Picture was downloaded from pixabay.com |
Heihooo. Hayo ngaku sudah pada kangen dengan postingan di blog ini kan? Karena itu, meskipun ngantuk banget, sempetin posting satu artikel dulu deh. Harap dimaklumi kalau pendek saja. Besok-besok lanjut ke postingan yang lebih bermanfaat. Coba untuk obat kangen saja nih, karena saya juga kangen dengan semua pengunjung blog ini, terutama mamah-mamah kecenya.
Pura-puranya semua sudah pada tahu dong kemana saya selama seminggu ini. Pura-puranya pembaca disini suka ngepoin kegiatan saya di akun-akun socmed saya. Hayuk yang belum follow, follow dulu dong di twitter @lusitris dan IG beyourselfwoman .
Singkat cerita, malam itu pukul 23.00, di malam minggu yang basah, saya berteduh di bawah tenda terpal bakul nasi goreng didekat pintu gerbang Senayan sisi Gatsu. Kondisi saat itu sangat lapar. Alhamdulillah rejeki, masih tersisa porsi terakhir untuk dibungkus. Berhubung porsi terakhir, dimasukkanlah semua sayuran yang tersisa. Bakul nasgor juga memasukkan semua sisa kerupuk ke kresek, padahal masih banyak loh. Tentu itu adalah anugrah bagi penggemar krupuk ini.
Ketika menunggu nasgor dimasak bersama beberapa pembeli yang makan di tempat, terdengarlah ribut-ribut beberapa tukang ojek online dan pangkalan berkelahi. Jalanan jadi macet dan klakson menjerit-jerit minta diberi jalan karena para pengendaranya sudah lelah mau cepat-cepat pulang dari kerja. Salah seorang centeng pengojek online sempat mendatangi kami (saya dan beberapa penikmat nasgor yang sedang makan) untuk mencari siapa yang telah memukul temannya. Reaksi kami? Angkat bahu dan lanjut makan. Sebodo amat. Hahaaa....
Tak lama kemudian, berhentilah sebuah mobil kijang butut tepat ditengah pagar. Lalu keluarlah polisi, mungkin dalam perjalanan pulang, makanya tidak menggunakan mobil dinas. Mungkin karena itu pula, beliau yang sudah lelah mau pulang itu jadi emosi. Seorang diri beliau ngamuk mengusir semua pengojek, tidak peduli online atau offline. Pokoknya semua harus minggat! Tak hanya itu, beliau juga mengusir semua taksi yang ngetem disana. Yang bandel ditendangnya bagasi taksi tersebut. Beliau juga menutup gerbang tempat rencananya saya mau keluar dari situ. Reaksi penikmat nasgor bagaimana? Yah, cuma longak-longok, terus lanjut makan lagi.
Setelah nasgor saya siap, eh kok hujannya tambah deras. Waduh! Padahal bakul nasgor yang masih remaja itu sudah beres-beres dan mematikan lampu. Ya Tuhan, malam minggu kok gitu amat yak? Ketika kursi plastik mulai ditumpuk, saya pun berdiri. Eh, si adik itu bilang, "Nggak apa-apa kak, duduk saja."
Lah? Dengan ragu-ragu saya duduk kembali. Saya berasumsi, dia sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, datanglah seorang bapak. Nah, ini dia bakul nasi yang kemarin. Rupanya mereka bapak dan anak. Aduuuh, hebatnya anak ini, milih bantu-bantu si bapak cari uang daripada keluyuran dengan geng motor di malam minggu. Anak ini paham benar cara berbakti pada orang tuanya yang sedang kesusahan. Saya pun berdiri untuk mempersilakan bapak tersebut kukutan. Eh, kok si bapak juga bilang, "Nggak apa-apa mbak, duduk saja."
Okey, saya duduk lagi dengan asumsi bahwa bapak itu juga sedang menunggu seseorang seperti anaknya tadi. Sekejap kemudian, si bapak bicara pada seseorang, "Hati-hati ya nak, jangan ngebut, licin."
Saya menengok ke lawan bicara bapak tersebut, yang ternyata adalah si anak tadi. Saya langsung melongo karena melihat si anak bersiap-siap diatas sepeda motor sports yang bagus. Kemudian si anak berlalu dengan tampilan yang beda dengan ketika menggoreng nasgor tadi. Tampilan anak gaul ibukota.
Tak lama kemudian, taksi online pesanan saya datang, bersamaan dengan situasi gerbang yang sudah kondusif untuk dilewati. Saya berpamitan dengan bapak tersebut dan mengucapkan terima kasih sudah diberi tempat berteduh. Dari kaca spion taksi, saya melihat bapak itu mendorong gerobak nasgor perlahan.
Beberapa pertanyaan berkecamuk dalam pikiran saya.
"Jadi, anak dan bapak tadi sengaja tidak segera pulang hanya untuk menunggu sampai saya dapat taksi?"
"Jadi, si anak memasak nasgor buka karena keluarganya tidak mampu?"
"Apakah bapak itu sebenarnya tidak mampu tapi memaksakan diri beli motor demi sayang anak?"
"Apakah itu motor pinjaman?"
"Apakah bapak itu sebenarnya juragan dengan puluhan gerobak nasgor yang tersebar di seluruh Jakarta?"
Embuhlah! Yang penting dalam hati saya bersyukur masih ada yang baik hati memberikan perlindungan dari hujan dan perasaan tidak aman dari para preman tengah malam.
Makin hari makin yakin untuk tidak menilai orang lain dari penampilan luar saja. Banyak yang selalu tampak mewah meskipun sebenarnya tidak mampu. Banyak yang berkelimpahan tapi tampil biasa-biasa saja.
Okey, saya duduk lagi dengan asumsi bahwa bapak itu juga sedang menunggu seseorang seperti anaknya tadi. Sekejap kemudian, si bapak bicara pada seseorang, "Hati-hati ya nak, jangan ngebut, licin."
Saya menengok ke lawan bicara bapak tersebut, yang ternyata adalah si anak tadi. Saya langsung melongo karena melihat si anak bersiap-siap diatas sepeda motor sports yang bagus. Kemudian si anak berlalu dengan tampilan yang beda dengan ketika menggoreng nasgor tadi. Tampilan anak gaul ibukota.
Tak lama kemudian, taksi online pesanan saya datang, bersamaan dengan situasi gerbang yang sudah kondusif untuk dilewati. Saya berpamitan dengan bapak tersebut dan mengucapkan terima kasih sudah diberi tempat berteduh. Dari kaca spion taksi, saya melihat bapak itu mendorong gerobak nasgor perlahan.
Beberapa pertanyaan berkecamuk dalam pikiran saya.
"Jadi, anak dan bapak tadi sengaja tidak segera pulang hanya untuk menunggu sampai saya dapat taksi?"
"Jadi, si anak memasak nasgor buka karena keluarganya tidak mampu?"
"Apakah bapak itu sebenarnya tidak mampu tapi memaksakan diri beli motor demi sayang anak?"
"Apakah itu motor pinjaman?"
"Apakah bapak itu sebenarnya juragan dengan puluhan gerobak nasgor yang tersebar di seluruh Jakarta?"
Embuhlah! Yang penting dalam hati saya bersyukur masih ada yang baik hati memberikan perlindungan dari hujan dan perasaan tidak aman dari para preman tengah malam.
Makin hari makin yakin untuk tidak menilai orang lain dari penampilan luar saja. Banyak yang selalu tampak mewah meskipun sebenarnya tidak mampu. Banyak yang berkelimpahan tapi tampil biasa-biasa saja.
5 Comments
Cerita malam yang mengalir indah, Mak Lus. Meski di awal-awal paragraf sedikit tegang nih bacanya pas situasi memanas, kalau aku udah langsung lari kabur. Dan, alhamdulillah, Mak Lusi beranjak dari tempat itu dengan taxi dan kondisinya aman.
ReplyDeleteduh, aku malah fokus ke anak laki2 itu pas bilang "Nggak apa-apa kak, duduk saja". ((KAK)) Lusi, nanti aku tungguin deh :))
ReplyDeletePenampilan bisa menipu yah mba, ada yg wangi banget tapi kamarnya berantakan hihiii
ReplyDeleteYoii saya yang kangen dengan postinganmu mbak. Tapi bisa maklum kok hehe.
ReplyDeleteYup, kadang penampilan bisa menipu. Aku dulu juga pernah posting tema yg sama. Bapak penarik becak yg sudah tua ternyata gesit dan cepat lho menarik becaknya, orangnya juga ramah sekali. Nah ada bapak penarik becak yg lebih muda, tinggi besar, malah nggak terlalu kuat tenaganya, dan sepanjang jalan mengeluh terus.
ReplyDeleteIntinya, kita nggak bisa liat seseorang dari penampilan saja, apalagi baru pertama kali bertemu :)
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji