Acara kemarin menyisakan rasa kesel yang membekas. Hhahahaa.... Tapi saya berusaha mengambil pelajarannya agar saya pun tidak demikian pada orang lain.
Ceritanya, saya mendapat undangan dari sebuah institusi pendidikan. Saya duduk disebelah kiri seorang ibu yang usianya, sepertinya, diatas saya. Lantaran beliau mengenakan seragam instansi pemeritah, maka saya bersiap dengan topik pembicaraan yang lebih umum, nggak melulu tentang ibu-ibu. Saya memang bukan orang yang sibuk menunduk menghadap ponsel jika diluar undangan blogger. Saya pasti ngobrol. Kapan lagi ketemu beragam orang diluar lingkaran kita, kan? Kadang beruntung mendapat teman ngobrol yang menyenangkan, kadang sial pulangnya kesel nggak hilang-hilang. Heheehee....
Berhubung acaranya di institusi pendidikan, maka saya buka obrolan tentang pendidikan dengan intro yang sangat decent mengingat usia dan seragam beliau. I don't want to sound stupid. Tak dinyana, baru basa-basi beberapa kalimat ibu tersebut sudah menaikkan intonasi dan mendominasi obrolan.
"Di keluarga saya itu lengkap jeng, ada dosen, guru, PNS dan BUMN. Jadi saya itu tahu semua rasanya, susahnya dan enaknya. Makanya saya paparkan semua ke anak saya, kalau kamu ambil ini kamu akan seperti ini, kalau kamu ambil itu akan seperti itu. Anak saya kok tetap ambil jurusan ini ya? Padahal sudah saya terangkan, jadi dosen itu mau S2 saja harus keluar negeri, belajar bukunya tebal-tebal. Coba kalau ambil ikatan dinas, D3 saja dalam 2 tahun sudah bisa punya rumah. Apalagi jurusan itu (nggak saya sebutkan nanti teman-teman baper wkwkwk) pada nganggur semua. Bla... bla... bla...."
Meski gelagepan karena tak menyangka beliau seperti itu, saya berusaha mengimbangi dengan bersiap menceritakan keragaman profesi dikeluarga kami. Di keluarga kami semua profesi tersebut ada, termasuk yang dari dari ikatan dinas dan jurusan yang banyak penganggurannya itu, dan faktanya beda dengan cerita ibu tersebut. Tapi baru satu kalimat, kembali ibu tersebut melancarkan serangan dengan membeberkan profesi-profesi di keluarganya. Akhirnya saya putuskan cuma mengangguk-angguk meski hati sudah gerah banget pengin pindah tempat duduk. Apadaya semua tempat duduk sudah terisi.
Sekejap saya sempat lega karena beliau ganti membombardir ibu lain yang duduk di sebelah kanannya. Saking tingginya intonasi beliau, sampai-sampai bapak-bapak didepan saya melirik-lirik ke belakang. Eh, tak lama kemudian beliau balik lagi membombardir saya. Wkwkwkwkk.... Mungkin karena ibu yang kanan tidak sesabar saya yang dengan tabah memberi respon dengan mengangguk-angguk. Syukurlah sebelum acara selesai beliau meninggalkan tempat.
Ibu lain di kiri saya yang sejak tadi diam buru-buru bertanya apakah saya mengenal ibu tadi. Sambil tertawa saya mengatakan baru pertama kali kenal meski kebetulan anak kami satu sekolahan. Setelah itu, barulah saya bisa ngobrol santai dengan ibu yang sejak tadi diam tersebut. Mungkin mendengarnya saja sudah horor, makanya daritadi beliau diam saja, tidak mau terlibat. Ternyata, beliau adalah partner ngobrol yang menyenangkan sehingga kami terus bersama ketika pindah ruangan.
Peristiwa ambush tadi begitu membekas sehingga sampai semalaman kok keselnya nggak ilang. Wkwkwkkk.... Maka saya perlu menulis ini sebagai peringatan pada diri sendiri agar saya tidak meninggalkan kesan menjengkelkan seperti itu pada orang lain. Berikut beberapa catatan saya.
1. Intro Sesuai Momen
Berkenalan dengan seseorang itu perlu intro yang smooth untuk masuk ke percakapan. Kalau langsung reff seperti ibu diatas, ya kaget dong. Supaya intro efektif, tak perlu banyak basa-basi, melainkan menyesuaikan dengan momen saja. Kalau momennya di dokter, bisa bertanya antrian nomor berapa, apakah sudah lama menunggu, dan sebagainya. Kalau momennya di kondangan bisa mulai dengan obrolan seputar makanan.
Meski sesuai momen, hindari juga main interogasi. Misalnya di momen kondangan pernikahan, jangan langsung mengorek-ngorek apakah lawan bicara kita sudah menikah, mengapa belum menikah, kalau sudah menikah kok tidak datang dengan suami, suami orang mana, mengapa LDM dan sebagainya. Fokus dengan suasana pesta saja. Jika ternyata punya kenalan yang sama, bolehlah masuk ke percakapan yang lebih detil tentang asal-usul pertemanan tersebut, tapi tetap hindari mengorek-ngorek hal-hal pribadi yang seandainya kita tahupun tidak ada pengaruhnya terhadap hidup kita. Karena itu berarti tidak ada urgensinya bagi orang tersebut untuk memberitahu kita pula. Dengan demikian, lawan bicara tidak akan serba salah jika keberatan menjawab pertanyaan kita.
Jika kita berada dipihak yang keberatan menjawab hal-hal pribadi, beri respon pendek-pendek saja sambil sok sibuk melakukan aktivitas lain, biar lawan bicara capek sendiri atau malas bertanya lebih detil. Contohnya di acara kondangan tadi, ya pamit saja karena mau mengambil makanan dimeja lain. Untuk kesopanan, hal-hal umum tetap direspon yang ramah, ya. Heheheee....
2. Orang Lain Juga Hidup
Ibu diatas adalah contoh yang sangat baik bagaimana beliau mengganggap orang lain tidak hidup. Beliau mengganggap dirinyalah manusia terkomplit didunia sehingga berhak mengklaim paling tahu tentang hal itu. Padahal hidup orang lain banyak yang lebih campur aduk. Ada yang sekeluarga itu tentara, dokter, pedagang, artis, seniman, koki, dan sebagainya. Kita diam 5 menit saja diluar sana orang lain sedang melakukan berjuta-juta hal, antara lain ada yang sedang ujian tesis, ada yang menerima order ratusan juta, ada yang sedang mengejar begal dan sebagainya. Dan mereka melakukannya dengan komitmen tinggi, bukan semata-mata karena alasan-alasan praktis, misalnya dapat uang sekian dengan kerja minimal.
Sepertinya saya pernah cerita di blog ini tentang seorang bapak sederhana yang baru saja saya kenal. Ternyata pengalaman hidupnya tak sesederhana penampilannya karena beliau sudah berkeliling dunia dan seorang narasumber budaya yang kompeten. Beliau tak perlu meninggikan kualitas dirinya dengan berusaha keras meyakinkan orang lain tentang kehebatannya. Bahkan kalau tidak saya tanya, saya juga tidak tahu kehebatan beliau lantaran beliau ngobrol yang umum-umum saja.
Jadi, kualitas diri kita itu somehow akan kelihatan dengan sendirinya. Dengan terlalu berusaha keras untuk meyakinkan orang bagaimana hebatnya kita, justru membuat lawan bicara menarik diri untuk lebih akrab lagi karena merupakan tanda-tanda orang yang tidak mau kalah. Itu adalah ciri orang yang nggak akan mau gantian mendengarkan lawan bicara.
Jika kita dipihak yang dibombardir, beralih saja ngobrol dengan orang lain begitu ada kesempatan. Dengan adanya orang ketiga, kadang obrolan bisa lebih cair. Tapi jika tidak mengubah keadaan, yah pamit pindah tempat atau melakukan kegiatan lain saja dengan berbagai alasan.
3. Bukan Tempat Pelampiasan
Orang yang baru kita kenal itu punya masalahnya sendiri jadi jangan dijadikan tempat pelampiasan. Misalnya sedang tidak puas dengan pemerintah, tidak naik gaji juga, anak bandel, tetangga reseh dan sebagainya, jangan langsung diceritakan kepada orang baru kenal. Kalau orang tersebut sedang selo seperti saya tadi, paling cuma manggut-manggut meski dalam hati kesel. Seandainya ketemu orang yang diam-diam sedang stress, saya kok percaya orang tersebut bakal meledak ngamuk-ngamuk, minimal pindah tempat duduk dengan kasar.
Bisa saja lo, dirumah kita sedang kesel karena tidak ada yang mau mendengarkan kita atau seperti ibu itu ketika si anak tidak mau menerima sarannya, tanpa sadar tertuang dengan bicara nyerocos tidak bisa dipotong sama sekali pada siapapun termasuk orang yang baru dikenal. Karena itu, kendalikan pernapasan dan bicaralah dengan pelan jika bertemu dengan orang baru sambil mencari celah untuk masuk ke percakapan yang lebih santai. Jika frekuensi tidak bisa disamakan, berarti bicara seperlunya saja, tak perlu memaksakan diri. Apalagi jika tidak ada kemungkinan untuk ketemu lagi.
Jika kita dipihak yang dijadikan pelampian, cukup diam, tak perlu memberikan respon apapun sebagai tanda kita tidak berminat dengan percakapan tersebut. Jika tidak berhasil, lebih baik pindah tempat duduk karena saya rasa main ponsel tidak akan berpengaruh banyak untuk mengalihkan percakapan. Namanya orang sedang emosi mana aware dengan sekelilingnya, kan? Percuma dikasih kode.
4. Bedakan Berkenalan dan Memprospek
Saya lebih menghargai orang yang diawal pembicaraan menyatakan ingin menawarkan sesuatu. Kalau tertarik, saya akan dengarkan. Kalau tidak, pembicaraan selesai. Kadang meski tidak berminat tapi masih saya dengarkan karena orangnya sopan. Siapa tahu anggapan saya salah tentang produk yang ditawarkannya.
Jika awalnya ngajak kenalan untuk berteman tapi setelah berhasil kenalan langsung melakukan prospek tanpa menunggu kenal lebih jauh, biasanya saya langsung kick. Itu adalah kondisi dimana saya merasa dibohongi. Orang yang awalnya sudah membohongi, tak layak direspon.
Jika kita berada di pihak yang membutuhkan banyak jejaring untuk produk yang dimiliki, berilah perlakuan yang beda antara yang awalnya kenalan sebagai teman dengan yang sejak awal dijadikan target. Jika pertemanan berlangsung lancar, teman-teman dalam jejaring pasti penasaran kok dengan kegiatan kita. Kalau mereka memang membutuhkan produk tersebut, pasti akan memilih orang yang dikenalnya dulu daripada bertanya pada sales yang baru ketemu.
5. Jangan Sembarang Memberikan Kontak
Peringatan keras bagi perempuan untuk tidak memberikan nomor ponsel, alamat rumah, apalagi ancar-ancar rumah pada orang yang baru dikenal. Ketika saya terbang ke Bali seorang diri, seorang bapak sebelah saya yang ramah memberikan nomor ponselnya. Karena sudah diberi nomor ponsel, saya merasa punya kewajiban untuk memberikan nomor ponsel saya. Eh, sesampainya di Bali, bapak itu telepon tapi tidak saya angkat karena saya banyak kegiatan. Lalu dia SMS mengajak ketemu. Hlah, saya langsung ketawa mengetahui niatnya bertukar nomor telepon. Tepatnya mentertawakan kepolosan saya sendiri. Meski dia sudah bapak-bapak dan saya sudah ibu-ibu, tetap saja laki-laki, kan? Untungnya di Bali saya sudah ditunggu tim besar jadi tidak merasa khawatir sedikitpun.
Memang, kartu nama adalah senjata ampuh untuk meluaskan jejaring. Tapi, jangan sembarang orang dikasih. Biasanya, meski baru kenal, tapi jika berada disebuah event yang sama, akan saya bagikan kartu nama begitu saja. Ini karena sudah jelas status, maksud dan kegiatan orang yang bersangkutan meski belum kenal secara pribadi.
Kontak juga saya berikan jika memiliki maksud lanjutan, yaitu kepada:
Berkenalan dengan seseorang itu perlu intro yang smooth untuk masuk ke percakapan. Kalau langsung reff seperti ibu diatas, ya kaget dong. Supaya intro efektif, tak perlu banyak basa-basi, melainkan menyesuaikan dengan momen saja. Kalau momennya di dokter, bisa bertanya antrian nomor berapa, apakah sudah lama menunggu, dan sebagainya. Kalau momennya di kondangan bisa mulai dengan obrolan seputar makanan.
Meski sesuai momen, hindari juga main interogasi. Misalnya di momen kondangan pernikahan, jangan langsung mengorek-ngorek apakah lawan bicara kita sudah menikah, mengapa belum menikah, kalau sudah menikah kok tidak datang dengan suami, suami orang mana, mengapa LDM dan sebagainya. Fokus dengan suasana pesta saja. Jika ternyata punya kenalan yang sama, bolehlah masuk ke percakapan yang lebih detil tentang asal-usul pertemanan tersebut, tapi tetap hindari mengorek-ngorek hal-hal pribadi yang seandainya kita tahupun tidak ada pengaruhnya terhadap hidup kita. Karena itu berarti tidak ada urgensinya bagi orang tersebut untuk memberitahu kita pula. Dengan demikian, lawan bicara tidak akan serba salah jika keberatan menjawab pertanyaan kita.
Jika kita berada dipihak yang keberatan menjawab hal-hal pribadi, beri respon pendek-pendek saja sambil sok sibuk melakukan aktivitas lain, biar lawan bicara capek sendiri atau malas bertanya lebih detil. Contohnya di acara kondangan tadi, ya pamit saja karena mau mengambil makanan dimeja lain. Untuk kesopanan, hal-hal umum tetap direspon yang ramah, ya. Heheheee....
2. Orang Lain Juga Hidup
Ibu diatas adalah contoh yang sangat baik bagaimana beliau mengganggap orang lain tidak hidup. Beliau mengganggap dirinyalah manusia terkomplit didunia sehingga berhak mengklaim paling tahu tentang hal itu. Padahal hidup orang lain banyak yang lebih campur aduk. Ada yang sekeluarga itu tentara, dokter, pedagang, artis, seniman, koki, dan sebagainya. Kita diam 5 menit saja diluar sana orang lain sedang melakukan berjuta-juta hal, antara lain ada yang sedang ujian tesis, ada yang menerima order ratusan juta, ada yang sedang mengejar begal dan sebagainya. Dan mereka melakukannya dengan komitmen tinggi, bukan semata-mata karena alasan-alasan praktis, misalnya dapat uang sekian dengan kerja minimal.
Sepertinya saya pernah cerita di blog ini tentang seorang bapak sederhana yang baru saja saya kenal. Ternyata pengalaman hidupnya tak sesederhana penampilannya karena beliau sudah berkeliling dunia dan seorang narasumber budaya yang kompeten. Beliau tak perlu meninggikan kualitas dirinya dengan berusaha keras meyakinkan orang lain tentang kehebatannya. Bahkan kalau tidak saya tanya, saya juga tidak tahu kehebatan beliau lantaran beliau ngobrol yang umum-umum saja.
Jadi, kualitas diri kita itu somehow akan kelihatan dengan sendirinya. Dengan terlalu berusaha keras untuk meyakinkan orang bagaimana hebatnya kita, justru membuat lawan bicara menarik diri untuk lebih akrab lagi karena merupakan tanda-tanda orang yang tidak mau kalah. Itu adalah ciri orang yang nggak akan mau gantian mendengarkan lawan bicara.
Jika kita dipihak yang dibombardir, beralih saja ngobrol dengan orang lain begitu ada kesempatan. Dengan adanya orang ketiga, kadang obrolan bisa lebih cair. Tapi jika tidak mengubah keadaan, yah pamit pindah tempat atau melakukan kegiatan lain saja dengan berbagai alasan.
3. Bukan Tempat Pelampiasan
Orang yang baru kita kenal itu punya masalahnya sendiri jadi jangan dijadikan tempat pelampiasan. Misalnya sedang tidak puas dengan pemerintah, tidak naik gaji juga, anak bandel, tetangga reseh dan sebagainya, jangan langsung diceritakan kepada orang baru kenal. Kalau orang tersebut sedang selo seperti saya tadi, paling cuma manggut-manggut meski dalam hati kesel. Seandainya ketemu orang yang diam-diam sedang stress, saya kok percaya orang tersebut bakal meledak ngamuk-ngamuk, minimal pindah tempat duduk dengan kasar.
Bisa saja lo, dirumah kita sedang kesel karena tidak ada yang mau mendengarkan kita atau seperti ibu itu ketika si anak tidak mau menerima sarannya, tanpa sadar tertuang dengan bicara nyerocos tidak bisa dipotong sama sekali pada siapapun termasuk orang yang baru dikenal. Karena itu, kendalikan pernapasan dan bicaralah dengan pelan jika bertemu dengan orang baru sambil mencari celah untuk masuk ke percakapan yang lebih santai. Jika frekuensi tidak bisa disamakan, berarti bicara seperlunya saja, tak perlu memaksakan diri. Apalagi jika tidak ada kemungkinan untuk ketemu lagi.
Jika kita dipihak yang dijadikan pelampian, cukup diam, tak perlu memberikan respon apapun sebagai tanda kita tidak berminat dengan percakapan tersebut. Jika tidak berhasil, lebih baik pindah tempat duduk karena saya rasa main ponsel tidak akan berpengaruh banyak untuk mengalihkan percakapan. Namanya orang sedang emosi mana aware dengan sekelilingnya, kan? Percuma dikasih kode.
4. Bedakan Berkenalan dan Memprospek
Saya lebih menghargai orang yang diawal pembicaraan menyatakan ingin menawarkan sesuatu. Kalau tertarik, saya akan dengarkan. Kalau tidak, pembicaraan selesai. Kadang meski tidak berminat tapi masih saya dengarkan karena orangnya sopan. Siapa tahu anggapan saya salah tentang produk yang ditawarkannya.
Jika awalnya ngajak kenalan untuk berteman tapi setelah berhasil kenalan langsung melakukan prospek tanpa menunggu kenal lebih jauh, biasanya saya langsung kick. Itu adalah kondisi dimana saya merasa dibohongi. Orang yang awalnya sudah membohongi, tak layak direspon.
Jika kita berada di pihak yang membutuhkan banyak jejaring untuk produk yang dimiliki, berilah perlakuan yang beda antara yang awalnya kenalan sebagai teman dengan yang sejak awal dijadikan target. Jika pertemanan berlangsung lancar, teman-teman dalam jejaring pasti penasaran kok dengan kegiatan kita. Kalau mereka memang membutuhkan produk tersebut, pasti akan memilih orang yang dikenalnya dulu daripada bertanya pada sales yang baru ketemu.
5. Jangan Sembarang Memberikan Kontak
Peringatan keras bagi perempuan untuk tidak memberikan nomor ponsel, alamat rumah, apalagi ancar-ancar rumah pada orang yang baru dikenal. Ketika saya terbang ke Bali seorang diri, seorang bapak sebelah saya yang ramah memberikan nomor ponselnya. Karena sudah diberi nomor ponsel, saya merasa punya kewajiban untuk memberikan nomor ponsel saya. Eh, sesampainya di Bali, bapak itu telepon tapi tidak saya angkat karena saya banyak kegiatan. Lalu dia SMS mengajak ketemu. Hlah, saya langsung ketawa mengetahui niatnya bertukar nomor telepon. Tepatnya mentertawakan kepolosan saya sendiri. Meski dia sudah bapak-bapak dan saya sudah ibu-ibu, tetap saja laki-laki, kan? Untungnya di Bali saya sudah ditunggu tim besar jadi tidak merasa khawatir sedikitpun.
Memang, kartu nama adalah senjata ampuh untuk meluaskan jejaring. Tapi, jangan sembarang orang dikasih. Biasanya, meski baru kenal, tapi jika berada disebuah event yang sama, akan saya bagikan kartu nama begitu saja. Ini karena sudah jelas status, maksud dan kegiatan orang yang bersangkutan meski belum kenal secara pribadi.
Kontak juga saya berikan jika memiliki maksud lanjutan, yaitu kepada:
- orang yang baru saya kenal tersebut akan saya hubungi lagi untuk menjadi narasumber blog atau sourcing kerajinan jualan saya.
- orang tersebut tinggal disebuah kota yang akan saya datangi dan saya membutuhkan informasi
- orang tersebut membutuhkan informasi atau jasa saya
- dan sebagainya.
Tantangan ngobrol langsung adalah menyikapi pertanyaan-pertanyaan pribadi, tidak hanya tentang data diri tapi juga tentang pilihan-pilihan hidup. Di dunia maya lebih mudah, kalau tidak suka dengan pertanyaannya, log out saja, selesai. Besok lagi tinggal ngasih alasan saja sinyal susah, harus mobile dan sebagainya.
Yang sering orang salah paham adalah tidak mau terus terang berarti ada apa-apanya. Harigini, terlalu terbuka dengan orang yang baru kenal kan bahaya. Yang penting kita tetap sopan agar tidak kecele dengan penampilan seseorang. Sebaliknya, kitapun tidak mengorbankan kenyamanan diri demi basa basi.
16 Comments
Aku sering banget ketemu orang-orang model begini mbak Lus, ya aku dengerin aja meskipun mboseni..hehehe. Ndilalah aku tipikal orang yg nggak enakan.
ReplyDeleteAku orangnya pasrahan kaya Mba Lusi, hahaha. Kalau diajak ngobrol panjang lebar sama orang yang baru kenal manggut2 aja sama senyum. Walhasil abis itu mulutnya pegel kebanyakan senyum xD
ReplyDeleteSatu lagi mungkin Mba, mudah2an masih nyambung. Jangan terlalu banyak menceritakan orang lain. Di tempat baru misalnya tempat kerja, tak usahlah sibuk menjelaskan bapak itu begini, ibu itu judes, Mba yang itu loyal suka traktir, dll. Karena kita sebagai orang baru merasa 'dipaksa' untuk setuju dengan predikat2 yg dilekatkan. Toh nanti kita akan kenal sendiri dan bisa jadi kita merasa ybs nggak begitu.
Di dunia ini memang masih banyak orang kepo ya, Mbak. Baru kenal tapi pertanyaannya terlalu pribadi. Aku sering juga kejebak begitu, ditanya-tanya seputar hal pribadi padahal aku jawabnya udah singkat-singkat karena bete. Hahahaha. Dasar manusia, ya :D
ReplyDeleteNomer 4, hehee, pernah banget ngalamin nih Mba, ngobrolnya memprospek saya dengan masa depan versi Ibu tersebut. Alhasil saya cuma nyengar nyengir pake tampang bloon yang kemudian si Ibu mengakhiri percakapan #kudupiye
ReplyDeleteAku orangnya pendiam mba #uhuks jadi ya jarang membuka percakapan dengan orang tak dikenal hahaha. Ini juga nggak baik sih, ntar dikira sombong. Yang penting senyum aja deh :D
ReplyDeleteAku kalau nemu ug model gini, biasanya pura2 sibuk mbaca atau main hp. Tapi kalai kumat usilku yo tak tanggap malahan, pura2 bego trus nanya2 gitu. Wkwkwk
ReplyDeleteaku paling males klo yang ujung2nya prospek mba...MLM atau asuransi. lagian biasanya mereka susah di cut klo ngomong...klo cerita panjang..
ReplyDeleteklo nomor hape ke orang asing..belum pernah kayaknya.
Wahaha...aku tipenya yang suka pasrah dan lebih memilih jadi pendengar klo ketemu karakter seperti itu. Kadang ada yg nyadar dan bilang "Aku kok yg ngomong terus, ya" hehe. TFS, Maklus.
ReplyDeleteHahahah bedakan kenalan & prospek... :D banyak yg kayak gini soalnya hihihihi..
ReplyDeletekadang ada orang yang gak bisa baca suasana pada saat berbicara pada orang lain. jadi bahasannya kadang menyakitkan,tetapi saran saya supaya jangan langsung meledak
ReplyDeletenahhh meprospek...
ReplyDeleteaku barusan ngalami mbak. ketemu blogger, baru kenal. belum juga saya cek socmednya, blognya,,eh tau2 udah diprospek aja face to face plus whatsap keesokan harinya
Positif thinking aja mungkin ibu tersebut sedang banyak tekanan atau masalah hehehe. Jka ada yg memprospek apa boleh buat di iyakan saja hehehe
ReplyDeletewaduhhh. Bnyak2 sabar ya mbak sma ibu2 yang pertama. Hhehhe
ReplyDeleteemang biasanya ada aja yang kayak begitu kita temui
Makasiiiih, moga dengan pengetahuan ini aku makin luwes dalam bergaul sama orang baru.
ReplyDeleteSeringnya aku canggung soalnya gatau gimana memulai intro-nya 😂
Hahahaha
ReplyDeleteAku juga kadanf sksd mba. Tpi kalau bener2 ga kenal biasanya aku diem ae xD
Waaah terimakasih mbak infonya yaaa. Ngomong-ngomong soal ibu ibu disebelah yang cuap cuap mulu itu memang perlu banyak-banyak disabarin yaa kalau gak sabar, kesenggol dikit, pasti langsung dapet amukan besar hahaha. Kudu banyak hati hati aja ya hahaha :p
ReplyDeletewillynana.blogspot.com
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji