Apakah teman-teman akan menjauhkan diri dari media sosial selama bulan Ramadan 2017 ini atau tidak? Apapun pilihannya, semoga ibadah teman-teman di bulan Ramadan 2017 ini terima oleh Allah SWT.
Ramadan di dunia maya sekarang ini merupakan tantangan besar, terutama yang pekerjaan sehari-harinya mengandalkan media sosial. Mau mundur, sayang. Kalau tidak berubah, apa bedanya dengan bulan-bulan lain? Bukankah Ramadan disediakan agar manusia tidak gas pol mengikuti keduniaannya? Bukankah Ramadan disediakan agar manusia bisa break untuk me-recharge keimanannya? Harus dimanfaatkan, bukan?
Hidup tanpa batas ruang dan waktu di dunia maya, terutama media sosial, itu sulit. Sulit untuk tidak terpancing perselisihan. Sulit untuk tidak mojok bergosip. Sulit untuk tidak merasa benar sendiri. Sulit untuk tidak meremehkan orang lain. Sulit untuk tidak membenci orang lain. Sulit untuk tidak mencurigai. Sulit untuk tidak iri. Dan masih banyak sulit-sulit lainnya. Padahal esensi Ramadan adalah menahan diri. Sementara, pertahanan diri kita sering jebol di media sosial karena emosi, solidaritas atau semata-mata karena mudah baper alias bawa perasaan.
Hidup tanpa batas ruang dan waktu di dunia maya, terutama media sosial, itu sulit. Sulit untuk tidak terpancing perselisihan. Sulit untuk tidak mojok bergosip. Sulit untuk tidak merasa benar sendiri. Sulit untuk tidak meremehkan orang lain. Sulit untuk tidak membenci orang lain. Sulit untuk tidak mencurigai. Sulit untuk tidak iri. Dan masih banyak sulit-sulit lainnya. Padahal esensi Ramadan adalah menahan diri. Sementara, pertahanan diri kita sering jebol di media sosial karena emosi, solidaritas atau semata-mata karena mudah baper alias bawa perasaan.
Tiga hari jelang Ramadan (belum ada pengamatan hilal), suasana dunia maya, terutama media sosial, membuat saya miris dan ngeri. Mau berpendapat tapi khawatir ada yang nyerocos membuat status tandingan. Mau memberi saran tapi takut dibilang sok benar. Mau mengeluarkan keresahan tapi males dibilang mudah baper, dan sebagainya. Ini karena suasana dunia maya memang sedang seperti itu, ra uwis uwis saling balas. Saya tidak punya energi sebanyak itu untuk mengikuti persoalan yang tidak ada habisnya dan malah selalu bertambah dengan masalah-masalah lain.
Jelang Ramadan 2017 kali ini, mau tidak mau saya harus lebih sistematik di dunia maya ketimbang tahun lalu. Nah, berarti saya tidak akan meninggalkan dunia maya selama Ramadan ya, melainkan akan membuat aturan bagi diri sendiri. Ini bukan berarti mau menunjukkan bahwa saya sok soleha, tapi justru karena saya merasa masih sangat jauh dari soleha makanya harus ada pagar agar tidak terbawa suasana yang mengurangi pahala Ramadan.
1. Membatasi Jam Online
Porsi online mau tidak mau harus dikurangi karena umat Islam punya target ibadah yang harus dicapai dan kesempatan-kesempatan untuk menambah pahala dalam sebulan itu selain puasa. Selain target tadarus dan sholat tarawih, para ibu akan sibuk mendapat giliran menyiapkan takjil di mesjid-mesjid terdekat, jadi panitia Ramadan di kampung, menyantuni anak yatim, menyantuni dhuafa sekitar rumah, zakat, persiapan Lebaran dan sebagainya. Kalau di kampung Ramadan akan lebih meriah lagi karena ada lomba anak sholeh dan karnaval khataman.
Giliran group ibu-ibu blok saya menyiapkan takjil mesjid adalah pada hari Minggu besok untuk 400 orang. Kok banyak amat? Kebetulan hari itu akan ada pengajian juga, jadi pasti yang datang lebih banyak dari biasanya. Oiya, mesjid kami masih menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, tapi itu tidak mengurangi keinginan warga pendatang untuk ikut bergabung dalam acara-acara Ramadan.
Jadi, bisa dimaklumi kalau banyak teman yang memutuskan sama sekali offline selama sebulan, bahkan lebih sampai Syawalan selesai karena kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan energi yang banyak dan ketenangan hati.
1. Membatasi Jam Online
Porsi online mau tidak mau harus dikurangi karena umat Islam punya target ibadah yang harus dicapai dan kesempatan-kesempatan untuk menambah pahala dalam sebulan itu selain puasa. Selain target tadarus dan sholat tarawih, para ibu akan sibuk mendapat giliran menyiapkan takjil di mesjid-mesjid terdekat, jadi panitia Ramadan di kampung, menyantuni anak yatim, menyantuni dhuafa sekitar rumah, zakat, persiapan Lebaran dan sebagainya. Kalau di kampung Ramadan akan lebih meriah lagi karena ada lomba anak sholeh dan karnaval khataman.
Giliran group ibu-ibu blok saya menyiapkan takjil mesjid adalah pada hari Minggu besok untuk 400 orang. Kok banyak amat? Kebetulan hari itu akan ada pengajian juga, jadi pasti yang datang lebih banyak dari biasanya. Oiya, mesjid kami masih menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, tapi itu tidak mengurangi keinginan warga pendatang untuk ikut bergabung dalam acara-acara Ramadan.
Jadi, bisa dimaklumi kalau banyak teman yang memutuskan sama sekali offline selama sebulan, bahkan lebih sampai Syawalan selesai karena kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan energi yang banyak dan ketenangan hati.
2. Menjaga Kata-kata
Memang selama ini saya hanya blak-blakan di group tertutup, walaupun banyak yang mengatakan konten blog beyourselfwoman sudah cukup blak-blakan. Itupun tidak menjamin tidak ada yang tersinggung karena tiap orang punya batas sendiri-sendiri tentang apa yang bisa dibicarakan dan apa yang tidak. Di bulan Ramadan ini, sensitivitas harus diasah lagi agar lebih peka terhadap member group lainnya.
Apakah berarti tidak akan ada curhatan? Tetap ada dong, karena dunia ini lebih berwarna jika ada curhatan. Tapi tentu curhatan yang umum-umum saja. Curhat serius ke teman itu bahaya, seperti menyerahkan pisau yang bisa digunakan untuk melukai diri kita sendiri kepada orang lain. Pengalaman telah mengajarkan bahwa curhatan dari hati terdalam itu lebih baik diluahkan ke keluarga inti. Jika masalahnya ada di keluarkan inti, mengadulah pada sang maha pencipta. Lebih baik menangis dan curhat habis-habisan kepadaNya. Niscaya hati akan lega dan ikhlas.
Apakah berarti saya tidak mau bersikap jika ada isu-isu trending? Well, kalau yang trending itu perkara yang lucu-lucu seru, kemungkinan nyamber juga. Tapi untuk perkara yang memiliki potensi pro-kontra tinggi tidak akan saya lakukan karena bisa merusak emosi di bulan spesial ini. Tapi itu sama sekali bukan berarti saya tidak punya pendirian. Pendirian saya langsung saya implementasikan di kehidupan nyata.
Saya menghindari berselisih di media sosial karena sungguh aneh ketika saya memilih sendiri teman-teman saya tapi saya mengkonfrontir mereka dengan gaya hidup dan keyakinan saya padahal saya tahu sejak mula jika itu berbeda. Akhirnya semua jadi masalah, dari soal menyusui, sekolah sampai agama. Bukan seperti itu kan tujuan awal kita menerima permintaaan seseorang untuk berteman atau ketika kita meminta seseorang untuk berteman di media sosial?
Media sosial itu tidak seperti pertandingan tinju dimana kita sengaja datang ke ring untuk membuktikan siapa yang paling kuat, kecuali kita memang sengaja menggunakan media sosial untuk men-challenge semua orang. Ada baiknya menempatkan fungsi media sosial sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk bersosialisasi.
Tapi jika memang berniat menggunakannya untuk memperjuangkan idealisme, siapa yang bisa melarang? Hanya saja yang menonton jadi capek hati, mengharap mereka saling unfriend saja sehingga kita yang tidak merasa punya masalah, tidak perlu memilih diantara mereka. Kalau sudah begitu, apa boleh buat, tinggal memanfaatkan fitur unfollow tapi masih friend di facebook dan mute di twitter karena sebenarnya saya masih ingin berteman dengan mereka. Kalau sudah kebangetan keluar kata-kata kasar, barulah benar-benar menghapuskan mereka dari daftar pertemanan.
Mungkin tidak seperti teman-teman lain, saya tidak pernah mengeluarkan warning jika mau menghapus pertemanan. Saya tidak pernah ribet membahas follow unfollow. Saya anggap semua sudah dewasa. Kalau saya merasa terganggu dan mau mute, ya langsung saya lakukan. Kalau saya pengin unfriend, ya langsung saya lakukan.
Jadi selama bulan Ramadan nanti, penjagaan kata-kata dilakukan terhadap 2 arah, yaitu kata-kata saya sendiri dan kata-kata orang lain yang memancing komentar saya. Kira-kira apakah itu akan berhasil? Insya Allah. Untuk itu mohon teman-teman untuk mengingatkan juga jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan dihati. Jangan di screen shoot terus dibully, ya. Heheee....
3. Menjaga Foto
Menjaga foto itu penting banget di bulan Ramadan karena foto itu lebih mudah memancing interpretasi dibandingkan dengan kata-kata. Kalau kata-kata kan harus dicerna dulu.
Harus disadari bahwa kita tidak puasa seorang diri, maka foto kita pun tidak boleh mengganggu puasa orang lain. Sebagai perempuan, yang paling mudah menggoda adalah foto diri. Sekarang lagi tren selfie dengan lipen cetar. Tentu kita paham bahwa bibir bisa bikin lawan jenis tepar, kan? Begitu pula dengan pose selfie manis lainnya.
Bisa saja sih kita bilang kalau itu tergantung cowoknya, kalau mau ngeres ya ngeres aja. Tapi di bulan Ramadan ini, apa nggak pengin pahala yang banyak? Mengalah dan menahan diri dapat pahala yang banyak lo, insya Allah. Untungnya saya jarang mendapat job produk kecantikan. Sudah tuwak kali ya? Ora payu. Hahahaaa....
Tantangan berat lainnya adalah foto pamer. Foto pamer beragam bentuknya dengan mengharap pujian atau decak kagum orang lain. Kadang itu overlap dengan keinginan kita untuk berbagi kebahagiaan. Hanya nurani kita saja yang tahu maksud pengunggahan foto tersebut. Apalagi baru-baru ini Allah telah memberikan banyak anugrah pada keluarga kami. Penginnya semua dijembrengin. Kalau sudah begitu, biasanya saya telusuri teman-teman yang kurang beruntung. Bagaimana perasaan mereka kalau melihat saya pamer? Kalau tidak terlalu kenal sih tidak apa-apa. Tapi kalau tahu benar kekurangan mereka, rasanya kok tidak tega mengharap orang lain merasakan kebahagiaan kita padahal dia sendiri sedang prihatin.
Yang paling sulit tentu saja foto makanan. Masa resto-resto diminta menutup pakai kain, saya malah upload foto-foto makanan? Tapi menyiasatinya bagaimana ya? Misalkan saya posting malam, tetap saja orang bisa melihatnya siang hari. Padahal foto makanan itu paling manjur untuk campaign produk jika ada job. Jadi saya harap teman-teman buka medsos malam saja ya. Hahahaaa.... Ah, tapi saya yakin, kalau cuma makanan, teman-teman pasti tahan. Tak mungkin keimanan kita setipis foto makanan. Kan sudah bukan anak TK lagi yang sedang latihan puasa? Atau mungkin ada saran lain?
4. Memilih Event Bukber
Ramadan tahun-tahun sebelumnya selalu banyak undangan buka puasa bersama. Itu wajar saja sih karena klien, brand, agensi atau teman-teman ingin memanfaatkan momen tersebut untuk lebih mempererat pertemanan atau networking. Tapi ya namanya brand, tetap ada iklannya. Bedanya, ada yang bisa menyelenggarakan dengan cantik, yaitu diintegrasikan dengan suasana Ramadan, sebaliknya ada yang tetap hajar dengan kampanye, yang penting sudah menyediakan hidangan buka puasa.
Beberapa tahun lalu saya pernah datang ke event dimana 10 menit setelah adzan tetap livetweet karena narasumber belum selesai ngomong. Menurut panitia, tanggung, sekalian saja buka puasanya setelah narasumber yang sedang menerangkan produk tersebut selesai ngomong.
Sedih betul saya saat itu. Masa iya saya segitunya manut panitia demi event? Padahal belum tentu saya bisa bertemu dengan Ramadan lagi tahun berikutnya. Padahal bisa disela seteguk air pembatal puasa tak kurang dari 1 menit. Belum lagi ada panitia yang merasa tanggung juga jika peserta sholat maghrib dulu karena ruangan yang jauh dari musholla, lalu mengarahkan peserta untuk makan dulu terus pulang supaya bisa sholat di rumah saja. Akhirnya, bukber itu selesai pada saat adzan isya.
Ramadan tahun ini, penginnya tetap dapat undangan bukber dong. Kan enak, makan gratis di tempat-tempat kece. Ditambah lagi ketemu dengan teman-teman dunia maya yang jarang sekali terjadi. Namun ada beberapa hal yang akhirnya saya syaratkan untuk bukber tahun ini:
- Boleh membawa anak. Ramadan adalah momen keluarga. Rasanya tidak tega membiarkan mereka buka puasa sendiri dirumah. Berarti panitia rugi dong? Oh, tidak. Selama ini saya selalu membayar sendiri makan dan minum anak-anak saya jika ikut ke event. Saya juga nggak ribet ngurusi mereka karena sudah besar. Mereka bisa pesan makanan sendiri di meja lain di lokasi yang sama atau di resto sebelahnya.
- Livetweet dan acara inti berhenti atau setidaknya jeda 5 menit sebelum adzan maghrib. Saya pernah datang ke event yang bahkan masih sempat menyelipkan kultum sebelum tanda buka puasa terdengar. Jadi sebenarnya apapun bisa, asal panitia mau mengusahakan. Menyegerakan berbuka puasa itu sunah, ada pahalanya, sehingga berbuka puasa tidak sekedar menghilangkan dahaga.
Lalu bagaimana jika pesertanya ada yang dari agama lain? Sebenarnya itu tidak masalah asal mengutamakan kewajiban dan sunah yang berbuka puasa. Tapi jika itu dianggap bisa ditunda agar semua peserta bisa menikmati event, judul acaranya ya jangan buka puasa bersama. Bisa diganti gathering atau lainnya. Jangan numpang suatu tema yang sebenarnya itu ibadah.
Jadi, banyak kegiatan media sosial atau dunia maya yang harus saya batasi karena saya hanyalah makhluk lemah yang mudah terpancing untuk menggerakkan jari dan menulis kata-kata yang mungkin menggurui, menyakiti maupun menghakimi orang lain. Artikel ini bukan berarti saya akan lebih baik dari teman-teman yang mengambil sikap lain di Ramadan nanti. Justru karena saya masih jauh dari baik maka saya harus berusaha lebih keras lagi. Selamat memasuki bulan Ramadan. Semoga berkah pahala. Mohon maaf lahir dan batin.
22 Comments
Mbak, tulisannya inspiratif (:
ReplyDeleteKusuka baca berulang-ulang, kemudian semacam meyakinkan diri:
"siapkah aku menahan diri?"
Dari segala sesuatu yang nantinya sia-sia, atau mengurangi khidmatnya Ramadan.
Marhaban ya Ramadan, insyaAllah
Ini saya tulis juga untuk meyakinkan diri sendiri mbak karena saya masih sering terpengaruh :)
Deletewah dulu lebih menjaga lisan saat bicara dg org lain sekarang hrs bisa jaga di medsos juga ya
ReplyDeleteIya, orang sekrg jarang ketemu langsung tapi interaksi malah lbh intensif via medsos
DeleteCuma mau bilang aku suka banget sama postingan ini, mba. Mengingatkan kita untuk lebih mengutamakan kualitas beribadah daripada hal-hal lain di Ramadhan ini. Met menyambut bulan suci Ramadhan, Mba Lusi. Semoga lancar ibadahnya, ya :).
ReplyDeleteAmin. Insya Allah mbak.
Deletesepakat membatasi jam online mendingan banyakin buka Al-Quran y drpd buka Hp hehehe semoga Ramadhan kali ini lebih baik lagi aamiin
ReplyDeleteAamin :)
DeleteHehehe...bener mbak. Tapi memang susah membatasi jam online. Sudah kadung kecanduan. Tapi siap, doain bisa :)
ReplyDeleteSama2 kita usahakan ya :)
DeleteMenahan diri, ga stalking akun kuliner dl kalau siang. G tergoda buat makan atau batalin, tp mungkin mengurangi pahala hahaha
ReplyDeleteWkwkwkk biasanya aku nggak pernah logout IG, skrg logout deh.
Deleteslmt mnjlnkan ibadah puasa untuk teman2 blogger semua
ReplyDeleteSama2 mas. :)
Deletesetuju bangeeet mba...supaya bisa khusuk ya ibadahnya
ReplyDeleteiya mbak. Selamat puasa :)
DeleteDuh mbaak iya nih aku lebih memutuskan deactive dulu akun FB, karena capek lihatnya :D, isinya terlalu banyak mudharatnya, mending saya blogwalking he he he, lebih banyak ilmunya, thanks for sharing mbak
ReplyDeleteDeactive FB itu sudah lama di pikiran. Tapi berhubung syarat pekerjaan hrs punya FB terpaksa dipertahankan. Semoga suatu saat bisa deactive :)
DeleteSaya agak membatasi mbak, dilihat seperlunya aja, takut salah kata atau gimana kalau puasa buka medsos, untuk event bukber juga membatasi banget, yg terjangkau dan memang bermanfaat banget saja
ReplyDeleteMedsos memang menggoda buat nyamber2 :)
DeleteLagi libur event, apalagi Bukber! Semoga kwalitas ibadah kita lebih baik dari ramadhan yang lalu yaa..
ReplyDeleteSemoga ya mbak :)
DeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji