Apakah para mamah sedang senewen mendampingi anak-anak menghadapi ujian nasional (UN)?
Mungkin banyak yang tidak setuju dengan UN. Tapi negara membutuhkan satu tolok ukur yang sama untuk melihat keberhasilan program pendidikan nasional. Ini juga untuk memacu pemerintah
setempat yang masih ketinggalan dalam bidang infrastruktur dan fasilitas pendidikan lainnya agar melakukan perbaikan secepatnya. Untunglah UN tak lagi menentukan kelulusan agar adil bagi anak-anak yang fasilitas sekolahnya masih minim. Namun demikian, UN masih sangat penting karena menentukan pilihan sekolah selanjutnya.
Mungkin banyak yang tidak setuju dengan UN. Tapi negara membutuhkan satu tolok ukur yang sama untuk melihat keberhasilan program pendidikan nasional. Ini juga untuk memacu pemerintah
setempat yang masih ketinggalan dalam bidang infrastruktur dan fasilitas pendidikan lainnya agar melakukan perbaikan secepatnya. Untunglah UN tak lagi menentukan kelulusan agar adil bagi anak-anak yang fasilitas sekolahnya masih minim. Namun demikian, UN masih sangat penting karena menentukan pilihan sekolah selanjutnya.
Namun, hasil UN seringkali penuh kejutan. Angka-angka tertinggi tak selalu diraih oleh sekolah top. Lingkungan yang jauh lebih kompetitif rupanya malah memecah konsentrasi karena materi yang dipelajari lebih banyak dan anak diharapkan menguasai semua bidang. Guru yang lebih kompeten secara akademik juga kadang bisa menambah beban anak karena tingginya standar pencapaian yang diharapkan.
Terus, mamah bantu apa nih? Atau malah menyuruh anak-anak belajar terus? Nggak takut anaknya malah stress?
Sendirinya bisa nggak? Musim try out itu bagus untuk berlatih manajemen waktu dan mental. Tapi kalau ranking anak-anak tidak bagus, jangan buru-buru diomeli. Mamah sendiri bisa nggak? Iya sih, memang sudah nggak sekolah lagi, mana ngerti pelajaran sekolah sekarang? Tapi coba cek nilai mamah dulu, dapat berapa? Banyak sebab kenapa nilainya tidak memuaskan. Mungkin gurunya tidak pandai menjelaskan, mungkin anak tersebut unggul di bidang lain, mungkin si anak sedang galau, dan sebagainya. Ajak anak ngobrol dulu, mana yang nilainya paling rendah, apakah perlu beli buku soal lagi, apakah perlu refreshing.
Mengingatkan malah jadi teror. Anak-anak sudah tahu kok kalau sedang menghadapi UN. Kan mereka yang sekolah? Jadi tak perlu diingatkan terus bahwa UN sudah dekat. Kalau keseringan, anak-anak bisa jadi terteror. Stress mendengar UN.
Hidup itu berwarna. Memang UN adalah peristiwa terpenting bagi anak-anak kelas 6, 9 dan 12 tahun ini, tapi bukan satu-satunya. Dalam sehari mereka tidak harus pegang buku terus-menerus. Mereka perlu bergaul untuk melepaskan pikiran, perlu olahraga untuk menyegarkan badan, perlu hiburan untuk rileks dan perlu mengeksplorasi keinginannya sendiri sebagai makhluk yang sedang bertumbuh.
Baca juga: Kehebohan Para Ibu Ketika Anak Ujian
Baca juga: Kehebohan Para Ibu Ketika Anak Ujian
Nggak salah punya patokan pak Habibie. Tapi kenali anak kita. Tak ada anak yang bodoh, yang ada hanya beda minat. Kalau minatnya bukan di matematika, dipaksa les setiap hari pun hasilnya tidak akan menyamai nilai matematika Habibie. Anggapan anak yang jenius adalah yang nilai matematikanya sempurna itu sama sekali tidak benar. Banyak musikus dunia kenamaan yang tak peduli matematika padahal IQ mereka sangat tinggi. Namun demikian, si anak tetap butuh nilai tinggi untuk diterima di sekolah lanjutan yang bagus. Karena itu, berilah pengertian pada si anak untuk tidak rendah diri jika tak mampu memahami salah satu pelajaran. Waktunya sudah sangat sempit untuk les pendalaman. Mintalah dia untuk meningkatkan nilai di pelajaran yang disukai dan dipahaminya agar total nilai terangkat.
Panik yang mengacaukan. Makin dekat ke UN, makin paniklah para mamah. Anak-anak itu sudah deg-degan banget lo, mah. Masa kita tambahi dengan berbagai kepanikan? Ditengah kesibukan persiapan UN, kadang ada guru yang malah pengin menunjukkan eksistensinya dengan memberikan tugas-tugas yang menyita waktu dan nilainya pun pelit. Jangan hilang fokus ya, mah. Menyelesaikan tugas tersebut perlu untuk mengajarkan anak rasa hormat pada guru. Tapi menghabiskan energi dan pikiran anak untuk mengejar nilai pada guru tersebut tak adil bagi si anak. Apalagi sampai les pendalaman materi segala. Sudah terlambat, sudah waktunya latihan soal terus. Seharusnya si anak mendapatkan dukungan untuk fokus pada yang terpenting saja. Kapasitas manusia, apalagi anak, itu terbatas.
Takut marah. Beberapa orangtua mengatakan bahwa wali kelas berpesan agar anak-anak jangan dimarahi. Ada yang menterjemahkannya dengan membiarkan apapun yang dilakukan si anak. Padahal seharusnya itu hanya dihubungkan dengan sekolah dan UN. Untuk kegiatan lain misalnya sholat, mandi, jam tidur dan waktunya makan tetap sama agar kesehatan tubuh stabil. Kegiatan rutin seperti mandi dan sholat memberi kesegaran pada tubuh dan membuat tubuh bergerak. Begitu pula dengan kamar yang selalu bersih, memberi semangat untuk belajar. Jangan sampai tiba-tiba anak-anak tanpa disiplin karena mamah takut memarahi.
Utamakan kesehatan. Ini nggak boleh terbalik. Sebaik-baiknya persiapan materi tes, tak ada artinya tanpa badan sehat. Badan harus sehat dulu, baru bisa mikir. Karena itu mamah harus perhatikan benar kondisi anak. Jika belajar belum selesai tapi anak sudah terlihat kelelahan, mintalah untuk istirahat atau tidur. Tak apa belum paham satu bab, daripada kacau ketika melihat semua soal karena badan meriang.
Utamakan kesehatan. Ini nggak boleh terbalik. Sebaik-baiknya persiapan materi tes, tak ada artinya tanpa badan sehat. Badan harus sehat dulu, baru bisa mikir. Karena itu mamah harus perhatikan benar kondisi anak. Jika belajar belum selesai tapi anak sudah terlihat kelelahan, mintalah untuk istirahat atau tidur. Tak apa belum paham satu bab, daripada kacau ketika melihat semua soal karena badan meriang.
Bagaimanapun pendapat dan perasaan kita terhadap UN, ini adalah tahapan yang harus dilalui anak-anak dengan baik agar mendapatkan sekolah lanjutan yang sesuai dengan cita-citanya. Mamah harus menjadi pendukung utama untuk meraih cita-cita anak-anak tersebut. Semangat ya, mah!
11 Comments
Lho, masih ada UN tho mak? Katanya sekarang diganti UP(ujian propinsi) yang penilaiannya nggak sesadis UN. Asal nilai hariannya bagus dan akhlaknya baik pasti lulus.atau SD aja yang diganti UP?
ReplyDeletebelum ngalamai mbakyu, sebentar lagi kayane. Jadi, untuk saat ini aku "noted" aja dengan nasehat jenengan.
ReplyDeleteSetuju deh sama tulisannya Mbak Lusi. Dulu sih waktu kecil pas musim ujian, ortu saya nggak terlalu menekan, jadi enjoy aja jalanin ujiannya :)
ReplyDeleteMamah sendiri bisa ngga? Ini ngeri pertanyaannya mba, makin kesini kayanya pelajaran makin sulit. ( katanya ibu2 yg anaknya udah gedean, sekolah) bimbel mau ngga mau, tapi bisa ngga yah tanpa bimbel >.<
ReplyDeleteterimakasih atas saran dan nasihatnya ya mbak...
ReplyDeleteTernyata perasaan ibu seperti itu ya saat anaknya ujian..hemm
ReplyDeleteanak saya masih kelas 5 tapi beneran lho dari sekarang udah deg2an aja membayangkan tahun depan. apalagi kata anak saya bu kepala sekolah sdh berualng kali memberikan banyak wejangan utk anak2 kls 5 ttg persiapan mereka ketika naik ke kelas 6 nanti. beneran lho tegangnya dari sekarang....
ReplyDeleteSaya masih ingat UN pertama itu berlaku sejak masa saya tamat sma.. pada masa itu banyak yang tidak lulus... tidak ada yang sedih karena masih ada ujian susulan... malah yg tidak lulus itu sekarang banyak yang sukses ..
ReplyDeletetahhun lalu sulungku yang UN, bentar lagi adiknya yang UN menggunakan komputer. Sekarang ini yang mesti dijaga adalah kesehatannya, jangan sampe waktunya UN malah sakit.
ReplyDeletediingatkan terus menerus malah jadi stress juga ya mbak.
ReplyDeletebener itu kalo anak suruh menguasai semua pelajaran... ank nntinya akan pusing studi apa yg akan menjadi target kesuksesan masa depannya...
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji