Beberapa hari ini enggak semangat bebikinan. Suasana lagi nggak enak banget. Ada tetangga yang dioperasi 2x kepalanya dalam 2 minggu karena pembuluh pecah akibat stroke. Kepala, lo, dibuka-buka. Sedih banget, melihat beliau dari balik kaca karena nggak boleh masuk ke ruang PSA (Pasien Stroke Akut).
Baru setengah jam sampai rumah, sudah di WA ada tetangga ortu yang meninggal, seusia saya. Anak-anak kami juga sepantaran. Beliau menderita kanker payudara yang terlambat terdeteksi karena sibuk merawat suami yang lebih dulu sakit-sakitan sehingga tidak memikirkan dirinya sendiri. Mungkin nggak sampai setahun sejak mula terdeteksi hingga meninggal. Pasutri tersebut orang baik. Suaminya memperjuangkan mesjid di kompleks ortu. Beliau sendiri tak pernah ghibah dan selalu ringan tangan. Beliau juga berjasa pada keluarga kami.
Belum selesai kagetnya, viral berita sepasang manula yang sudah seminggu meninggal tanpa ketahuan. Sediiih banget membaca narasi yang disebar. Apalagi manula tersebut tinggal sekota dengan ortu saya. Saya nggak berani mempertanyakan mengapa sampai seminggu anak-anaknya tidak pernah berkabar meski si ibu lumpuh dan hanya dirawat sang ayah yang sama tuanya. Karena saya pun merasa bukan anak yang cukup perhatian sehingga tidak setiap hari telepon. Sedikit banyak saya sama buruknya. Meski ortu saya masih sehat, tentu itu bukan alasan untuk tidak menelepon lebih sering.
Sambil males-males buka tutup mesin jahit, akhirnya kembali mengumpulkan semangat untuk berkarya lagi. Insya Allah semua itu menjadi pelajaran untuk lebih menghargai hidup, menyayangi orangtua dan menghormati sesama manusia.
Sesiangan tadi saya cuma bengong. Baru sorenya mengambil mesin jahit mini untuk membuat sesuatu dari perca, sekaligus menunjukkan bahwa kita bisa berkarya dengan alat apa saja. Sayang, benangnya lompat-lompat dan selama 2 jam saya mencoba membetulkan tapi tidak bisa. Mungkin karena sudah terlalu lama saya simpan (lebih dari 3 tahun), jadinya ngambek.
Akhirnya, saya kembali menggunakan mesin jahit Janome L-395F. Saya terpikir membuat cord keeper atau pengikat kabel yang saya lihat di pinterest. Sebenarnya agak berlebihan membuat cord keeper menggunakan Janome karena cuma jahitan simple dan sedikit. Terus terang, saya masih trauma dengan masalah benang yang lalu. Entahlah, masalah benang ini menghantui saya di semua mesin jahit saya. Kayaknya semua sedang memusuhi saya.
Berhubung saya juga lagi males menggunakan bahan yang berlapis-lapis, maka saya hanya menggunakan 2 macam kain, yaitu katun dan felt atau flanel. Keduanya merupakan perca sisa, jadi saya tidak benar-benar mengukur dan kebetulan di pinterest juga tidak ada ukurannya. Ketika dipasang di setrika, untungnya pas meski rada ngapret. Jadi, kalau teman-teman ingin mencobanya, diukur dulu, ya, dalam kondisi kabel tergulung. Tutorial di blog beyourselfwoman ini belum tentu pas dengan kabel setrika teman-teman.
Yuk, kita mulai.
Bahan yang dibutuhkan:
Yuk, kita mulai.
Bahan yang dibutuhkan:
- Kain katun
- Kain flanel (felt)
- Velcro
- Lem tembak
- Alat jahit
Pertama-tama, siapkan 2 bahan bebas. Saya menggunakan katun dan flanel. Ukuran tersebut karena kebetulan punya yang selebar itu. Supaya pas, sebaiknya teman-teman ukur dulu gulungan kabel setrikanya. Setelah jadi, ukuran 20 x 10 cm tersebut ngapret di setrika saya, tapi masih bisa dipakai.
Tumpuk 2 bahan jadi satu dengan posisi bahan yang buruk diluar semua. Lalu tandai semua ujung dengan 1/4 lingkaran agar berbentuk oval. Untuk menandai, saya menggunakan spidol kain yang bisa dibeli di toko jahit dengan harga Rp 7.500. Spidol ini bisa dihilangkan.
Setelah itu, gunting tanda tadi, jadinya oval seperti gambar diatas. Tandai lagi untuk kampuh jahitan sekitar 0,5 cm. Berhubung spidolnya tidak kelihatan difoto, jadi saya bantu dengan photoshop. Sisakan lubang untuk membalik.
Gunting-gunting semua tikungan agar bentuknya mulus setelah dibalik. Sebenarnya nggak perlu seheboh ini ya, mengguntingnya. Sedikit saja sudah cukup.
Setelah itu, balik melalui lubang tadi sehingga sisi yang bagus berada diluar.
Jahit tindas keliling kain. Rapikan dahulu jika mendekati lubang tadi supaya sekaligus dapat menutupnya.
Siapkan sedikit velcro (yang hitam kecil itu). Bagusnya sih pakai velcro putih dan perasaan saya sudah beli. Tapi saya cari tidak ketemu. Cara menempelkan velcro adalah satukan keduanya, lalu lem velcro yang kaku di bagian atas kain. Kemudian lem velcro yang berserabut di bagian bawah kain di sisi yang berseberangan.
Nah, cord keeper-nya sudah selesai. Gampang banget, kan? Kalau teman-teman membuatnya juga, jangan lupa unggah di instagram dan tag @beyourselfwoman. Yuk, saling menyemangati. Semoga bermanfaat.
4 Comments
Aih, idenya keren deh. Gak kepikiran juga walau selama ini suka pabeulit sama kabel setrikaan. Hehe
ReplyDeleteyuk eksekusi :))
DeleteSaya juga gak berani komentar tentang kisah sepasang orang tua itu, Mbak. Agak mirip dengan mertua saya. Bedanya, papah mertua yang sudah bertahun-tahun hanya berbaring di kasur karena stroke dan sehari-hari mamah yang mengurus. Gak menyangka juga kalau akhirnya mamah yang berpulang duluan. Kami (anak, menantu, dan cucu) masih termasuk yang sering menjenguk tapi kan gak tinggal di sana. Jadi ya selama bertahun-tahun ini juga ada rasa sedih. Makanya pas baca kasus itu, gak berani komentar. Hanya bersyukur saat mamah wafat, kami menunggu di rumah sakit.
ReplyDeleteBtw, pengikat kabelnya lucu. Biasanya saya pakai karet aja hehehe
Nah kalo yang ini saya butuh nih mbak, selama ini hanya membiarkan saja tali setrikaan terjuntai kemana-mana karena pengikat aslinya sudah hilang lama. Saya ingat-ingat dulu, pengikat aslinya yang kayak gimana yaa? Ah, sudah lupa..
ReplyDeleteNtar deh mbak kalau ada waktu saya coba, entah kapan haha.. dasar pemalas :).
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji