga, meski tidak sepenuhnya karena hanya suara yang dihilangkan sedangkan tanda merahnya masih tetap ada. Sekarang semua notifikasi saya hidupkan meski tanpa suara, dan ternyata saya sama sekali tidak ada keinginan untuk terus-terusan mengintip. Hanya jika benar-benar ada waktu maka notifikasi tersebut saya buka. Orang yang punya kepentingan urgent pasti akan japri saya, tidak hanya menyampaikannya di group chat. Tenang saja. Jadi jika, ada percakapan yang isinya eyel-eyelan atau ada yang mau sok-sok mengatur yang lainnya, saya letakkan saja ponsel tersebut. Mendingan nonton CSI atau Law and Order.
Baca juga: Groups Yang Merenggut Waktumu
Satu hal yang seringkali gagal dipahami dalam group chat yang bukan urusan kantor atau organisasi adalah bahwa para anggota didalamnya bukanlah bawahan yang mau seenaknya saja diatur dan harus setuju dengan pendapat kita. Yang paling payah tentu saja group alumni karena adanya bayangan masa lalu sehingga sulit untuk meng-adjust bahwa teman kita itu telah tumbuh menjadi seorang pejabat, ibu, ulama, penulis dan sebagainya yang memiliki keyakinan terhadap sesuatu yang sudah bulat karena kedewasaan. Cara berpikirnya dulu bisa saja benar-benar bertolak belakang dengan yang lalu.
Kadangkala memang ada kebutuhan untuk menang dalam beda pendapat di group chat, misalnya jika group tersebut memang group debat (Ada nggak sih?) atau group yang sedang merencanakan suatu program. Yang aneh itu jika merasa paling benar dalam obrolan tentang gaya hidup karena gaya hidup itu tidak ditentukan oleh penonton, melainkan oleh yang menjalani hidup tersebut.
Kita cenderung untuk melihat sesuatu berdasarkan apa yang kita yakini juga. Kita seringkali gagal menempatkan diri pada posisi orang lain. Buat apa? Tapi jika kita berada dalam group chat, berarti kita harus siap untuk menyimpan apapun yang menjadi keyakinan pribadi atau hal-hal favorit kita dan hanya membahas masalah-masalah umum yang bisa diterima sebagian besar anggota. Baru dengan cara seperti itu kita bisa saling mendengarkan.
Baca juga: Groups Yang Merenggut Waktumu
Satu hal yang seringkali gagal dipahami dalam group chat yang bukan urusan kantor atau organisasi adalah bahwa para anggota didalamnya bukanlah bawahan yang mau seenaknya saja diatur dan harus setuju dengan pendapat kita. Yang paling payah tentu saja group alumni karena adanya bayangan masa lalu sehingga sulit untuk meng-adjust bahwa teman kita itu telah tumbuh menjadi seorang pejabat, ibu, ulama, penulis dan sebagainya yang memiliki keyakinan terhadap sesuatu yang sudah bulat karena kedewasaan. Cara berpikirnya dulu bisa saja benar-benar bertolak belakang dengan yang lalu.
Kadangkala memang ada kebutuhan untuk menang dalam beda pendapat di group chat, misalnya jika group tersebut memang group debat (Ada nggak sih?) atau group yang sedang merencanakan suatu program. Yang aneh itu jika merasa paling benar dalam obrolan tentang gaya hidup karena gaya hidup itu tidak ditentukan oleh penonton, melainkan oleh yang menjalani hidup tersebut.
Kita cenderung untuk melihat sesuatu berdasarkan apa yang kita yakini juga. Kita seringkali gagal menempatkan diri pada posisi orang lain. Buat apa? Tapi jika kita berada dalam group chat, berarti kita harus siap untuk menyimpan apapun yang menjadi keyakinan pribadi atau hal-hal favorit kita dan hanya membahas masalah-masalah umum yang bisa diterima sebagian besar anggota. Baru dengan cara seperti itu kita bisa saling mendengarkan.
16 Comments
Wah... antar tetangga ada WA-nya....
ReplyDeleteGrup WA mudah dihilangkan tapi mudah ditengok kembali, selaras dgn tingkat ketergantungan kita pada grup itu. :)
pernah diceplugin sama pak RW di group chat,habis itu keluar,soalnya bapak2 semua hehehe..salah masukin orang kali ya hehehe
ReplyDeleteAlhamdulillah saya termasuk yang aman, tenang dan bahagia nih mbak Lusi. Hidup tanpa medsos, saat ini lho entah nanti. Atau jangan-jangan malah kudet ya ? :)) *emot tertawa gimana sih buatnya?
ReplyDeleteSaya juga kalau grup yang nggak manfaat(bahasannya ngalor ngidul dan becanda thok) tapi harus tetep ada di grup itu karena penting, maka langkah satu2nya adalah mute selama 8 jam biasanya. baca-baca sekilas kalau pas ada waktu luang.
ReplyDeleteSaya punya banyak grup di Whatsapp dan LINE sampai appsnya error :| Tapi kebanyakan saya mute, kecuali grup tim dan yg berhubungan sm pekerjaan .. Lebih suka kopdar langsung sih sebenarnya mak hehehhe
ReplyDeleteSekarang saya lagi nerapin no gadget kalo dirumah mak. Sampai rumah HP masih ditas, dan baru buka lagi ntar pas anak-anak udah bobo. Karena kalau enggak, bawaannya megang HP mulu dan diprotes sikecil. Apalagi semakin banyak grup WA, adoowww.Bisa seharian tidak lepas dari gadget
ReplyDeletegrup chat rame pas awal-awal dibikin aja :D
ReplyDeletelama-lama membosankan dan dikeluarin
lalu ada lagi yg bikin grup chat baru
mulai bosan dikeluarin dan seterusnya wkwk =))
Aku malah jarang ngechat di grup , waktu hampir habis tersita buat ngeblog, media sosial dan urusan rumah tangga. Hahaha...
ReplyDeleteGrup chat cuma 2, teman ex sma dan teman satu profesi
Hahaha begitulah..grup. apalagi klo ibu2 semua...capede
ReplyDeleteaku masih ada sih beberapa group, tapi ada juga yang gak pernanh nimbrung di dalamnya. Padahal sih keluar aja ya mbak daripada naruh nama :)
ReplyDeleteALhamdulillah, aku nggak punya banyak grup chat mbak. punya cuma dua, arisan link sama play advisor. dah tu doang. jadi aman ...
ReplyDeletehahaha. bener-bener mbak :-)
ReplyDeleteaku punya banyak grup chat nih tapi rame awal doang haha
Iya, grup yang suasananya gak kondusif, apalagi isinya nyinyir dan gosip, rasanya sering bikin lelah hati. Tapi, kalau saya memang ga pernah aktifin notif WA, jadi dibuka seperlunya aja. Kalau urgent biasanya sms sih
ReplyDeleteAku cuma ada 3 grup sih, dan biasanya aku mute aja. Ntar kalo senggang baru deh intip-intip grup chat :D
ReplyDeletesemua group aku mute, alasannya aku selalu di rumah, di rumah ada suami, ada anak-anak dan ada pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan. Notifikasi baru aku buka, kalau sudah senggang atau pas mau bobo. Jadi rekapan bacanya banyak. Semua harus aku buka, meski aku baca doang, kalau ada yang penting baru aku japri. Group chat aku mule dari Family sampai alumni...klo tetangga belum,ketemu sama tetangga saja bisa setahun sekali ;( sedhih hidup di cluster yang soliter kek gini
ReplyDeleteKalau malem biasanya aku matiin hp, biar nggak berisik. Tapi siang hari susah memang untuk nggak nengok hp. Trims tipsnya.
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji