Mengapa harus mudik? Jika masih punya orangtua, mungkin lebih mudah menjawab. Buat yang sudah tidak punya orang tua, kadang tetap mencari alasan untuk mudik menuju rumah si sulung atau saudara lain yang dituakan untuk dijadikan tujuan pengganti. Bahkan teman-teman saya banyak yang mulai menjadi tujuan mudik adik-adiknya sebagai pengganti orang tua mereka. Momen yang membuat pemerintah bekerja habis-habisan tiap tahun ini juga dipengaruhi usaha para ibu yang susah payah membuat tradisi keluarga agar anak-anak kangen pulang.
Manusia modern yang makin sibuk masih bisa teralihkan oleh hal-hal romantis seperti tradisi keluarga. Tradisi yang secara halus terekam dalam ingatan kita, menyelinap ke dalam hati dan menahan rindu tetap disana. Meski jika bertemu tidak selalu rukun, tapi selalu ada laksana benang yang menarik kita untuk selalu ingin "pulang". Itulah makna keluarga. Jika tidak bisa setiap hari, maka libur Lebaran akan digunakan sebaik-baiknya untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga.
Mungkin kita tidak paham kegiatan para ibu menjelang anak-anak mudik, yaitu dalam keadaan puasa berdesakan ke pasar borong ini itu yang bukan untuk dirinya sendiri. Kita mungkin sering berkomentar kok orang-orang itu konsumtif banget tiap jelang Lebaran? Sayapun begitu, penginnya transferan Lebaran ke ortu ditabung saja untuk kepentingan beliau. Tapi itu tidak pernah terjadi, tetap saja beliau menghabiskannya untuk belanja, lalu beberapa hari full di dapur membuat kue dan opor, untuk... saya makan. Bahkan pernah saking nggak mau ribetnya saya mengatakan, jikalau ketupat opor dan macam-macam kue kering itu harus ada, ya pesan saya, tidak usah membuat sendiri. Here, I know I'm missing the point.
Masalahnya bukan capek atau biar ngirit tapi mempertahankan bonding dengan anak-anak itu memang perlu usaha keras. terlebih jika mereka sudah mandiri. Setiap koneksi yang tercipta, terutama lewat makanan karena biasanya itu yang termudah, akan membuatnya sangat bahagia.
Momen mudik adalah salah satu contoh susah payah para ibu menciptakan tradisi keluarga agar anak-anak kangen pulang. Nggak percaya?
Cobalah untuk sekali saja tidak mudik. Yang biasanya kita mendesak ibu untuk tidak belanja dan masak, tiba-tiba akan nangis bombay ingat dengan opor buatan beliau yang sudah siap di buka puasa terakhir, ingat dengan nastar buatan beliau yang satu toples dihabiskan sendiri, ingat madumongso buatan beliau yang padahal rasanya membuat kita mengernyit tak mengerti, kangen dengan kamar sederhana tapi selalu cling seolah sudah menanti kedatangan kita dan sebagainya.
Yup, itulah bonding yang dengan susah payah ibu bangun meski tak selalu kita setujui tapi tak bisa kita hindari. Sebenarnya sih hasilnya tidak untuk kebahagian beliau sendiri melainkan juga agar ikatan antar saudara tak hilang dan bisa saling bantu jika suatu saat diperlukan.
Ketika anak-anak masih kecil, yang kita inginkan adalah pekerjaan rumah cepat selesai dan kita segera istirahat. Ketika anak-anak sudah besar, ketika mereka sudah terbang tinggi, kita ingin anak-anak terkesan dengan apa yang kita lakukan agar mereka selalu kangen karena kita juga kangen pada mereka. Praktis bukan lagi yang utama. Karena yang terutama adalah membuat si anak tersenyum bahagia. Misalnya capek-capek bikin tumpeng nasi kuning untuk ultah ananda padahal bisa saja dengan mudah pergi ke resto. Habisnya hampir sama dan nggak capek.
Jadi begitulah, si anak ingin ortu tersenyum bahagia, si ibu ingin si anak tersenyum bahagia.
Timbal balik yang gampang kan? Sayangnya, kadang malah jadi sulit karena kita menerapkan versi bahagia kita ke pihak lain. Tapi hebatnya kebanyakan para ibu tak peduli dengan versi bahagia yang mana. Dia akan melakukan lebih dan lebih lagi tiada akhir bagi anak-anaknya agar selalu kangen rumah meski hasilnya hanya mendapat jatah mudik setahun sekali dikunjungi atau bahkan dua tahun sekali karena gantian dengan besan yang jauh.
Dulu, saya merasa bahwa mudik berarti piknik dan wisata kuliner yang asik. Dapur rumah ibu yang terus mengepul hanyalah selingan yang bikin bete dan baru menyenangkan setelah semua terhidang di meja. Setelah itu adalah adegan ulang yang membosankan berupa cerita tentang masakan unggulan beliau yang dipuji tetangga karena enak dan sebagainya, yang sama dari tahun ke tahun.
Sekarang setelah saya sendiri punya anak-anak yang perlahan mandiri dan mulai berada di posisi ibu saya, barulah saya melihat apa itu unconditional love. Yaitu adalah hal-hal yang kita lakukan sebagai ibu tanpa berpikir sepadan atau tidak, melainkan terus menerus melakukan yang terbaik sambil selalu siap menyambut sang anak pulang untuk menyemarakkan sarang kita yang sudah mulai sepi.
Happy mudik buat yang mudik. Yang nggak mudik jangan lupa telepon ya, jangan pelit cuma chat atau sms doang.
10 Comments
Aku mewek moco iki.
ReplyDeleteBener banget sih, kalau menjelang lebaran gini, ingatanku udah ke masakan ibu. Opornya yang lezat, sotonya yang maknyus bikin pengin cepet-cepet mudik.
Sudah membayangkan ketupat opor juga nih Nyaaam :)
DeleteSimbah juga curhat anaknya yang dijakarta juga gak pulang, raut muka sedih terlihat, ini lebaran kedua anaknya nggak pulang. Tapi simbah tetep masak opor dan Sego Gurih dan yang paling ditunggu adalh peyek kacang dan dele.
ReplyDeleteAku suka sego gurih, apalagi buatan simbah pasti enak karena ada doanya :)
DeleteSama kaya Mba Ety, aku mewek bacanya Maklus T_T
ReplyDeleteAku tahun ini nggak mudik. Dan nyeseknya berlipat-lipat karena adek dan kakakku juga nggak mudik. Masing2 dapet 'jatah' lebaran di mertua, Palembang dan Sumbawa. Ibuku sedih banget soalnya lebaran kemarin anak cucunya kumplit, lha tahun ini melompong T_T
Dan tentang masakan, ah. Tambah mewek. Soalnya bapakku dalam setahun itu udah niat piara banyak ayam, bebek, entog, yang nanti pas anaknya pulang dipotongin tiap hari, dimasak ibu buat lauk makan kami. Belum lagi pas balik disanguin olahan ayam dan bebek. Jadi pas kami datang piaraan buanyak, pas kami balik itu piaraan habis tak bersisa, hahahaha.
Oalah Gusti, paringono panjang umur kagem tiyang sepah kulo. Semoga masih banyak kesempatan untuk membahagiakan mereka :(
Duh, numpang curhat jadinya. Nanti nulis ginian juga deh di blog. Ijin ya Maklus. Maturnuwun :*
Monggo aku dicolek ya, pengin baca juga. Eh nggak usah ding, aku tak main2 kesitu aja. Salah satu blog kesukaanku :))
Deletehuhuhu... aku nangis, Mak Lus...harusnya tahun ini mudik ke Cirebon. Tapi, orang tua sudah gak ada.
ReplyDeleteBTW, betul banget... selalu kangen mudik karena pasti ketemu makanan favorit sejak kecil. rasa dan suasanannya tak bisa ditemukan dimana pun kecuali ketika mudik. Ah, mewek lagi ;(
Duuh maaf ya mak. Semoga bisa tergantikan dengan keceriaan anak2 ya :))
DeleteIya banget ini. Tradisi mama di Hari Lebaran selalu bikin kangen. Tapi, aku kok jadi kepikiran ya. Apa ya tradisi yang sudah aku bikin? Apa yang nanti anak-anakku inget tentang tradisi yang aku bikin di Hari Lebaran, ya? Huhu... Jadi sedih.
ReplyDeleteAaah mbaaa.. aku saban lebaran jauh dari tanah air yaa sediiih banget. Biasanya Facetime paginsiang malem, chat di WAG, minta kirimin foto rame2.. terus bapeeer huahahahaha
ReplyDeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji