Sebagai mamah masakini dan juga karena apa-apa tambah mahal aja, kebiasaan mencari referensi lebih dulu sebelum membeli sesuatu atau menggunakan sebuah jasa makin sering dilakukan. Prinsip yang digunakan dalam mencari referensi mungkin semua sama, yaitu:
Harga semurah mungkin dengan spesifikasi setinggi mungkin.
Untuk membeli sebuah gadget misalnya, saya selalu memburu situs atau blog yang memberikan review dalam bentuk versus karena lebih mudah melihat perbandingannya tanpa harus search merk satu persatu. Demikian pula ketika akan booking hotel, saya butuh waktu cukup lama untuk membanding-bandingkan. Kadang saking asiknya membandingkan, malah tidak segera booking.
Tapi mengapa blog yang banyak review-nya sering dinyinyiri? Kemungkinan alasannya adalah sebagai berikut:
Tapi mengapa blog yang banyak review-nya sering dinyinyiri? Kemungkinan alasannya adalah sebagai berikut:
- Tagline atau tema blog yang teman-teman promosi tidak sesuai dengan isi. Misalnya tema blog teman-teman adalah parenting, tiba-tiba teman-teman review tentang broker apartemen tanpa disertai kepiawaian mengkaitkannya dengan tumbuh kembang anak di lingkungan apartemen. Pengunjung akan merasa kecele. Apapun job yang diterima atau review secara mandiri, seharusnya selalu dikaitkan dengan tema utama blog.
- Content placement yang membabi buta. Content placement sesungguhnya juga review, hanya saja bukan kita yang membuat. Karena itu seringkali membuat pengunjung yang kerap datang ke blog tersebut merasa aneh. Perasaan aneh itu berubah gondok jika pemilik blog tidak mau menyortir content placement seperti apa yang boleh tampil. Ini sering terjadi di blog lifestyle seperti beyourselfwoman. Mentang-mentang scope lebar semua boleh masuk. Padahal apapun tema blog tersebut, apabila dimiliki perorangan pasti ada benang merahnya yang bikin pengunjung selalu datang. Jika benang merah itu terputus, pengunjung akan mempertanyakan dirinya sendiri mengapa datang ke blog tersebut.
- Judul yang menipu. Itulah mengapa kemampuan soft selling hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu karena sulit. Jika tidak terampil, kesannya seperti menipu pembaca melalui judul. Sementara itu, pemilik blog sendiri merasa punya beban moral untuk tidak membuat blognya seperti etalase dagangan tanpa mengurangi rejeki dalam bentuk transferan, voucher maupun product sample.
Baca: Membuat Killer About Me di Blog
Mengapa blog travelling, blog buku dan blog kecantikan tidak dinyinyiri meski full review? Karena mereka tidak tanggung seperti alasan-alasan diatas. Blog buku misalnya, meski full review tapi semuanya tentang buku. Atau blog travelling deh, yang separo curhat separo review hotel dan restoran, tapi kan curhatnya tetap tentang perjalanan yang telah dilakukannya.
Sekarang coba yang personal blog, yang bercerita tentang kegiatan sehari-hari, misalnya hari ini review provider A, seminggu lagi review provider B, tinggal menghitung saja kan jumlah teman blogger yang akan nyinyir. Beda jika blog tersebut memang blog tekno, kalau cuma review satu provider ya nggak bisa hidup dong, mau nulis apa?
Nah seandainya teman-teman tertarik punya blog yang 100% review tentang berbagai produk dan jasa, nggak apa-apa juga. Siapa yang melarang? Mana undang-undangnya? Paling-paling harus lebih perhatian dengan ketentuan no follow dan disclosure dari google. Udah. Apakah blog seperti ini akan diminati? Menurut saya blog seperti ini akan diminati, setidaknya karena sudah sering menggunakanya sebelum membeli sesuatu.
Namun, ada beberapa hal yang diinginkan oleh calon pengunjung ketika mencari review, yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan ngeblog biasa.
Disclaimer. Jika memang berniat membuat blog khusus review, tegas saja menyatakan bahwa itu blog review. Pembaca akan lebih menghargai itu daripada klaim sebagai blog tentang daily life tapi kenyataannya ngiklan melulu. Jangan lupa memperhatikan nofollow link dan disclosure jika produk atau jasa yang sedang di review tersebut berbayar.
User's experience. Ini adalah faktor penting dalam review tapi sering dilupakan oleh reviewer. Di produk harian misalnya, kebanyakan reviewer fokus pada kandungan dan fungsi. Begitu pula jika mereview gadget, yang diuplek komponen dan spesifikasi. Sudah pernah pakai belum? Contoh yang baik ditiru itu seperti yang dilakukan oleh beauty blogger. Mereka tak ragu menggunakan tubuh sendiri untuk memperlihatkan cara bekerja produk tersebut dan hasilnya. Kalau belum pernah mencoba, hanya bertumpu pada riset di internet, artikelnya jadi hambar. Pengunjung bisa merasakan lo mana yang memang sudah pernah dicoba dan belum, meski artikel yang cuma riset internet itu dilengkapi dengan infografik yang keren.
Mengapa blog travelling, blog buku dan blog kecantikan tidak dinyinyiri meski full review? Karena mereka tidak tanggung seperti alasan-alasan diatas. Blog buku misalnya, meski full review tapi semuanya tentang buku. Atau blog travelling deh, yang separo curhat separo review hotel dan restoran, tapi kan curhatnya tetap tentang perjalanan yang telah dilakukannya.
Sekarang coba yang personal blog, yang bercerita tentang kegiatan sehari-hari, misalnya hari ini review provider A, seminggu lagi review provider B, tinggal menghitung saja kan jumlah teman blogger yang akan nyinyir. Beda jika blog tersebut memang blog tekno, kalau cuma review satu provider ya nggak bisa hidup dong, mau nulis apa?
Nah seandainya teman-teman tertarik punya blog yang 100% review tentang berbagai produk dan jasa, nggak apa-apa juga. Siapa yang melarang? Mana undang-undangnya? Paling-paling harus lebih perhatian dengan ketentuan no follow dan disclosure dari google. Udah. Apakah blog seperti ini akan diminati? Menurut saya blog seperti ini akan diminati, setidaknya karena sudah sering menggunakanya sebelum membeli sesuatu.
Namun, ada beberapa hal yang diinginkan oleh calon pengunjung ketika mencari review, yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan ngeblog biasa.
Disclaimer. Jika memang berniat membuat blog khusus review, tegas saja menyatakan bahwa itu blog review. Pembaca akan lebih menghargai itu daripada klaim sebagai blog tentang daily life tapi kenyataannya ngiklan melulu. Jangan lupa memperhatikan nofollow link dan disclosure jika produk atau jasa yang sedang di review tersebut berbayar.
User's experience. Ini adalah faktor penting dalam review tapi sering dilupakan oleh reviewer. Di produk harian misalnya, kebanyakan reviewer fokus pada kandungan dan fungsi. Begitu pula jika mereview gadget, yang diuplek komponen dan spesifikasi. Sudah pernah pakai belum? Contoh yang baik ditiru itu seperti yang dilakukan oleh beauty blogger. Mereka tak ragu menggunakan tubuh sendiri untuk memperlihatkan cara bekerja produk tersebut dan hasilnya. Kalau belum pernah mencoba, hanya bertumpu pada riset di internet, artikelnya jadi hambar. Pengunjung bisa merasakan lo mana yang memang sudah pernah dicoba dan belum, meski artikel yang cuma riset internet itu dilengkapi dengan infografik yang keren.
Versus. Versus ini paling dicari oleh calon pembeli yang serius. Sejauh ini yang sudah membandingkan produk dan jasa adalah blog tekno, khususnya gadget. Sedangkan perbandingan situs penjualan voucher hotel dan tiket pesawat masih dilakukan oleh website. Mungkin blog mengalami kesulitan menayangkannya karena perubahan harga yang terus-menerus. Tapi ingat, dalam membandingkan, hindarkan untuk memenangkan atau mengalahkan salah satu produk dan jasa yang direview. Blogger harus menyadari bahwa pilihannya bisa menjatuhkan usaha orang lain.
Jadi, misalnya dalam membandingkan dua handphone, cari dua merk dengan harga sebanding (tidak harus sama) kemudian jabarkan dan jajarkan fakta keduanya. Misalnya A memiliki screen 5" dan B "7". Tanpa disebutkan mana pemenangnya, sudah jelas B lebih lebar. Tapi apakah kemudian pasti B yang dibeli? Belum tentu. Bisa saja di spesifikasi selanjutnya, misalnya tentang memory card, A yang menang. Biarkan pembeli memilih sesuai dengan yang dibutuhkannya.
Bumbu pernik kegiatan. Supaya tidak membosankan, bumbui dengan pernik kegiatan yang berhubungan dengan review produk dan jasa, misalnya reportase launching, behind the scene pemotretan, profil brand ambassador, factory visit, kursus, workshop dan sebagainya.
Sebenarnya bukan hal yang aneh jika tidak ada yang menggugat blog buku meski 100% review, meski buku adalah produk yang dijual juga. Bahkan blog travelling malah kita nikmati review hotel dan tempat wisatanya. Begitu pula blog tekno yang menjadi panduan sebelum membeli gadget. Kebanyakan review yang demikian didasari user's experience dan personal opinion yang sangat kuat.
Kalau mau membuat blog 100% review tapi dengan berbagai kategori sekaligus misalnya kebutuhan rumah tangga, kebutuhan bayi, kebutuhan wanita dan sebagainya, cobalah cara yang digunakan blog-blog tematik diatas. Jadi, kalau ternyata blog kita kok isinya review semua, jarang sekali atau malah tidak pernah sharing lagi, mengapa tidak sekalian saja ditegaskan menjadi blog reviewer?
Jadi, misalnya dalam membandingkan dua handphone, cari dua merk dengan harga sebanding (tidak harus sama) kemudian jabarkan dan jajarkan fakta keduanya. Misalnya A memiliki screen 5" dan B "7". Tanpa disebutkan mana pemenangnya, sudah jelas B lebih lebar. Tapi apakah kemudian pasti B yang dibeli? Belum tentu. Bisa saja di spesifikasi selanjutnya, misalnya tentang memory card, A yang menang. Biarkan pembeli memilih sesuai dengan yang dibutuhkannya.
Bumbu pernik kegiatan. Supaya tidak membosankan, bumbui dengan pernik kegiatan yang berhubungan dengan review produk dan jasa, misalnya reportase launching, behind the scene pemotretan, profil brand ambassador, factory visit, kursus, workshop dan sebagainya.
Sebenarnya bukan hal yang aneh jika tidak ada yang menggugat blog buku meski 100% review, meski buku adalah produk yang dijual juga. Bahkan blog travelling malah kita nikmati review hotel dan tempat wisatanya. Begitu pula blog tekno yang menjadi panduan sebelum membeli gadget. Kebanyakan review yang demikian didasari user's experience dan personal opinion yang sangat kuat.
Kalau mau membuat blog 100% review tapi dengan berbagai kategori sekaligus misalnya kebutuhan rumah tangga, kebutuhan bayi, kebutuhan wanita dan sebagainya, cobalah cara yang digunakan blog-blog tematik diatas. Jadi, kalau ternyata blog kita kok isinya review semua, jarang sekali atau malah tidak pernah sharing lagi, mengapa tidak sekalian saja ditegaskan menjadi blog reviewer?
41 Comments
memang ndak masalah kok mau 100 persen review. terserah pada pemilik blog :) sekarang handphone bisa jadi powerbank kan karena hal itu, kreatif dan kemajuan jaman. dan semuanya tidak bsia dikendalikan.
ReplyDeleteEngine blog sudah berkembang, tak hanya skedar berbagi diary maupun curhatan.
Betul, kemajuan tekno tak terelakkan.
DeleteWah iya juga ya. Kenapa blog review buku dan travel blog gak dinyinyiri. Huhuu.. Aku kudu belajar banyak. Mentang-mentang lifestyle blog, gak ada saringannya. Tfs, mak...
ReplyDeleteItulah, malah blog buku selalu disanjung :)
Deletedisclaimer di sini wajib mba..karena diatur oleh Federal Trade Commission :)
ReplyDeleteDisini belum diatur. Padahal itu penting untuk perlindungan konsumen.
Deletesetuju, yang penting jangan nanggung. Kalau saya memposisikan diri sebagai pembaca seringkali gak peduli yang saya baca itu postingan review atau bukan. Karena buat saya yang penting tulisannya enak dibaca. Postingan bukan review sekalipun kalau membosankan, pasti akan cepat saya tutup bacanya
ReplyDeleteBetul, pembaca sekarang cerdas kok
DeleteBetul juga nih, gadogado terkadang membingungkan... okelah mau coba ah..
ReplyDeleteSilakan :))
DeleteGood thought mba'e. Respek pada kebebasan beropini kalo menurut saya, jika ingin berkomentar disampaikan secara sopan juga. Kalo penyampaian tulisannya enak, dibaca juga kok sampai habis ;)
ReplyDeleteKalau reviewer lbh ke informatif dibanding opini krn ada user's experience-nya.
Delete*belajar*
ReplyDelete:)
DeleteEh setuju banget deh aku, kalo emang mau bikin banyak review lebih baik bikin blog khusus review ya maaaak
ReplyDeleteBiar pengunjung nggak kecele :))
DeleteDuh, blog saya gado2 bgt. Ada parenting, kuliner, jln2, dll. Ade review sendiri, ada review berbayar...
ReplyDeleteHahahaa sama
DeletePada dasarnya mah nggak masalah sih 100% review. Yang penting tulisannya berbobot, enak d baca, tema yang disampein tetep dibuat menarik. tentu banyak juga pengunjungnya
ReplyDeleteBener banget
DeleteMantap mak lusi..setuju banget sih, tapi belum kepikiran nih mau dijadikan 100% review, soalnya jg jarang job.curcol.malah ku lagi buat blog yg tanpa ada reviewnya, pure sharing kesehatan, doakan istiqomah ya
ReplyDeleteAmiin semoga istiqomah ya. Kalau sudah jadi colek dong :)
Deletejejak dulu
ReplyDelete:)
Deletewah berarti bisa bikin blog khusus untuk review nih. terima kasih idenya sangat membantu sekali. nanti akan saya terapkan
ReplyDeleteSilakan :)
DeleteAda lho yang isinya content placement semua
ReplyDeleteMbeeer :))
Deletesoal content placement ini saya sadar betul bbrpa bulan ini blog gendhiss isinya placement aja, seneng tp miris juga. tp sebisa mungkin saya tetap nulis postingan sesuai jalur awal hehe
ReplyDeleteAmbil aja yang setema, terus diedit. Jangan mau kalau nggak boleh diedit. Win win solution.
Deleteblogku gado-gado banget Mbak, rasanya semuanya ada :(
ReplyDeletesampe sekarang masih kesulitan menentukan niche yang pas, pokoknya apa yang ada di pikiran langsung ditulis dan dipublish tanpa berpikir apakah nyambung antara post yang satu dengan yang lainnya :(
harus terus belajar agar suatu saat nanti bisa menemukan niche yang pas :)
Blog inipun gado2. Cari benang merahnya aja, terus dikuatin
DeleteBuat saya pribadi sih ga masalah juga haha selama masih dalam jalur kewajaran :)
ReplyDeleteIya, seimbangin aja
Deletesebisa mungkin dikaitkan dengan tema blog atau keseharian kita ya mbak
ReplyDeleteYa kalau nggak mau pindah ke 100% review hehee
DeleteMending Ngak usah pake nyinyir yaaa kak, biarkan saja merek angblog apapun hahahaha
ReplyDeleteangblog? angpau dari ngeblog?
DeleteMak Lusi artikelnya bagus banget dan menginspirasi.. Saya sedang mencoba untuk bikin blog dengan tema khusus...
ReplyDeleteBoleh juga tuh, blog 100 persen review, tapi ntar kalo sepi job blognya gimana dong, jadi nganggur :D
ReplyDeleteiya biar fokus gitu, satu niche blog aja, kalo gado-gado malah pembaca terkadang bingung
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji