Senin-Selasa 9-10/7/2018 saya ikut Pelatihan Jurnalisme Sensitif Gender bagi Penggiat Media Berbasis Komunitas di Propinsi DI Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Agenda KPPA ini dilaksanakan di seluruh Indonesia. Penggiat media sosial dipandang mampu membantu menyebarkan informasi untuk mengurangi permasalahan gender dan memperbaiki keterwakilan perempuan di parlemen.
Untuk DI Yogyakarta, pelatihan dilaksanakan di Hotel Grand Keisha. Ketika melewati restoran hotel, seseorang memanggil saya. Rupanya hotel ini milik sebuah koperasi dari sebuah kota tempat saya pernah tinggal yang dikelola oleh manajemen profesional. Jadilah saya ngobrol santai sebentar dengan perwakilan owner dan pengelola hotel. Dari obrolan tersebut terselip pula curhatan tentang ulah seorang blogger yang mengecewakan. Hayuk teman-teman blogger, kita jaga nama baik bersama-sama, ya.
Kembali ke pelatihan jurnalisme, secara khusus, pemerintah DIY berharap ada paguyuban sebagai saluran komunikasi yang bersinergi untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk DI Yogyakarta, pelatihan dilaksanakan di Hotel Grand Keisha. Ketika melewati restoran hotel, seseorang memanggil saya. Rupanya hotel ini milik sebuah koperasi dari sebuah kota tempat saya pernah tinggal yang dikelola oleh manajemen profesional. Jadilah saya ngobrol santai sebentar dengan perwakilan owner dan pengelola hotel. Dari obrolan tersebut terselip pula curhatan tentang ulah seorang blogger yang mengecewakan. Hayuk teman-teman blogger, kita jaga nama baik bersama-sama, ya.
Kembali ke pelatihan jurnalisme, secara khusus, pemerintah DIY berharap ada paguyuban sebagai saluran komunikasi yang bersinergi untuk mencapai tujuan tersebut.
Media berbasis komunitas seperti blogger akan menjadi mitra strategis pemerintah dalam mengangkat isu gender.
KPPA sedang memformulasi dibentuknya pusat informasi isu gender dan anak yang bisa menjadi rujukan bagi media dan blogger. Untuk sementara, penyebaran informasi dilakukan melalaui radio komunitas.
Materi Pelatihan Jurnalisme Sensitif Gender Berbasis Komunitas untuk DI Yogyakarta dibawakan oleh dr. Arida Oetami, MKes, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY.
Ibu Arida mengawali pelatihan dengan diskusi tentang perbedaan sex dan gender. Sex adalah ciptaan Tuhan atau kodrati, misalnya melahirkan dan menyusui. Gender adalah buatan manusia, bukan kodrat, dapat dipertukarkan, dapat berubah, tergantung pada budaya dan waktu. Misalnya suatu saat si ayah sebagai kepala keluarga harus berganti peran dengan sang ibu sebagai pencari nafkah karena si ayah sakit atau di PHK.
Akibat pembedaan gender bisa menimbulkan kesenjangan atau ketidakadilan gender. Misalnya dalam hal penggajian karyawan, seorang laki-laki bisa mendapatkan gaji lebih banyak dari perempuan padahal memiliki tingkat pendidikan dan posisi yang sama. Pembedaan gender terjadi karena kita sendiri yang melakukannya, baik secara individual maupun yang terbentuk dalam masyarakat.
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah salah satu strategi untuk mencapai kesetaraan gender. PUG dilakukan melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan & evaluasi atas kebijakan & program tersebut
2. Perlindaungan Anak
* Perbandingan jumlah penduduk.
* Permasalahan dengan ketahanan keluarga.
* Lansia perempuan.
* Isu politik dan pengambilan keputusan.
* Isu perlindungan anak.
2. Akhiri perdagangan perempuan.
3. Akhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempua
Pada sesi ini peserta laki-laki mengingatkan bahwa kekerasan gender juga bisa terjadi pada laki-laki yang dilakukan oleh perempuan.
Sesi kedua, dipandu oleh Budhi Hermanto, yang memandu kami untuk keluar dari pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada stereotipe. Beliau juga mengasah kepekaan kami terhadap bahasa media yang sensitif gender. Beberapa games yang kami ikuti dibuat agar bisa melihat sesuatu secara jernih sesuai dengan konteks dan faktanya.
Selanjutnya, kami dikelompokkan dalam 5 group dan diminta mengoreksi berita agar berimbang dan tidak mengacu ke prasangka gender. Harus kita akui bahwa beberapa media online banyak memuat berita sampah. Meski kecaman terus mengalir, tapi sanksi tegas tidak pernah diberikan secara institusional. Paling-paling hanya menghapus berita tersebut karena ditekan oleh netizen.
Di hari berikutnya, kami diminta membuat konten yang menyerupai seruan atau kampanye permasalah gender. Sayang sekali group kami mendapatkan nomor buncit. Berarti kami harus belajar lagi membuat konten yang lebih singkat, padat dan tepat sasaran. Juara pertamanya sangat bagus. Silakan di cek saja di dengan hashtag #kenalgender #kpppa #cerdasbermedia #akhirikekerasanterhadapperempuandananak
Jika teman-teman ingin mengetahui lebih banyak tentang isu-isu gender di Indonesia, bisa follow akun media sosial Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini:
Facebook: Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Instagram: Kemenpppa
Twitter: @kpp_pa
Satu hal lagi, ini bukan iklan berbayar ya, mentang-mentang kenal perwakilan owner hotel tapi makanan selama pelatihan ini sangat berlimpah dan enak-enak. Baru kali ini loh, saya mbungkus makanan prasmanan hotel. Pelayannya baik-baik banget, kami malah dikasih plastik dibebaskan membungkus. Heheheee....
Sebenarnya, seperti apa sih fakta masalah gender di DI Yogyakarta?
Materi Pelatihan Jurnalisme Sensitif Gender Berbasis Komunitas untuk DI Yogyakarta dibawakan oleh dr. Arida Oetami, MKes, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY.
Pemateri dari BPPM DI Yogyakarta |
Akibat pembedaan gender bisa menimbulkan kesenjangan atau ketidakadilan gender. Misalnya dalam hal penggajian karyawan, seorang laki-laki bisa mendapatkan gaji lebih banyak dari perempuan padahal memiliki tingkat pendidikan dan posisi yang sama. Pembedaan gender terjadi karena kita sendiri yang melakukannya, baik secara individual maupun yang terbentuk dalam masyarakat.
Secara rinci, bentuk keadilan gender meliputi:
- Marginalisai (peminggiran), misalnya gaji perempuan lebih kecil seperti yang diutarakan diatas tadi.
- Subordinasi (pennomorduaan), misal anggapan bahwa perempuan itu emosional, irasional, tidak mampu memimpin dan sebagainya.
- Stereotipe (pelabelan)
- Kekerasan.
- Beban ganda.
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah salah satu strategi untuk mencapai kesetaraan gender. PUG dilakukan melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan & evaluasi atas kebijakan & program tersebut
Secara garis besar, isu strategis PPPA meliputi:
1. Perlindungan dan Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan2. Perlindaungan Anak
Panduan bermedia sosial. Teman-teman boleh pinjam kalau memerlukannya. |
Sedangkan masalah gender DIY berdasarkan data adalah sebegai berikut:
* Perbandingan jumlah penduduk.- Jumlah perempuan di DIY 55%. Tapi korban kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat.
- Kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY lebih banyak terjadi didalam rumah tangga.
* Permasalahan dengan ketahanan keluarga.
- Data Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta 2016: perceraian 5160 kasus; dispensasi Nikah 346 kasus.
- KDRT 929 kasus (hanya yg terlaporkan).
- 45% pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah suami atau ayah.
* Lansia perempuan.
- Data PMKS Dinsos DIY tahun 2016 ada 46.242 lansia terlantar, 67% diantaranya lansia perempuan. Jumlah yang cukup banyak ini coba ditangani dengan memperluas cakupan layanan kesehatan dan home visit.
* Isu politik dan pengambilan keputusan.
- Peran perempuan di politik dan pemerintahan di DIY masih sedikit. Di parlemen tinggal 6. Budaya, karakter dan support system menjadi faktor penyebabnya.
- Yang menggembirakan, sumbangan pendapatan perempuan DIY tahun 2015 sebesar 40.46% atau diatas rata-rata nasional. Berarti partisipasi gender di bidang ekonomi semakin setara.
* Isu perlindungan anak.
- DIY masuk 10 besar penggunaan narkoba (survey BNN, 2016) dengan sasaran pelajar dan mahasiswa.
- Dibukanya daerah-daerah wisata baru menimbulkan dampak tersendiri karena putus sekolah di wilayah tersebut meningkat untuk mencari uang. Tugas kita bersama untuk mengembalikan mereka ke sekolah.
Dari semua fakta yang ada di masyarakat, maka ditetapkanlah Program Prioritas KPPPA, yaitu Three Ends (3ends):
1. Akhiri kekerasan kepada perempuan dan anak.2. Akhiri perdagangan perempuan.
3. Akhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempua
Pada sesi ini peserta laki-laki mengingatkan bahwa kekerasan gender juga bisa terjadi pada laki-laki yang dilakukan oleh perempuan.
Sesi kedua, dipandu oleh Budhi Hermanto, yang memandu kami untuk keluar dari pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada stereotipe. Beliau juga mengasah kepekaan kami terhadap bahasa media yang sensitif gender. Beberapa games yang kami ikuti dibuat agar bisa melihat sesuatu secara jernih sesuai dengan konteks dan faktanya.
Budhi Hermanto |
Selanjutnya, kami dikelompokkan dalam 5 group dan diminta mengoreksi berita agar berimbang dan tidak mengacu ke prasangka gender. Harus kita akui bahwa beberapa media online banyak memuat berita sampah. Meski kecaman terus mengalir, tapi sanksi tegas tidak pernah diberikan secara institusional. Paling-paling hanya menghapus berita tersebut karena ditekan oleh netizen.
Di hari berikutnya, kami diminta membuat konten yang menyerupai seruan atau kampanye permasalah gender. Sayang sekali group kami mendapatkan nomor buncit. Berarti kami harus belajar lagi membuat konten yang lebih singkat, padat dan tepat sasaran. Juara pertamanya sangat bagus. Silakan di cek saja di dengan hashtag #kenalgender #kpppa #cerdasbermedia #akhirikekerasanterhadapperempuandananak
Jika teman-teman ingin mengetahui lebih banyak tentang isu-isu gender di Indonesia, bisa follow akun media sosial Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini:
Facebook: Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Instagram: Kemenpppa
Twitter: @kpp_pa
Satu hal lagi, ini bukan iklan berbayar ya, mentang-mentang kenal perwakilan owner hotel tapi makanan selama pelatihan ini sangat berlimpah dan enak-enak. Baru kali ini loh, saya mbungkus makanan prasmanan hotel. Pelayannya baik-baik banget, kami malah dikasih plastik dibebaskan membungkus. Heheheee....
6 Comments
Event yang sarat informasi dan edukasi mba.. klo di desa2 itu ketidakadilan gender itu udah sering berawal di acara nasehat nikahan itu mba.. ular2 manten klo ga salah istilahe😊
ReplyDeleteApalagi klo kyainya cowok..seringnya ngasih wejangan yang kesannya laki2 dan perempuan itu dr sononya udah ga setara..
Iya, yang penting setara tapi saling menghargai.
DeleteWah ulasan yang menarik tentang perempuan ya makLus. Membaca yang seperti ini, jadi terpikir untuk ikut berkampanye lewat tulisan juga. Btw, Grand Keisha ini deket banget dari rumahku ^_^
ReplyDeleteIya grand keisha cuma di perempatan itu kok
DeleteNggak banget sama kekerasan anak dan perempuan, apalagi sampai diperdagangkan. Dalam Islam, anak dan perempuan justru harus dilindungi. Harus ada UU yang tegas untuk menghukun pelaku KDRT dan perdagangan anak dan perempuan dalam bentuk apapun, meskipun itu keluarga sendiri.
ReplyDeleteWah ternyata urusan bungkus membungkus tidak hanya terjadi pada level Dawis, Arisan PKK dan pengajian saja ya Mbak, hehehe..
Baru kali mbungkus di hotel. Rasanya gimana gitu wkwkwkwk
DeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji