Catatan: 5 Persiapan Menjadi Reseller ini adalah artikel lama yang saya revert to draft untuk saya perbaiki susunan kalimatnya dan saya sesuaikan dengan perkembangan bisnis tersebut.
Terjemahan bebas dari reseller ini bukan menjual kembali, melainkan penjual mandiri, kepanjangan tangan dari staf marketing sebuah brand atau produsen.
Reseller berbeda dengan penjual yang bekerjasama dengan produsen seperti yang saya lakukan. Saya tidak membuat sendiri produk tersebut dan produsen juga tidak menjual sendiri produknya. Sedangkan antara reseller dan produsen masih ada satu pihak lagi, yaitu wholeseller atau pedagang besar atau grosiran.
Reseller adalah kata yang akrab dikalangan perempuan karena caranya yang mudah. Asal punya smartphone atau tempat, semua bisa jadi reseller. Bener nggak sih? Mari kita obrolkan.
Banyak yang mengasosiakan reseller sebagai pekerjaan sampingan yang bisa disambi momong anak, kerja kantoran, dan sebagainya. Karena pemahaman yang demikian, maka cara berusahanyapun banyak yang menganut azas asal ada kesempatan. Padahal jika serius, meskipun disambi sana-sani, keuntungannya bisa berkembang sebesar kerja keras kita. Selain itu, sikap yang menggampangkan tersebut sesungguhnya tertangkap getarannya oleh sang wholeseller atau pemegang merk. Bagaimanapun beda sekali sikap orang yang benar-benar berminat menjadi reseller dan mereka yang iseng-iseng saja. Jadi jangan salahkan wholeseller atau pemegang merk jika respon mereka juga ogah-ogahan.
Keep in mind, buang jauh-jauh anggapan bahwa wholeseller atau pemegang merk lah yang membutuhkan reseller, jadi bisa jual mahal. Memang wholeseller atau pemegang merk butuh reseller yang banyak untuk menaikkan omset tapi reseller yang kreatif dan bersemangat. Tidak paham aturan mereka tak apa, mereka akan memberikan tuntunan. Mereka hanya tidak ada waktu untuk meladeni reseller yang lemot. Daripada ngurusi reseller yang iseng, mereka bisa menjual sendiri secara langsung kok.
Jadi, setipis-tipisnya harapan untuk mengambil keuntungan sebagai reseller, sebaiknya lakukan persiapan juga. Memang benar anjuran untuk langsung action tanpa kebanyakan mikir. Tapi jika tahu harus ngapain, mau action apa? Tidak ada usaha tanpa modal. Minimal kita menginvestasikan waktu lo.
1. APA YANG KAMU BISA
Hindari coba-coba menjadi reseller hanya karena ada penawaran. Coba cek diri sendiri, apa yang bisa kita lakukan dengan produk tersebut. Apalagi jika yang menawarkan produk tersebut adalah teman sendiri. Biasanya mumpung teman sendiri bossnya, kita justru merasa nggak punya beban dan tanggung jawab. Kalau sempat ya jalan, kalau enggak ya santai aja. Toh nggak ada kerugian yang harus ditanggung. Padahal tetap ada ruginya lo, minimal kredibilitas kita sebagai manusia yang seenaknya. Ini beda dengan yang sudah berusaha tapi gagal memasarkan produk tersebut. Effort adalah pembedanya.
Komponen diri yang harus dicek sebelum menyambar kesempatan sebagai reseller adalah:
- Apakah punya kepercayaan diri untuk berjualan?
- Apakah punya waktu untuk promo?
- Apakah paham produk tersebut? Jika tak paham, adakah keingingan untuk memahami?
- Apakah sudah punya gambaran kemana menawarkan produk tersebut?
Kepercayaan diri itu penting banget karena masih banyak yang mencibir reseller. Itu tidak bisa dihindari karena memang banyak reseller yang ngawur, bahkan menipu. Konsumen juga sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bikin jengah karena sudah kadung percaya kalau harga reseller itu mahal. Jika kita percaya diri, harga yang lebih tinggi tidak akan jadi masalah. Tentusaja itu harus diimbangi dengan penyajian yang menarik dan memudahkan konsumen untuk memilih dan memesan. Jika track of record bagus, pertanyaan seperti itu akan hilang dengan sendirinya.
Ibu-ibu seharian dirumah belum tentu punya waktu untuk menambah kegiatan lain, misalnya menjadi reseller. Jadi pertimbangkan dulu. Respon yang lambat ke konsumen akan mengakibatkan konsumen kapok. Hubungan dengan wholeseller atau pemilik merk jadi tidak baik.
Baca: Pusat Jual Beli Snack Jogja
Baca: Pusat Jual Beli Snack Jogja
Sekarang banyak sekali produk yang menggunakan sistem reseller. Lain waktu saya akan posting produk-produk reseller yang cocok bagi ibu-ibu. Namun demikian tetap pilih yang disuka. Jika suka dengan produk tersebut, meskipun belum paham spesifikasi produknya, akan lebih bersemangat untuk menguasai spefisikasinya dan melakukan promosi penjualan. Contohnya ketika menjadi reseller t-shirt harus bersedia memahami jenis bahannya, tidak hanya ukurannya.
Pangsa pasar itu dikuasai berdasarkan riset dan pengalaman. Tapi bagi reseller pemula, minimal punya gambaran dimana akan menawarkan produk tersebut. Apakah di arisan, di group WA, ikut stan gratisan keluarahan dan sebagainya. Dengan gambaran minimal tersebut, reseller bisa langsung bergerak ketika mendapatkan lampu hijau dari wholeseller atau pemegang merk.
2. TENTUKAN CARA PENJUALAN
2. TENTUKAN CARA PENJUALAN
Ada 2 macam cara penjualan, yaitu online dan offline.
Untuk reseller online, ada yang mengambil barang dulu lalu mengirimnya sendiri, ada yang hanya melalui perintah pengiriman (dropshipper). Lain kali saya akan tulis khusus tentang dropshipper.
Untuk reseller online, ada yang mengambil barang dulu lalu mengirimnya sendiri, ada yang hanya melalui perintah pengiriman (dropshipper). Lain kali saya akan tulis khusus tentang dropshipper.
Reseller online harus didukung oleh:
- Gadget yang memadai.
- Sinyal yang memadai.
- Penyajian yang kreatif.
- Bank yang mendukung.
Gadget itu tidak perlu terlalu mahal. Kalau mampu sih nggak apa-apa. Yang penting memori dan fiturnya memadai untuk berkomunikasi dengan konsumen dan wholeseller. Gadget tersebut juga mampu mengolah foto supaya saleable dengan berbagai aplikasi. Sayang aja membeli gadget yang mahal tapi setahun kemudian ada teknologi baru yang tidak bisa diupgrade melalui gadget tersebut.
Untuk metode pembayaran, harus berusaha memiliki rekening bank yang banyak digunakan orang. Bank-bank kecil yang jarang kita dengar akan membuat transfer ribet. Padahal konsumen itu labil, mudah cancel hanya karena masalah ketidaknyamanan yang sepele, kecuali pelanggan setia.
Baca: Online Shop vs Offline Shop
Kemudahan gadget ini memang sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin menjadi reseller, namun bisa juga menjadi bumerang. Banyak reseller yang memulainya tanpa motivasi menjadi tidak serius ketika merespon pembeli. Ada yang malah curang, misalnya cek harga seenaknya, lalu order ditempat lain.
Perlu diketahui, bukan hanya pelanggan yang mencatat dan menyebarkan kelakuan reseller, tapi juga para produsen, distributor atau agen yang saling memberikan informasi.
Untuk pengiriman, sekarang kurir juga sudah berbenah dengan tarif bersaing. Keberadaan ojek online juga sangat membantu pengiriman dalam kota.
Reseller offline harus memiliki:
- Energi untuk bergerak.
- Showcase (baik menyewa atau menggunakan bagian dari rumah).
- Packaging yang bagus.
Sebagai reseller offline, kita harus punya energi untuk bergerak, misalnya untuk mengambil barang, menata display dan melayani pembeli. Apakah berarti jika sibuk dengan urusan anak dirumah tidak bisa menjadi reseller offline? Bisa dong, manusia harus berusaha. Banyak cara untuk menyiasatinya asal banyak ide juga. Misalnya kita telpon teman-teman kita untuk main ke rumah, lalu kita pameri produk-produk kita. Kita juga bisa membuat suasana rumah senyaman mungkin, meski sederhana, agar menjadi sarang ngobrol favorit ibu-ibu tetangga. Nah, itulah kesempatan kita mengeluarkan dagangan.
Untuk yang menggunakan ruangan dirumah sebagai lapak, berilah pengertian pada anak-anak agar tidak mengobrak-abrik ruangan tersebut. Bagi yang masih punya anak balita, dimana masih sulit dimintai pengertian, siapkan energi untuk sering bersih-bersih. Selain kebersihan ruangan yang menjadi display, anak kitapun harus bersih. Agar tidak kecapekan, tetapkan jam opersional. Misal, toko dirumah buka jam 09.00-17.00, usahakan anak-anak mengenakan baju lengkap dan bersih meski casual alias baju main di jam tersebut. Si reseller sendiri juga jangan menyambut pengunjung dengan mengenakan daster.
Kerena kita memberikan langsung produk yang dibeli pelanggan, usahakan membuat packaging yang menarik jika tidak ada ketentuan packaging harus seragam dari wholeseller atau pemegang merk.
3. PEMILIHAN WHOLESELLER ATAU PEMEGANG MERK
Setelah menetapkan akan ambil atau tidak kesempatan tersebut, langkah selanjutnya adalah memilih wholeseller atau pemegang merk. Wholeseller atau pemegang merk memiliki ketentuan yang berbeda, disesuaikan dengan karakter produk dan pembeli. Reseller-lah yang harus menyesuaikan diri. Karena itu sebelum memutuskan akan mengambil barang dari sebuah merk atau grosiran, penting untuk membaca baik-baik ketentuan tersebut.
Ada wholeseller yang menetapkan minimum pembelian di awal kerjasama, ada yang tidak. Keduanya tidak masalah, sesuaikan saja dengan modal yang dimiliki. Yang biasanya diatur dengan ketat adalah masalah retur. Tidak semua wholeseller berniat memperumit retur. Adakalanya itu agar reseller termotivasi mengejar omset dan berhati-hati menangani barang-barang tersebut. Tidak sedikit reseller yang mentang-mentang bisa retur lantas seenaknya menyimpan barang sehingga ketika retur diterima dalam kondisi tidak layak jual, bahkan diobral sekalipun. Contoh ketentuan yang ketat misalnya retur hanya bisa dilakukan setelah sebulan pengiriman. Karena itu perhitungkan pula jarak antara lapak (jika berjualan offline) dengan asal produk.
Baca: Guna Info Pusat Belanja dan Toko di Blog Beyourselfwoman
Dengan demikian alur komplain menjadi sangat penting. Sampai dimana tanggung jawab kita sebagai reseller dan sampai dimana tanggung jawab wholeseller.
4. KETENTUAN NAMA DAN LOGO
Setelah menetapkan akan ambil atau tidak kesempatan tersebut, langkah selanjutnya adalah memilih wholeseller atau pemegang merk. Wholeseller atau pemegang merk memiliki ketentuan yang berbeda, disesuaikan dengan karakter produk dan pembeli. Reseller-lah yang harus menyesuaikan diri. Karena itu sebelum memutuskan akan mengambil barang dari sebuah merk atau grosiran, penting untuk membaca baik-baik ketentuan tersebut.
Ketentuan wholeseller yang wajib diperhatikan reseller:
- Minimum pemesanan.
- Cara pemesanan.
- Cara pembayaran.
- Alur komplain.
- Syarat retur.
Ada wholeseller yang menetapkan minimum pembelian di awal kerjasama, ada yang tidak. Keduanya tidak masalah, sesuaikan saja dengan modal yang dimiliki. Yang biasanya diatur dengan ketat adalah masalah retur. Tidak semua wholeseller berniat memperumit retur. Adakalanya itu agar reseller termotivasi mengejar omset dan berhati-hati menangani barang-barang tersebut. Tidak sedikit reseller yang mentang-mentang bisa retur lantas seenaknya menyimpan barang sehingga ketika retur diterima dalam kondisi tidak layak jual, bahkan diobral sekalipun. Contoh ketentuan yang ketat misalnya retur hanya bisa dilakukan setelah sebulan pengiriman. Karena itu perhitungkan pula jarak antara lapak (jika berjualan offline) dengan asal produk.
Baca: Guna Info Pusat Belanja dan Toko di Blog Beyourselfwoman
Dengan demikian alur komplain menjadi sangat penting. Sampai dimana tanggung jawab kita sebagai reseller dan sampai dimana tanggung jawab wholeseller.
4. KETENTUAN NAMA DAN LOGO
Ketentuan ini harus jelas agar reseller tidak dituduh mencuri foto. Merk atau brand besar biasanya tidak mau kita menggunakan merk toko reseller. Packaging produk dan peralatan promo mereka menggunakan nama, logo, bahkan warna yang sama. Reseller diwajibkan mengikuti semua program marketing dan promosi merk tersebut. Di satu sisi ini memudahkan reseller yang tidak punya terlalu banyak waktu mempersiapkan peralatan perang. Di sisi lain, reseller tidak memiliki kesempatan untuk membangun brand sendiri. Pilih saja yang sesuai dengan niat.
Untuk reseller yang hanya menerima produk tanpa paket marketing, tentu harus mempersiapkan nama dan logo sendiri agar mudah dikenali konsumen. Disini kreativitas sangat dibutuhkan agar berbeda dengan reseller produk sejenis. Menjadi reseller produk bebas seperti ini berarti ada reseller lain yang menjual produk yang sama dari wholeseller yang sama pula.
5. PERHITUNGAN MARJIN
Perhitungan marjin ini berkaitan erat dengan persiapan nomor 3 dan 4.
Jika reseller menggunakan nama dan logo pemegang merk, maka marjin sudah fixed, yaitu dari diskon kita sebagai reseller. Harga produk brand besar biasanya terbuka, diketahui semua orang. Reseller tidak mungkin lebih tinggi dari itu. Bahkan seringkali tercetak dalam brosur yang diberikan pemegang merk tersebut pada reseller. Tidak bebas, memang. Tapi dengan perangkat marketing dan promosi yang sudah jadi seharusnya sudah menghemat pengeluaran dan jam kerja juga. Jika ingin keuntungan meningkat, harus giat memompa volume penjualan.
Jika reseller menggunakan nama dan logo sendiri atau dengan kata lain wholeseller hanya menyediakan barang, maka marjin bisa ditentukan sesuka hati. Tapi karena ini bukan produk kita sendiri, berarti ada reseller lain yang menjual produk yang sama dari wholeseller tersebut. Marjin yang terlalu besar akan menyulitkan karena konsumen sekarang rajin membandingkan harga.
Jika sudah ada ketentuan harus menggunakan nama dan logo pemegang merk, jangan coba-coba curang dengan menghapus atau menimpanya dengan logo reseller sendiri. Ingat ya, produsen, distributor dan agen talk.
Untuk reseller yang hanya menerima produk tanpa paket marketing, tentu harus mempersiapkan nama dan logo sendiri agar mudah dikenali konsumen. Disini kreativitas sangat dibutuhkan agar berbeda dengan reseller produk sejenis. Menjadi reseller produk bebas seperti ini berarti ada reseller lain yang menjual produk yang sama dari wholeseller yang sama pula.
5. PERHITUNGAN MARJIN
Perhitungan marjin ini berkaitan erat dengan persiapan nomor 3 dan 4.
Jika reseller menggunakan nama dan logo pemegang merk, maka marjin sudah fixed, yaitu dari diskon kita sebagai reseller. Harga produk brand besar biasanya terbuka, diketahui semua orang. Reseller tidak mungkin lebih tinggi dari itu. Bahkan seringkali tercetak dalam brosur yang diberikan pemegang merk tersebut pada reseller. Tidak bebas, memang. Tapi dengan perangkat marketing dan promosi yang sudah jadi seharusnya sudah menghemat pengeluaran dan jam kerja juga. Jika ingin keuntungan meningkat, harus giat memompa volume penjualan.
Jika reseller menggunakan nama dan logo sendiri atau dengan kata lain wholeseller hanya menyediakan barang, maka marjin bisa ditentukan sesuka hati. Tapi karena ini bukan produk kita sendiri, berarti ada reseller lain yang menjual produk yang sama dari wholeseller tersebut. Marjin yang terlalu besar akan menyulitkan karena konsumen sekarang rajin membandingkan harga.
Komponen penghitungan margin adalah:
- harga beli
- biaya operasional (tenaga kerja, pulsa, bensin, packing, dsb)
- biaya investasi (untuk pengembangan usaha)
Jangan puas jika biaya operasional sudah terpenuhi. Memang jika reseller sudah bisa mencicipi bagiannya itu sudah untung. Tapi hanya untung berdasarkan data penjualan saja. Soal apakah sudah bisa menutup kebutuhan hidup, apalagi untuk beli berlian, itu belum tentu. Karenanya omset perlu terus ditingkatkan dengan menambah investasi yang dikumpulkan dari marjin tersebut.
Untuk produk reseller, investasi tidak berkisar pada produksi tapi lebih ke perangkat pendukung, misalnya packaging yang lebih menawan atau gadget yang lebih canggih.
Profesi apapun jika dijalani dengan serius, hasilnya akan memuaskan. Mau berjualan produk sendiri atau menjadi reseller, tidak masalah, asal menjalaninya dengan baik dan tidak menipu atau curang.
20 Comments
konsepku soal reseller masih salah berarti. kuanggap ini cuma bantu jualin gitu
ReplyDeleteBukan salah tp memang tidak ada konsep baku. Atau mungkin ada konsepnya tp aku nggak tau :)
DeleteBelajar bisnis dan wirausaha dari mbak lusi. Makasih ilmunya mba..
ReplyDeleteSama2 belaja mbak. Ini dapatnya juga dari teman2 saya para pemilik usaha :)
DeleteJadi ingat dulu saya pas jadi reseller, skr mau aktif jadi reseller lagi ah, bismillah
ReplyDeleteBismillah semoga berhasil :)
DeleteAnak sulungku sekarang mencoba jadi reseller.
ReplyDeleteYang beli masih terbatas teman2 sekolahnya aja sih sekarang.
Waaah keren mbak. Semoga sukses ya. Akan jadi pengalaman yg berharga.
DeleteDulu pernah jadi reseller baju-baju gitu tp kayaknya kurang persiapan deh jadinya bubar di tengah jalan
ReplyDeleteGpp utk pengalaman. :)
DeleteSaya juga seorang reseller, maka artikel Mbak Lusi ini sangat penting buat saya. Makasih banyak ya, Mbak.
ReplyDeleteSama belajar mas 😊
DeletePernah jadi reseller mba cuman keknya krn ga cantik perhitungannya akhirnya gulung tikar sayanya hahaha..
ReplyDeleteMarjinnya memang tipis 😊
DeleteDari dahulu kala sebenarnya pengen jadi reseller, tapi jiwaku masih cemen mbak Lusi. Yang kebayang cuma gagal dan rugi, padahal maju aja belum :(
ReplyDelete* Butuh motivator
* modal cupet :)
Namanya usaha mbak, bisa gagal, bisa berhasil
DeleteAku pernah jadi reseler setelah itu ga pernah lagi karna Bosan.
ReplyDeleteIntinya segala sesuatu yang di tekuni pasti akan membuahkan hasil ya teh jangan kayak aku :)
Iya. Sekarang menekuni apa?
DeleteBertahun-tahun aku sempet resellerin produk. Jualnya via onlen. Tapi kezelnya dan bikin aku capek trus menyerah adalah karena suppliernya slowres. Huhuhu...
ReplyDeleteSupplier lambat bikin reseller kena marah pelanggan
DeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji