Ketika sebagai netizen sudah merasa keren karena mengenal istilah digital immigrant dan digital native, sebenarnya itu bukan berarti apa-apa jika tidak menerapkan #internetbaik.
Bagi teman-teman yang aktif di dunia maya, terutama media sosial, mungkin sudah terlalu sering melihat pengguna internet membahayakan diri sendiri dan keluarganya. Himbauan, saran dan nasehat seolah sepoi saja ditelan keinginan untuk eksis, belum lagi penghasilan yang bisa didapat. Benar, edukasi keamanan berinternet bukanlah hal baru. Pengetahuan tersebut sudah banyak dicatat, di-share tapi entah apakah juga dipraktekkan. Namun demi generasi penerus kita semua, jangan berputus asa, bersama-sama kita dukung sosialisasi #internetbaik.
Tanggal 2 Agustus 2016 kemarin, saya datang ke seminar #internetbaik , yang merupakan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari Telkomsel, bekerjasama dengan ICT Watch, Kakatu serta Kita dan Buah Hati. ICT Watch adalah sebuah organisasi kemasyarakatan yang peduli dengan hak warga atas informasi. Saya mengenal ICT Watch sejak aktif ngeblog dan pernah mendapatkan penghargaan bulanan (SILVER) atas konten yang baik di blog saya melalui program Internet Sehat. Kakatu merupakan aplikasi parental control yang dibuat untuk membantu memantau aktivitas putra putri kita di internet. Sedangkan Kita dan Buah Hati merupakan lembaga yang dipimpin oleh ibu Elly Risman yang sudah sangat dikenal para ibu.
KESIMPULAN
Sebelum saya cerita panjang lebar tentang seminar tersebut (meskipun pembukaan artikel ini sudah panjang heheheee), saya malah ingin menyampaikan kesimpulan dan percobaan saya mengikuti kesimpulan tersebut.
Kesimpulannya, apapun tips dan teorinya, yang penting adalah kesadaran dari orangtua untuk fokus pada anak ketika bersama.
Gerakan 1821 itu bagus, tapi lebih bagus lagi di jika diwaktu lain ketika orangtua sedang bersama anak, tidak memegang hp atau laptop. Sedikit banyak anak itu meniru orangtuanya. Biasanya saya sempatkan mengintip hp ketika lampu merah karena waktu saya mengikuti yang kekinian di dunia maya memang terbatas. Tapi kemarin saya coba tidak menyentuh hp sama sekali di jalan ketika menjemput anak. Ternyata anak saya yang biasanya mengikuti update k-pop di instagram pun memilih tidur daripada mengulik hp.
Begitu pula ketika malam saya berusaha tidak membuka laptop dan hp, anak saya pun belajar tanpa sedikit-sedikit menoleh ke hpnya. Meski ini berat buat blogger tapi layak diusahakan. Bekerja secara online itu memang fleksibel tapi bukan berarti bisa di sembarang waktu, harus ada alokasi yang jelas kapan bekerja dan kapan cuma duduk diam menemani anak belajar. Itu sama sekali bukan buang-buang waktu meski bisa saja digunakan untuk mengerjakan job review, melainkan menikmati proses perkembangan anak dan membuat anak nyaman dijadikan pusat perhatian orangtua.
NARASUMBER
Di seminar ini ketemu lagi dengan mas Donny dari ICT Watch setelah sekian tahun ketemu untuk pertama kalinya di Pekanbaru. Beliau bercerita tentang petuah seorang imam mesjid di Aceh ketika ada sosialiasai tentang internet disana bahwa internet itu seperti sungai yang mengalir didepan rumah kita, yang membuat anak-anak penasaran pengin nyemplung. Daripada memagarinya yang justru berbahaya kalau si anak mencuri kesempatan untuk menyelinap dan nyemplung, lebih baik ajari si anak tersebut berenang. Dalam rangka itu narasumber dari ICT Watch, Kakatu serta Kita dan Buah Hati saling melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk sosialisasi #internetbaik.
Kakatu adalah sebuah aplikasi parental control yang bisa diunduh di App Store. Perannya adalah sebagai perangkat untuk memonitor kegiatan anak-anak di internet serta membatasi akses sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Aplikasi ini didownload si perangkat yang digunakan di anak dan tidak bisa di-uninstall tanpa password yang dipegang orangtua. Orangtua bisa memilih aplikasi apa saja yang bisa diakses anak-anak. Misal si anak masih berusia 10 tahun yang berarti belum boleh memiliki akun facebook, maka orangtua bisa memasukkan facebook dalam aplikasi yang tidak bisa diakses.
Kakatu sekaligus menjawab pertanyaan pembaca di artikel saya sebelumnya tentang bagaimana membatasi akses anak terhadap internet. Silakan baca disini >> Remaja dan Kehidupan Digital Yang Aman.
Ada yang berpendapat bahwa artikel saya tersebut terlalu ketat membatasi anak. Ternyata setelah mengikuti seminar ini, saya tambah yakin bahwa itu perlu. Hanya mungkin harus saya tambahi juga dengan kesimpulan diatas, serta saran narasumber dari Kita dan Buah Hati bahwa orangtua harus menghargai si anak dengan kesepakatan di awal. Orangtua tidak boleh menghukum anak atas sesuatu yang belum pernah disepakati karena malah akan membuat si anak merasa selalu salah dan akhirnya berontak. Misalnya tentang penggunaan gadget dirumah, orangtua dan anak harus sepakat lebih dahulu kapan diperbolehkan untuk bermain games. Jika melanggar, barulah diberi teguran atau hukuman.
Tentang privacy anak, narasumber dari ICT Watch mengatakan bahwa berhubung anak-anak dianggap dibawah umur, maka alasan keamanan diletakkan diatas privacy.
Itu artinya keamanan lebih penting dari privacy sehingga guru boleh merazia hp siswa untuk mengecek konten yang dilihat siswa.
INTERNET DAN ANAK
Sebenarnya setiap games sudah ada ratingnya. Tapi tak semua orangtua tahu maksudnya. Banyak juga orangtua yang dengan polosnya menganggap bahwa games itu adalah mainan, hiburan segala usia. Bahkan dengan naifnya seringkali malah heran kalau melihat orang dewasa main games. Padahal games ada disemua tingkatan usia. Dari rating Early Childhood sampai Adult Only. Games yang dimainkan secara online adalah yang paling sulit dimonitor orangtua.
Semua informasi yang masuk melalui panca indera secara berulang-ulang akan mengubah kerangka otak dan membentuk pola pikir baru. Mumu, narasumber dari Kakatu adalah contoh nyata bahwa games telah merusak masa mudanya. Syukurlah beliau menemukan titik balik dalam hidupnya.
Berlama-lama di depan layar juga menyebabkan berbagai penyakit seperti RSI (Repetitive Strain Injury, nyeri tulang belakang, sindrom vibrasi tangan hingga pengikisan Lutein (lapisan tipis yang melindungi retina mata).
Tak hanya games, mengekspose diri di internet juga merupakan tindakan yang bisa berbahaya jika sudah kecanduan. Psikolog dari Kita dan Buah Hati mengatakan bahwa faktanya kebanyakan orangtualah yang mengenalkan seberapa besar mereka membuka kehidupan pribadi pada publik. Bukankah sejak didalam kandungan anak-anak sudah diajak selfie? Proses itu berkelanjutan hingga pada akhirnya mereka menikmati sorotan publik dan malah tertuntut untuk terus tampil.
Namun narasumber dari ICT Watch meyakinkan bahwa fakta-fakta ngeri tersebut bisa ditekan dengan partisipasi aktif orangtua dan guru. Bagaimanapun teknologi akan terus berkembang dan dijadikan sarana bagi berbagai kegiatan manusia. Biarkan saja anak-anak membawa gadget ke sekolah tapi beri berbagai tugas kreatif agar waktu mereka habis untuk mengeksplore internet demi memenuhi tugas tersebut. Bisa juga dibuat kegiatan yang lebih seru seperti majalah dinding online.
INTERNET YANG BAIK
Dua hari ini diadakan Training for Trainers sebagai kelajutan dari seminar #intenetbaik. Selain mendatangi sekolah-sekolah, beberapa siswa juga diundang untuk mengikuti kegiatan ini agar mereka bisa menyebarkannya ke teman-teman mereka. Selain siswa, diundang pula para guru dan penggiat kegiatan sosial.
Lalu, internet yang baik itu seperti apa?
- Bertanggung Jawab, yaitu dimanfaatkan secara tepat, sesuai dengan norma dan etika.
- Aman, yaitu terhindar dari segala tindak kejahatan dan terhindar dari adiksi yang merugikan.
- Inspiratif, yaitu mendorong pemanfaatan internet untuk hal-hal positif.
- Kreatif, yaitu dapat menciptakan ekosistem digital yang produktif sebagai wadah dan pengembangan.
Semoga program ini terus bergulir ke masyarakat disekitar kita. Program ini juga akan diadakan di kota-kota lain.
20 Comments
Topiknya kayak yg sering dibahas mba Lusi di blog ya...
ReplyDeleteKayak beginian harus diketahui ibuk2 di desa2 juga. Duuh...anak anak tuh lho di desa
Iya, rata2 blog parenting pernah membahas yg seperti ini. Tapi kok ya....
DeletePetuah dari imam tersebut benar sekali. Memang lebih baik kalau anak diajarkan berenang saja. Krn kta tak mungkin bisa mmbatasi laju jaman yg makin butuh internet
ReplyDeletePetuah seorang yg bijaksana
DeleteAs Always, selalu lengkap postingannya. Cetar kamu mah, aku duluan kan buat web KEB, bukan buat blogku :)))
ReplyDeleteBetul, aku memang cetar wkwwkwkkk *ngebayangain mbakin cemberut
DeleteWaw hebat nih Kakatu ... saya perlu unduh nih supaya bisa memonitor kegiatan anak-anak di internet ..... Manteb nih aplikasinya gak bisa di-uninstall tanpa password .....
ReplyDeleteSilakan kontak akun sosmednya jika butuh tuntunan :)
Deletesaya agak takut ngenalin internet ke anak mbak, ya takutnya kemana-mana, dia lagi gak pegang gadget sekarang, kalau nanti mulai mainan gadget lagi paling aku dampingin banget
ReplyDeleteIbu yg netizen biasanya malah sangat perhatian :)
DeleteSusah memisahkan anak dari gadget pada jaman gini, mbak. Mereka udah sehidup semati kayaknya :(
ReplyDeleteTantangan tersendiri khususnya buat saya untuk sekedar mengurangi ketergantungan anak dari gadget.
Betul. Mereka jarang main dg anak tetangga, kasihan juga kalau nggak berkomunikasi dg sebayanya via hp
DeleteAku lgs coba download aplikasinya... user friendly bgt.. dan aku tertarik ama features premiumnya, yg bisa mencek keberadaan anak, .. lgs coba utk free trial 30 hr :D..kalo memang bgs, kyknya bkl aku lanjutin deh..
ReplyDeleteWah sip banget. Kalau ada kesulitan jangan ragu kontak akun sosmed mereka ya mbak @Kakatu_ID
Deletedapet informasi penting sambil kumpul bareng dengan bloger-bloger asyik ya mbaaa...
ReplyDeleteBeda bgt ilmu yg didapat langsung itu karena penjelasannya lebih lengkap.
Deletethanks mak sudah diingatkan :)
ReplyDeleteSama-sama :))
Deleteaku masih suka ngintip-ngintip hp mbak, makasih loh sharingnya
ReplyDeleteKadang aku juga ding :)
DeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji